1. PERKENALAN

5.8K 359 6
                                    

Hai bestyy, aku mau kasih tau ke kalian. Kalo cerita ini sebenarnya udh pernah aku publish di aplikasi novelme. Tapi karna uangnya nggak cair-cair, jadi aku mutusin buat publish lagi aja di Wp. Hoheyyy<3

1. PERKENALAN

Disuatu pagi yang cerah itu, Anantasya Vailetta atau kerap dipanggil Anan tengah berdiam diri di kelas. Sepeninggalan orang tuanya seminggu yang lalu membuat gadis itu menjadi perempuan dingin, pendiam dan cuek pada sekitar. Setiap istirahat tiba, ia hanya berdiam di kelas dan sudah jarang untuk ke kantin. Padahal, dia termasuk mahasiswi yang periang dulunya.

"Nan, lo nggak laper? Apa mau gue bawain makanan?" tanya salah satu teman kampusnya yang sudah ada di depan Anan.

Gadis itu tak menyahut, iya hanya menoleh dan menggeleng.

"Yaudah kalo lo nggak mau. Tapi, kalo lo laper panggil gue aja yah biar gue beliin. Gue mau ke Toilet dulu, bay." Gadis itu hanya mengangguk dan menatap punggung sahabatnya yang kian menjauh.

Tiba-tiba sesuatu aneh terjadi pada penglihatan Anan. Spontan, ia langsung berlari menghampiri Desi sahabatnya itu.
"Des!!" teriak Anan ketika melihat sahabatnya mulai membuka dan melangkah masuk ke Toilet.

Merasa dipanggil, gadis itu menoleh kesumber suara. "Eh, iya Nan. Kenapa?"

Anan menggeleng cepat. "Jangan masuk," pintahnya dengan tubuh yang mulai bergetar akibat apa yang iya lihat tadi.

"Ha? Lo ma-" ucapannya terpotong ketika seseorang memanggilnya dari dalam Toilet.

Jleb

Bodohnya, perempuan itu masuk dan darah kental mulai berceceran dilantai. Anan membungkam mulutnya, sebab yang ia lihat tadi sama persis dengan kejadian dihadapannya ini.

"DES!!" Perempuan itu sudah tergeletak kelantai dengan pisau yang kini menancap diperutnya.

Sang pelaku yang memakai hoodie hitam dengan memakai masker berlari meninggalkan Desi dan Anan. Gadis itu tak mengejar pelaku, yang harus ia lakukan adalah menolong Desi. Sekarang keselamatan Desi lebih penting. Perempuan itu sudah terbaring dengan darah yang terus mengalir dibagian perutnya.

Gadis itu dengan cepat meminta tolong pada sekitar, karna suasana di Toilet tersebut sedang sepi. Cairan bening terus saja jatuh dari kelopak matanya. Kejadian itu sangat cepat dan terjadi di depan matanya.

Seseorang pun datang dan membawa Desi ke rumah sakit. Selama diperjalanan menuju rumah sakit, gadis itu terus saja menangis dan memandang sendu sahabatnya yang sudah lemas. Kejadian tadi terus saja terekam ulang dari ingatannya.

Selang beberapa waktu, mereka pun tiba di rumah sakit dan tak lupa ia mengabari saudara Desi. Nathan.

"Sekarang jelasin ke gue," ucap Nathan dengan rahang yang mulai mengeras serta kedua tangannya yang kini mengepal kuat-kuat.

Anan menelan salivanya dengan paksa. Jujur, ia sendiri masih syok dan bibirnya tak mampu untuk berucap. Ia menarik napasnya dalam-dalam dan mencoba menjelaskan apa yang ia saksikan tadi.

"A-awalnya gue tiba-tiba dapat penglihatan, Desi masuk ke Toilet trus ada yang ngecelakain dia. Dan bener, Desi beneran ada yang celakain. Cowok berhoodie nusuk Desi pake pisau." Gadis itu menunduk dan mencoba menahan isaknya. "Gue minta maaf, seharusnya gue ngelarang Desi pergi. Gue payah, gue telat ngasih taunya."

Nathan yang mendengar itu, ia mengacak-acak rambutnya sendiri.

"Gue minta tolong sama lo, tolong jadi saksi buat kasus ini. Gue pengen tau, siapa orang yang udah buat Desi kayak gini. Lo mau yah." Gadis itu hanya mengangguk cepat.

Beberapa menit kemudian, Dokter pun keluar setelah menangani Desi di ruang ICU.

"Bagaimana keadaan adik saya, Dok?" tanya Nathan pada Dokter berjilbab itu.

"Keadaan pasien sudah membaik, lukanya sudah kami obati. Dan... jika ingin menjenguk harap satu atau dua orang saja yah. Ini demi kesehatan pasien," ujar Dokter tersebut sembari berlalu pergi menuju ruangan yang berbeda.

"Gue sama Nathan duluan ya yang masuk," ucap Anan pada teman-teman sekampus mereka. Semuanya mengangguk paham dan kembali duduk di ruang tunggu.

Mereka pun masuk dan menemui Desi yang ternyata baru tersadar. Anan langsung memeluk Desi yang masih terbaring dengan lemas.

"Des, maafin gue ya. Harusnya gue lebih cepet manggil lo dan ngelarang lo masuk. Gue minta maaf ya," kata gadis itu dengan air mata yang kini membasahi pipinya lagi.

"Ini bukan salah lo, Nan. Ini salah gue, coba aja gue dengerin ucapan lo tadi. Udah ya, jangan nangis lagi. Entar gue ngerasa satu-satunya cewek cantik di sini," ledek Desi dengan tertawa pelan.

"Masih sempet-sempetnya lo bercanda, mending lo istirahat biar cepet pulih," suruh Nathan pada adiknya itu.

"Iya-iya." Mendengar itu keduanya pun keluar dari ruangan Desi, karna Nathan ingin bertanya pada Anan soal kejadian tadi.

"Lo bisa ngerawang masa depan?" tanya Nathan membuat gadis itu sedikit menganga.

"Ha? Mana mungkin lah, Than."

Bersambung...

Anantasya || Indigo [ REVISI ]Where stories live. Discover now