Part 35

194 33 0
                                    

Mobil itu meninggalkan pompa bensin setelah mengisi tangkinya penuh. Taeyong menghidupkan pengeras suara dan menghabiskan potongan terakhir cokelat batang yang ia makan untuk sarapan, menyeka ibu jarinya yang bernoda di hoodie hitamnya, yang mana dicemooh tidak keren oleh Jaehyun.

Apa yang salah dengan pakaiannya? Ini gayanya sejak dulu. Jaket bertudung, celana ketat dan sepatu olahraga. Mungkin bukan gaya terbaik di Kota Paris tapi tidak ada yang punya waktu untuk menghakimi pilihan bajunya.

Setidaknya, tidak ada komentar lain dari suaminya itu, terutama tentang Taeyong yang akan pergi ke suatu tempat yang tidak ia ketahui. Percakapan mereka kemarin mungkin adalah penyebabnya.

Hari ini, Taeyong berencana bermalam di Honfleur — meski ia tidak menyebutkannya terang-terangan. Ada festival dan ia ingin mengajak adiknya pergi ke sana. Jaehyun, awalnya, tidak menyukai fakta bahwa Taeyong akan berada di luar rumah sehari penuh melakukan apa pun yang hanya diketahui Tuhan. Sesuai dugaan. Hal sepenting apa yang membuat suaminya itu tidak pulang? Tapi Taeyong tahu apa yang ia kerjakan, jadi Jaehyun dengan enggan merelakannya meski ia juga ingin pergi bersamanya. Lagi pula, jika agenda ini benar berkaitan erat dengan masalah mendesak yang mereka hadapi sekarang, maka akan lebih bijak jika ia tetap berada di rumah untuk menjaga kedua anak kembar itu.

Pada akhirnya, ia menceramahi sang pelempar pisau tentang keamanan, menyuruhnya membawa senjata dan mengucapkan salam perpisahan.

Senjatanya, Taeyong tidak membawanya satu pun. Ia ingin menjadi orang normal di sekitar Olivia. Jika adiknya itu tahu apa pekerjaan sebenarnya, ia mungkin akan melarikan diri lagi. Dan Taeyong tahu Olivia akan melakukan apa pun untuk kabur jika ia ingin.

Ia sedang dalam perjalanan ke hotel untuk bertemu dengan 2 gadis itu lagi. Jennie adalah gadis yang cerewet, ia bisa bercerita ini-itu sepanjang hari. Ia tidak kesulitan mengoceh tentang hal apa pun, meski topik pilihan utamanya adalah bagaimana ia menyedot harta milik duda-duda kaya. Taeyong menjulukinya spons.

Olivia masih diam tanpa kata. Ia membuat suara ketika ia terkejut, bingung, atau ada sesuatu di televisi yang membuatnya senang namun semua suara itu terdengar aneh. Seakan-akan sudah lama sekali ia tidak mengucapkan sepatah kata. Caranya makan pun aneh, karena ia membutuhkan satu jari untuk memasukkan makanannya ke dalam mulut. Taeyong hanya berpura-pura tidak mengetahuinya karena berada di dekatnya saja sudah membuat gadis itu tidak nyaman.

Ponselnya bergetar kencang. Nama Lee Sungjong terpampang di layar. Lelaki pendiam yang bekerja padanya itu jarang sekali mengobrol di luar tempat kerja jadi jika ia yang menelepon, pastilah sangat penting.

"Ada apa?" sang pelempar pisau bertanya setelah mengangkat teleponnya.

"Bos, bagaimana kabar Invictus?" Sungjong bertanya dengan nada lembutnya. Meski ia memiliki tugas yang sama persis dengan Taeyong di Red Phoenix dulu, Sungjong memiliki suara yang memberi kesan seolah-olah ia bukanlah orang yang bengis.

Taeyong terdengar heran. "Kau bertanya?"

"Ya. Apa itu salah?"

"Tidak, tapi hal penting terakhir yang kau tanyakan padaku adalah apa kau boleh mengambil Kim Myungsoo."

Sudah lama sejak ia mengeja nama itu. Ia tidak akan berbohong, terdengar asing di telinganya sekarang.

Sungjong merespon sedetik kemudian. "... Kalau kau ingin tahu kabarnya, dia masih hidup. Aku akan memberitahumu kalau dia sudah mati. Dan aku tidak melakukan sulap padanya kalau kau ingin menanyakan hal itu."

Oh, timnya tidak takut pada apa pun. Gengnya di Korea mungkin memang tidak menyukai dirinya tapi mereka tidak berani menyerangnya secara terbuka seperti apa yang baru dilakukan Sungjong, dan Jennie yang menghinanya sehari-hari.

[5] What Lies Ahead: Unmasked (JaeYong)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang