10. ACARA CAMPING

1.7K 157 2
                                    

10. ACARA CAMPING

Pagi itu Anan dan Desi sudah tiba di kampus, dan mereka tengah berjalan menuju kelasnya. Langkah mereka terhenti ketika melihat papan pengumuman.

"Yah... harus banget nih ikut camping," kesal Anan seraya mencebirkan bibirnya.

Desi memperhatikan papan pengumuman dengan senyum sumringah. "Ikut camping itu seru tau, Nan," ujar Desi dan gadis itu menaikkan satu alisnya.

"Seru apa'an? Lo tau kan, gue itu sering ngeliat mahluk halus. Kalo gue nggak bisa tidur gimana? Lo mau nemenin gue?" Pertanyaan bertubi-tubi itu membuat Desi menyengir kuda.

"Ayolah, Nan. Nanti gue sama siapa di sana? Lo ikut yah," rengek Desi dengan memperlihatkan muka imutnya yang seperti pantat babi.

"Kan ada Nathan? Trus juga Ike sama Gilang pasti bakal pergi juga kok," sahut gadis itu tetap menolak.

"Yah... kok gitu sih. Kan nggak seru kalo cuman mereka, ayolah Nan lo ikut yah. Gue mohon, please..." Gadis itu kembali memohon dengan kedua telapak tangannya yang terus ni merapat.

Anan menghembuskan napas kasar. "Oke-oke, gue ikut."

Desi tersenyum puas lalu memeluk tubuh Anan dengan erat tanpa memperdulikan luka diperutnya. "Aaaa... makasih, Nan."

"Yaudah kita masuk, kelas udah kau dimulai," ujar Anan dan Disa pun melepas pelukannya.

"Nanti pulang kampus, kita beli perlengkapannya yah." Keduanya melanjutkan kembali langkahnya masuk ke kelas.

"Oke," jawabnya lalu menjatuhkan bokongnya ke kursi.

Tak lama kemudian, dosen pun datang dan belajar mengajar pun dimulai.

¤¤¤

Keesokan harinya...

Hari ini Anan akan berangkat ke puncak dan menginap selama dua hari satu malam. Semua perlengkapan yang diperlukan gadis tu sudah siap di dalam tasnya. Waktu sudah menunjukkan pukul 06.00 pagi. Semua mahasiswa mau itu perempuan dan laki-laki sudah berkumpul di sekolah. Seperti perintah Kakak Pembina kemarin sebelum berangkat mereka dibariskan terlebih dahulu, lalu setelah diberikan pengarahan semua anggota berangkat menggunakan mobil yang telah tersedia. Nathan sebagai pembina, ia satu mobil dengan Anan, Desi, Ike dan Galang.

"Anan, Desi!" panggil Nathan ketika melihat kedua gadis itu tengah berjalan menuju sanggar.

"Ada apa kak?" Keduanya menghampiri Nathan dan bertanya.

"Tolong ambilin tenda sama pasak di dalam sanggar dong," pinta cowok itu dan keduanya mengangguk.

"Siap kakak pembina!" ucap Anan dan Desi serempak.

Mereka pun langsung ke sanggar untuk mengambilnya, setelah itu memberikannya kepada Nathan dan berangkat ke lokasi perkemahan.

"Ini tenda sama pasaknya, Than," kata Anan dan cowok itu pun meraihnya.

"Thanks! Yaudah, kalian naik ke mobil sana." Kemudian, mereka pun berlari masuk ke mobil menyusul yang lainnya.

Di perjalanan Nathan, Desi, Ike, dan Galang terus bernyanyi sambil tertawa, begitu pun Anan yang terlihat suka cita menikmati perjalanan ke puncak.

Tidak terasa mereka sudah sampai di lokasi perkemahan, lalu Anan pun turun dari mobil sambil bergotong-royong menurunkan semua perlengkapan yang mereka bawa.

Setelah semua perlengkapan diturunkan dari mobil, mereka bersama-sama masuk ke lokasi perkemahan dan mencari lokasi untuk mendirikan tenda. Dari sini semua ketakutan itu mulai muncul. Saat sedang mendirikan tenda, tiba-tiba salah satu dari mereka yaitu, Ike menangis. Anan pun kaget dan bingung namun ia mencoba untuk bertanya padanya.

"Ike, lo kenapa nangis?" tanya Anan kepada gadis itu yang tengah menutup wajahnya dengan telapak tangannya.

"Tadi, gue liat ada cewek pakai baju putih di sana," jawab Ike dengan menunjuk kearah pohon yang lumayan lebat dan besar.

"Gak ada siapa-siapa, Ke. Mungkin lo salah lihat kali," ucap Nathan yang sedari tadi menatap gadis itu menangis sesegukan.

Anan melihat kearah pohon itu dan benar, sosok perempuan berbaju putih dengan banyak darah di bajunya menatap Ike dengan tersenyum.

"Tapi, dia masih ada di sana. Dia masih liatin gue." Gadis itu terus saja menangis dan langsung menggelamkan wajahnya pada dada bidang Nathan.

"Modus," umpat Anan namun tak didengar oleh mereka.

Salah satu dari kakak pembina, yaitu Rafa mengajak Ike agar menjauh dari lokasi tenda dan menenangkan gadis itu. Setelah tenda selesai didirikan dan Ike sudah mulai tenang, mereka pun berkumpul dan berbincang dalam tenda. Tetapi ada yang aneh dari Ike, ia tidak mau kalau pintu tenda bagian belakang dibuka. Padahal semuanya sudah merasa kegerahan dalam tenda.

"Pintu di belakang jangan dibuka, gue nggak mau masuk kalo pintunya dibuka," kata Ike dengan suara yang sedikit lantang.

"Sumpah gue udah kegerahan, Ke," sahut Gilang yang tadinya ingin membuka pintu tersebut, namun dilarang oleh Ike.

"Udah ikutin saja," ujar Nathan membuat Desi dan Anan mengangguk setuju.

Lama-kelamaan Ike sudah mau jika pintu tenda bagian belakang dibuka dan kami pun bercanda dengan serunya. Namun saat pandangan Anan tertuju ke arah pohon itu, Nathan langsung bertanya.

"Nan, cewek yang dimaksud Ike ngapain dipohon itu?" tanya Nathan, karna dia tau jika gadis itu juga melihatnya.

"Kuntilanak itu nggak ngapa-ngapain sih, dia cuman liatin Ike sambil senyum. Mana serem banget lagi," bisiknya membuat Nathan langsung membayangkan bagaimana jika kuntilanak tersenyum.

Selang beberapa waktu, Siska yang juga adalah kakak pembina menyuruh Anan dan Desi untuk membeli garam. Garam tersebut akan ditaburkan di sekitar tenda agar terhindar dari binatang, seperti ular.

Mereka berdua pun langsung ke warung yang letaknya ada di depan lokasi perkemahan. Setelah mendapatkan garam mereka langsung kembali ke tenda dan menaburnya di sekitar tenda dengan teman-teman yang lain.

"Ini kak garamnya," kata Anan lalu menyodorkan sebungkus garam yang ia beli tadi dengan Desi.

"Makasih yah." Anan dan Desi hanya tersenyum dan mengangguk.

Malam pun tiba dan sekarang mereka memutuskan untuk masuk tenda.

"Dis, lo tidur di pinggir yah," pinta Anan karna dia takut jika kuntilanak itu mendekat ke arahnya.

"Enggak ah, Nan! Gue takut, mending Ike aja." Gadis yang sedari tadi tengah bermain ponsel langsung menatap geram kearah Disa.

"Ogah gue! Mending lo aja sana," balas Ike membuat Disa mengerucutkan bibirnya.

Karna tidak ada yang mengalah, terpaksa yang waras ngalah. "Yaudah deh, gue yang tidur dipojok." Desi dan Ike langsung tersenyum dengan memperlihatkan deretan giginya.

Anan merebahkan tubuhnya dengan menyamping menghadap Ike yang tidur di tengah. Ia mencoba untuk tidur, karna sedari tadi kuntilanak di pohon tersebut dengan entengnya masih berada di balik pohon itu.

"Arghhh... kok gue nggak bisa tidur sih," lirihnya dan menatap kedua temannya yang sudah terlelap dan mungkin sudah terhanyut di alam mimpi.

Sorot matanya tiba-tiba tertuju pada satu arah yang membuatnya terbelalak kaget.

"K-kakek itu?"

Bersambung...

Anantasya || Indigo [ REVISI ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang