Part 4

474 66 3
                                    

Rasa nyeri di punggung menyambutnya di pagi hari. Ucapan 'selamat pagi' darinya meliputi rentetan umpatan saat ia memutar tubuhnya menjadi tengkurap, suasana hatinya sudah buruk. Taeyong berguling-guling berusaha tidur kembali namun sinar matahari yang menimpa wajahnya terlalu sulit untuk dihalangi.

"Berengsek," ia menggerutu sebelum akhirnya terduduk. Kepalanya terasa seperti dilindas oleh truk beroda sepuluh. "Aku kemarin masih baik-baik saja, astaga." Dengan sebaris kata-kata tidak sopan ia bangkit dari sofa itu, menyadari bahwa ia masih mengenakan pakaian kemarin dan dengan cepat mandi, masih menggumamkan ancaman.

Ketika ia selesai, rambutnya masih menitikkan air, Taeyong berjalan ke dapur dengan pikiran yang masih dikabuti kantuk. Mandi air dingin rupanya tidak berefek apa-apa pada tubuhnya. Ia masih bisa mendengar otaknya berdengung seperti mesin.

Tangannya menggantung di udara, Taeyong melihat memo berwarna merah muda yang menempel di kulkas. Tanpa membacanya, ia menyadari tidak ada suara yang menandakan orang lain di rumah itu sudah terbangun. Ini pukul 9 pagi. Mungkinkah mereka semua masih meneteskan air liur di bantal? Bukan tidak mungkin. Jaehyun masih kesulitan bangun pagi kecuali ia berencana ke gym.

Memo merah muda itu sudah pasti dari suaminya. Apa pun yang dituliskan di sana membuktikan tebakannya tadi. Faktanya, tiga orang itu sedang bermain tanpanya di kolam renang.

"Sialan," ia berujar dan mengambil sepotong kue yang ia simpan untuknya sendiri sebelum turun dengan memakai kaus hitam kebesaran dan celana pendek, telanjang kaki.

Kolam renang itu ada di lantai dasar, di bagian belakang gedung perumahan, berukuran semi Olimpiade. Barisan pohon mengelilingi area itu untuk menyediakan naungan bagi siapa pun yang bersantai di sana. Di jam-jam seperti ini, hanya ada 2 orang di sana — mereka berendam di ujung kolam.

Jaehyun sedang duduk di tepi kolam, kakinya direndamkan di dalam air. Di dekatnya adalah sepasang anak-anak yang sedang mengayun-ayunkan tangannya, hanya menggunakan kaus biasa dan juga celana pendek karena mereka pasti tidak punya baju renang yang layak. Sepertinya mereka tahu cara berenang.

"Bagaimana rasanya hidup tanpaku, Bedebah?" Bernada apatis, ia duduk di sisi Jaehyun dan mulai memakan kuenya. "Aku tidak tahu orang-orang masih meninggalkan memo di kulkas. Menyedihkan."

"Tapi berguna. Kalau tidak berhasil pasti kau tidak akan ke sini dengan makanan manismu."

Taeyong melanjutkan melahap kue cokelatnya, matanya hampa menatap si kembar. "Lebih baik berenang di malam hari, saat dingin. Sebentar lagi cuacanya akan sangat dingin. Cobalah terserang hipotermia; kudengar itu bagus untuk tulangmu."

"Hipotter mia?" Haera mengulangi kata itu. Ia memegang tepian kolam, kakinya masih berayun-ayun di air. "Bukankah itu... bukankah itu Harry Potter?"

"Kau memang tolol, Bocah." Taeyong memercikkan air pada gadis itu setelah anak itu menjulurkan lidah padanya. "Siapa itu?" Ia kembali memusatkan perhatiannya pada laptop yang diletakkan di kursi di sisi lain Jaehyun.

"Squad," Jaehyun menarik kursi itu mendekat dan mengatur laptopnya agar kamera itu mengarah pada anak-anak. "Mereka ingin bertemu dengan anak-anak ini sejak minggu lalu, bukan?"

"Apa itu Taeyong?" Seseorang bertanya. Itu Ten. Mereka semua sedang duduk berhimpitan.

Yuta memutar matanya dan mengubah ekspresinya seraya melambai pada anak-anak itu. "Kau mendengar suara orang dewasa yang memanggil anak polos itu tolol. Siapa lagi kalau bukan dia?"

"Aku hanya memastikan saja. Karena kalau ada orang lain yang berani memanggil tuan putri itu dengan kata-kata yang tidak sopan, mereka akan mendapatkan tinju dariku." Pria pendek itu mengancam, menunjukkan kepalan tangannya. "Aduh, Yuta, kau menduduki lenganku!"

[5] What Lies Ahead: Unmasked (JaeYong)Where stories live. Discover now