17. MAYAT

1.2K 124 0
                                    

17. MAYAT

"Kenapa?" timpal ketiganya.

"Ssstttttt!" Desi menempelkan jari telunjuk ke bibirnya. "Jangan berisik. Sini gue ceritain."

Mereka kompak diam. Untuk beberapa detik kemudian, hanya deru nafas memburu Desi yang terdengar. Kemudian setengah berbisik ia berkata. "katanya sih, mereka lagi mau bully junior di kampus," ucap gadis itu.

"Mereka itu ngunciin junior di toilet," lanjutnya membuat ketiga temannya hanya menganga tak percaya.

"Hem... mentang-mentang udah jadi kating, pake bully-bullyan segala. Emang di kamar mandi yang mana sih?"

"Ituloh... yang disamping gudang."

"Hah? Kamar mandi di sana kan bau banget," ucap gadis berkacamata itu.

"Selain kamar mandinya bau, tempat itu juga angker banyak penunggunya," jelas Anan membuat yang lainnya bergidik ngeri.

"Ih, tapi kok lo bisa tau banyak tentang begituan sih?" tanya gadis berkaca mata itu, yang tak lain bernama Bela.

Anan tersenyum sombong. "Lo lupa, gue ini kan indigo. Jadi bisa lihat begituan." Mendengar perkataan itu, Bela hanya mengangguk mengerti.

Pandangannya beralih kearah Desi. "Kok lo omongin sih? Gue jadi takut kan jadinya," kata Bela menatap kesal Desi.

"Tadi aja pada kepo semua! Giliran diceritain pada protes. Udah ah, gue mau liat orang kesurupan dulu. Yuk, Nan." Gadis itu mengangguk pelan dan tak lama lengannya ditarik oleh Desi.

Sesampainya di musholla terlihat empat perempuan yang tengah terbaring lemas.
"Loh, itu bukannya Ike yah?" ucap Anan menunjuk seorang gadis yang sedang dituntun masuk keruang UKS.

"Iya bener. Jadi dia salah satun-" ucapannya terhenti ketika seseorang datang menghampiri mereka.

"Permisi," kata laki-laki itu dengan dingin.

Anan kenal suara itu, dan sekarang dia harus berpura-pura tidak tau apa-apa. Ini demi kelancaran misi mereka, yaitu membuat Rama sadar dan harus berubah.

"Eh iya Pak. Ada apa?" jawab Desi dengan tersenyum kaku, begitu pula dengan Anan.

"Apa bisa saya meminta tolong kepada kalian?" Kedua gadis itu saling menatap dan mengangguk bersamaan.

"Boleh pak," jawab keduanya.

"Begini... saya minta tolong kepada kalian untuk mengambil berkas-berkas saya di kosan. Bisa?"

"Bisa kok pak." Mendengar itu, Rama langsung menyerahkan kunci kosannya kepada kedua Anan dan Desi.

"Makasih yah. Berkasnya itu saya taruh di ruang tamu di map kuning," ujar Rama. "Oh iya, satu lagi. Setelah ambil berkasnya, kalian langsung pergi dan jangan coba-coba masuk ke ruangan apaun!" tegas Rama membuat kedua gadis itu menciut.

"Kalo gitu kami permisi pak." Mereka pun pergi dengan memesan taxi.

¤¤¤

Anan dan Desi sudah tiba di kosan Rama. Mereka berjalan hati-hati, takut ada benda yang terinjak. Rumah itu sangat berantakan, kertas, bungkus makanan, dan benda yang lain pun banyak yang berserakan di lantai.

"Nan, pergi aja yuk," ucap Desi dengan melihat seluruh ruangan tersebut.

"Ish, map nya kan belum diambil. Udah minta pulang aja!" ketusnya dengan berjalan berhati-hati.

"Ini kosan, berapa per bulan?" bisik Desi membuat Anan menoleh.

"Satu juta," jawabnya lalu mulai mencari berkas yang Rama suruh.

"Harga itu udah termasuk sama hantunya? Mana di sini bau banget lagi." Anan menggelengkan kepalanya menatap Desi.

"Awas, nanti penghuninya marah trus nyamperin lo." Ucapan Anan membuat Desi bergidik ngeri. Bagaimana jika itu benar.

"Huaa Nan, lo bikin gue takut aja deh! Ayo ah, kita keluar." Desi terus saja menarik lengan Anan, bak anak kecil ketika minta dibelikan permen.

"Berkasnya belum gue temuin, udah minta keluar aja. Lo bantuin juga dong, biar cepet nemu," kesalnya yang mulai membolak-balikkan berbagai warna map tersebut.

"Gue mau pipis, Nan. Kita keluar aja, yuk!" rengek Desi membuat gadis itu mengerang kesal.

"Yaelah, lo pipis di dalem aja. Udah nggak papa kok, pak Rama juga nggak bakal marah nanti!"

Desi menatap Wc dari kejauhan. Sudah terlihat sangat menyeramkan, gelap dan juga... bau!

"Kenapa diem aja? Buruan sana, emang lo mau ngompol di celana?" Gadis itu mencebirkan bibirnya, dengan terpaksa ia pun masuk ke Wc tersebut.

Langkah demi langkah akhirnya ia pun tiba di depan pintu Wc. Ia terus saja menoleh kearah Anan yang tengah sibuk mencari map. Ia hanya takut, jika Anan meninggalkannya dan berakhir ia diculik oleh penunggu rumah itu. Sama seperti film horor yang ia tonton kemarin.

Dengan judul beranak di dalam kuburan. Ehh? Salah judul say! Maksudnya diculik kuntilanak merah. Nggak usah nyari di youtube yah, soalnya Author cuman ngarang, biar nggak tegang kali. Lanjut...

Desi membuka pintu tersebut dan... "Aaaa!" Gadis itu berteriak dikala ada mayat perempuan tua yang berada dibaskom besar berisi air yang kini berwarna merah.

"Eh, lo kenapa teriak - teriak?" panik Anan dengan menghampiri sahabatnya itu.

"I-itu, Nan." Anan terbelalak melihat telunjuk Desi mengarah ke baskom besar.

"Astagfirullah," kata Anan dengan menutup mulutnya dengan telapak tangannya sendiri.

"I-ini kan..."


Yah, gadis itu masih ingat dengan wajah mayat tersebut. Wajahnya sudah sangat pucat dan tubuhnya telah dibungkus oleh kain kafan dengan asal.

Tampak seperti pocong, tapi bagian atas kepalanya tidak terikat. Sehingga rambut panjang dan ber ubannya terlihat berantakan.
"I-ini kan Neneknya Rama," gumam Anan membuat Desi melongo tak percaya.

"Huaa, Nan! Kita pergi aja yuk! Gue takut!"

Anan menggeleng cepat. "Enggak! Kita harus kubur mayat ini. Biar arwahnya tenang dan nggak gangguin Rama lagi." Desi nembelalakkan kedua matanya.

"Lo gila! Kalo Rama tau gimana? Dia bisa ngamuk, bahkan bisa aja dia bunuh kita! Gue nggak mau yah mati muda. Gue belum nikah sama yayang Bright! Udah ah Nan, ayok pergi!" Gadis itu terus saja menarik Anan sekuat tenaganya.

"Yaudah, lo pergi aja sana. Gue bisa sendiri," kesal Anan dengan menarik kembali lengannya.

"Keras kepala banget sih, Nan! Yaudah kalo gitu, gue pergi. Biarin aja lo di sini, trus Rama tau. Lo bisa dibunuh!" Gadis itu keluar, benar-benar meninggalkan Anan.

Tetapi, langkah kakinya terhenti kala seseorang sudah menyambutnya di depan pintu. Desi melangkah mundur. Sial! Dia terlambat.

"Akan kuhabisi kalian."

Berambung...

Anantasya || Indigo [ REVISI ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang