11. GALANG KEMASUKAN

1.4K 149 0
                                    

11. GALANG KEMASUKAN?

Gadis itu menghela napas kasar. Dia ingin menemui kakek itu, tapi dia juga takut jika harus keluar dari tenda malam-malam begini. Sekelibat bayangan hitam membuat Anan kaget, sebab Kakek itu tiba-tiba ada dipintu tenda belakang.

Gadis itu pun membukanya. "Kek, saya mau minta tolong. Apa bisa Kakek mengusir kuntilanak itu. Saya tidak bisa tidur, saya takut," bisiknya agar kedua temannya itu tidak terbangun.

Kakek itu hanya mengangguk mengerti dan menatap tajam kuntilanak itu. Selang beberapa waktu, kuntilanak itu pun hilang dan Anan langsung bernapas lega.

"Terima kasih, Kek," ucapnya. Namun, seketika tubuhnya terasa kaku dan tentu saja ia akan mendapat penglihatan lagi.

Gadis itu melihat hujan yang awalnya hanya rintik-intikan, tiba-tiba menjadi deras dan mengakibatkan banjir. Ia mengerjapkan matanya dan mencoba mengatur napasnya yang naik turun.

"Kakek tadi mana?" Lagi dan lagi, Kakek itu sudah hilang entah kemana. Anan hanya mengacuhkan bahunya bodo amat, yang terpenting kuntilanak itu sudah tidak ada.

"Gue harus ngasih tau Nathan," ujarnya pada diri sendiri. Dengan cepat ia langsung meraih ponselnya dan menelfon Nathan yang tendanya lumayan jauh.

"Halo, Than." Gadis itu bernapas lega, untung saja laki-laki itu belum tidur.

"Iya, ada apa?"

"Tadi gue dapet penglihatan lagi. Dan gue liat kalo bentar lagi ada hujan deras, trus bakalan banjir," kata Anan dan laki-laki itu hanya mengagguk walaupun Anan tak melihatnya.

"Oke, gue bakal ngasih tau yang lain. Thanks udah ngasih tau." Anan tersenyum, lalu memutuskan sambungan telfon mereka.

Selang beberapa menit, hujan deras pun tiba. Pihak panitia menyuruh mereka untuk tidur di salah satu rumah warga di sana.

"Kak, gimana dong ini tendanya udah kebanjiran?" tanya Desi sedikit panik, karna airnya sudah mulai masuk di dalam tenda.

"Tadi pihak panitia udah nyuruh kita biar nginep dulu di rumah warga. Buruan, yang lain udah pada pergi," balas Nathan dan yang lainnya hanya mengangguk patuh.

Anan, Desi, Ike dan Galang pun pergi ke salah satu rumah warga dan menginap di sana.

Saat berada di rumah warga, Galang tak seperti biasanya. Dia hanya diam dan wajahnya pun pucat. Saat Anan bertanya dan menyuruhnya untuk makan, laki-laki itu hanya merespon dengan anggukan kepala saja. Ini seperti bukan Galang yang biasanya, karena Galang orangnya cerewet dan suka melawak.

"Lang, lo nggak mau makan?" tanya Anan menghampiri Galang dan ikut duduk di sampingnya.

Galang hanya diam bahkan tak menoleh. Pandangannya terlihat kosong dan lurus ke depan. Merasa ada yang aneh, Anan pun bertanya pada Nathan yang tengah mengobrol dengan pemilik rumah tersebut.

"Kenapa, Nan?" tanya laki-laki itu ketika melihat Anan memanggilnya untuk keluar dari teras rumah warga.

"Itu sih Galang kenapa?" Nathan langsung menatap Galang yang duduk diteras rumah dan dari tadi hanya diam.

"Apa jangan-jangan, dia kemasukan setan?" tebaknya membuat gadis itu melotot tak percaya. Karna tak ingin temannya kenapa-kenapa, Anan pun menghampiri Galang dan membuktikan apakah ucapan Nathan benar atau tidak.

"Lang, lo kenapa?" tanyanya lagi, tapi tetap saja Galang tak menjawab.

Anan melirik kearah Nathan dan mengangkat dagunya, seakan-akan meminta tolong. Nathan menunjuk dirinya sendiri dan berdecak kesal.

Ia juga ikut duduk di dekat Galang dan menghela napas sebentar. "Lo kenapa, Lang? Lo nggak kemasukan kan? Perasaan lo deh setannya, kenapa malah lo juga yang dimasukin setan?" Pertanyaan bertubi-tubi itu membuat Anan memijit pelipis nya sendiri.

Nathan bego apa gimana. Bukannya nyari solusi biar setannya keluar, malah ngajak gelud sama setan. Gadis itu menatap tajam Nathan yang hanya menyengir tanpa dosa.

Laki-laki itu menggaruk tengkuknya tak gatal, detik berikutnya ia pun mengambil air minum dan berkumur-kumur. Anan yang melihatnya hanya mengerutkan keningnya heran. Entah apalagi yang akan dilakukan laki-laki itu.

"Than lo mau ngapain?" Pertanyaan Anan tak disahuti oleh Nathan. Laki-laki itu masih fokus berkumur-kumur dan tiba-tiba ia memuntahkan ke wajah Galang.

Anan menutup mulutnya tak percaya. Bagaimana kalo setannya ngamuk dan marah pada Nathan. Sedangkan Galang, laki-laki itu mengusap wajahnya kasar dan memberi tatapan tajam pada sang pelaku.

Bugh

Satu pukulan kini mendarat diperut Nathan. Galang cepat-cepat mengambil lap tangan disaku celananya dan membersihkan wajahnya.

"Than, lo nggak papa?" tanya Anan dan laki-laki itu mengagguk tanda dia baik-baik saja.

Matanya tertuju kembali pada Galang, laki-laki itu kembali duduk dan memegang pipi bagian kirinya. Lagi-lagi kening gadis itu mengerut, mana mungkin ada orang kesurupan seperti Galang tadi.

"Apa? Mau nyemprotin gue air kumur lagi?" ketus Galang dengan tangan yang masih setia memegang pipinya.

"Lo nggak kemasukan kan?" Kini bergantian, kening Galang juga ikut mengerut mendengar ucapan Anan barusan.

"Mana mungkinlah gue kerasukan," sahutnya dengan menatap heran gadis itu.

Sedangkan Nathan, laki-laki itu hanya menyimak dan memegang perutnya yang lumayan sakit.

"Terus? Kenapa dari tadi lo diem doang?" Galang memutar bola matanya malas, lalu menunjuk pipinya.

"Gue lagi sakit gigi," jawaban Galang membuat Anan beberapa kali ber umpat. Dia pikir laki-laki itu kemasukan, pasalnya dari tadi dia hanya diam tak menjawab sekali pun. Dan ternyata, Galang sedang sakit gigi.

"Bikin deg deg an aja lo!" kesal Nathan dengan menoyor kepala Galang.

Laki-laki itu hanya tertawa pelan, dan menahan sakit yang sangat luar biasa pada giginya.

Gadis itu bernapas lega, lalu menggelengkan kepalanya melihat Nathan dan Galang saling melempar umpat-umpatan. Dia tertawa kecil seraya menikmati langit malam dan hujan yang mulai berhenti.

"Lang!" panggil Desi dari dalam dan Galang pun menoleh.

"Kenapa?" Anan dan Nathan yang mengacuhkan bahunya tak tahu.

"Dipanggil kak Siska tuh." Mendengar itu, Galang dengan cepat masuk kembali kerumah dan menghampiri Siska.

"Langitnya indah yah," ucapnya membuat gadis itu menoleh dan tersenyum singkat.

"Iya. Liat langit malam-malam gini, gue jadi kangen sama nyokap bokap gue," jawab Anan membuat Nathan menoleh kearahnya. "Dulu, kita itu sering banget liat langit pas malem-malem," lanjutnya membuat Nathan menatap sendu gadis itu.

"Lo cewek yang kuat, Nan. Lo cewek mandiri, baik, pinter, dan suka menolong. Gue yakin, orang tua lo pasti bangga punya anak kayak lo," ujar Nathan membuat Anan tersenyum hangat dan menatap langit dengan mata tertutup.

"Kalian baik-baik yah di sana. Anan janji, janji bakal jadi anak yang berguna untuk orang yang butuh bantuan." Nathan tersenyum dan memegang jantungnya sendiri yang terus saja berdetuk sangat kencang.

Bersambung...

Anantasya || Indigo [ REVISI ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang