57. DEWA IBLIS?

517 58 0
                                    

57. DEWA IBLIS?

Anan dan Tessa kini berkeliling istana dan berhenti disalah satu ruangan, yang aromanya penuh dengan aroma lilin dibakar. Lalu ada suara beberapa orang yang sedang merapalkan kata-kata yang tak asing ditelinga Anan. Ia mengintip, ternyata ada Melisa dan beberapa orang yang melingkari lambang.

"Itu lambang apa, Tessa?" tanya Anan dengan Tessa yang juga ikut mengintip.

"I-itu lambang pemuja dewa kami," jawabnya lalu menarik lengan Anan untuk menjauh dari ruangan itu. Jangan sampai Melisa tau, bisa-bisa Tessa juga yang akan mendapat hukumannya.

"Dewa apaan?!" Anan menyeritkan alisnya.

"Ka-kamu nggak perlu tau." Tessa bergerak gelisah.

"Ayolah, aku sangat penasaran. Cepat beritahu," rengek Anan membuat hantu perempuan itu mengangguk.

"Itu dewa iblis."

"Dewa iblis?!" Anan terkejut dengan mata yang terbelalak.

"Iya..."

"Fiks, gue harus cepat-cepat kabur dari sini. Jangan sampe gue disuruh muja iblis," batin Anan dengan napas yang memburu.

"Anan.." Gadis itu menoleh kearah Tessa yang baru saja memanggilnya.

"Kok ngelamun?" lanjutnya dan dibalas cengiran oleh Anan.

"Nggak kok, salah liat kali lo," sahut Anan dengan gaya bahaya yang berubah.

"Salah liat gimana, orang aku liat kamu ngelamun kok."

"Mungkin aja Mata lo kelilipan tiang listrik kali," jawabnya ngasal, membuat Tessa mengerutkan keningnya heran.

"Emang bisa?!" tanya Tessa dengan serius. Gadis itu menepuk jidatnya sendiri. Tessa percaya dengan perkataannya?

"Bisa lah, ayuk deh ke kamar gue udah capek banget nih." Anan enyah duluan meninggalkan Tessa yang kini memasang raut wajah yang membangongkan.

"Mata gue kan kecil, mana mungkin tiang listrik bisa masuk?" Hantu itu ikut menyusul Anan dengan sangat gobloknya.

Sesampainya di kamar, Anan langsung berpura-pura tidur agar terhindar dari pertanyaan goblok dari Tessa. Tak lama hantu itu pun datang.

"Anan udah tidur ternyata, yaudah deh aku pergi aja." Tessa pun menghilang dari kamar Anan.

Anan lalu bangun dari tidur pura-puranya itu. "Hmm, gue harus cari cara biar bisa keluar dari sini. Kasian, dia pasti lagi bingung banget nyariin gue," gumamnya.

Saat Anan melihat-lihat sekitar kamarnya, ternyata ada di sana. Ide Anan pun muncul dengan mendadak.

"Gimana kalo gue keluar lewat jendela aja?" Anan mendekat ke jendela. "Nggak tinggi juga," lanjutnya dan tersenyum senang. Sebab, malam ini ia pasti akan kembali lagi ke alamnya. Mungkin.

Tiba-tiba Melisa datang membuat gadis itu tersentak kaget.

"Eh, buset ngingetin gue aja lo," ujar Anan seraya mengusap dadanya.

"Maaf. Oh ya, apa kau sudah makan?" tanya Melisa.

Gara-gara Anan dibawa ke alam itu, dia tidak puasa, karna di tempat tersebut tidak ada jam ataupun ponsel.

"Belum, gue belum laper," jawabnya berbohong, padahal cacing diperutnya sudah demo.

"Aku tau kau berbohong, ayo kita makan." Melisa dengan cepat menarik Anan menuju ruang makan.

Mereka sampai dimeja makan lalu menyantap hidangan dengan lahapnya. Anan sudah tidak memperdulikan bayangannya tentang makanan di alam gaib, karna perutnya sudah lapar dan ia butuh tenaga malam ini.

Selesai makan Anan ingin keluar ke taman, akan tetapi Melisa melarangnya.

"Ini sudah malam Anan, sebaiknya kau tidur."

Aman membulatkan matanya. "Malam?! Perasaan tadi masih siang, kenapa udah malem aja?"

"Jadi beginilah, alammu berbeda dengan alamku. Jadi, biasakanlah," ujarnya pada Anan yang kebingungan.

Bersambung...

Anantasya || Indigo [ REVISI ]Where stories live. Discover now