5. MAYAT DIBAWAH LEMARI

1.9K 194 0
                                    

5. MAYAT DIBAWAH LEMARI

"Bus itu. Bus itu bakal jatuh ke jurang! Ayo kita susul, sebelum busnya makin jauh."

"Okey!"

Gadis itu ikut masuk ke dalam mobil Nathan, tak lama mobil pun melaju dan mengikuti bus di depan. Perlahan mobil Nathan menyalip dan membuat bus itu berhenti di pinggir jalan.

"Mau cari mati kalian?!" murka pengemudi bus itu ketika melihat Anan dan Nathan turun dari mobil.

"Maaf Pak, tapi sebaiknya bapak jangan mengemudi dulu. Saya tau, bapak hari ini sedang sakit kepala dan akan minum obat," ucap gadis itu. "Bener Pak?" lanjutnya dengan mengangkat dagu seakan-akan menunggu jawaban.

Kening laki-laki paruh bayah itu mengerut. "Kau tau dari mana?"

"Bapak tidak perlu tau. Yang terpenting hari ini bapak tidak mengemudi dulu, atau bapak akan menyesal," jelas Anan.

Pengemudi itu hanya mengangguk mengerti setiap ucapan Anan.

¤¤¤

"Gue masuk kelas duluan yah," ucap gadis itu dan diangguki oleh Nathan.

Perlahan, langkah Anan melewati koridor sekolah dan ia pun masuk ke kelas. Tiba-tiba angin berhembus begitu kencang, hingga membuat pintu kelas tertutup rapat. Suasana menjadi sangat hening, Anan melirik jam tangan yang melingkar dipergelangan tangannya. Dan ternyata baru pukul 10:34. Pantas saja belum ada siswa yang datang, karna kelas hari ini pukul 11:35.

Seketika bulu kunduknya merinding, ketika mendengar suara tangisan perempuan. Matanya melihat ke semua sudut kelas, tetapi tidak ada siapapun. Anan menelan ludahnya kasar. Kini suara itu seperti di balik lemari buku yang sudah lama rusak. Dengan rasa takut, gadis itu berjalan mendekati lemari itu.

Brukk

Suara buku yang terjatuhndari atas lemari, membuat jantung Anan terasa mau copot. Dengan segera, ia pun mengambil buku itu dan anehnya kenapa buku itu bisa jatuh.

Ketika Anan mengambil buku itu ia melihat darah segar yang berceceran di lantai. Kini perasaannya sangat takut, keringat dingin keluar dari tubuhnya. Dan tiba-tiba pintu kelas terbuka dan ternyata itu adalah salah satu temannya, Ike.

"Udah dateng, Nan? Tumben?" kata Ike lalu berjalan kearah Anan.

"Mau tau aja lo." ucapnya.

Gadis itu menyengir, lalu menatap wajah Anan yang terlihat aneh. "Ehhh, tuh muka kok pucet amat. Kek mayat hidup aja lo," kata Ike seraya tertawa kecil.

Anan mendekatkan wajahnya kearah Ike. "Tadi gue denger suara orang nangis, Ke. Trus tiba-tiba yah, buku yang di lemari jatoh sendiri," bisikku membuat Ike hanya tertawa tak percaya.

"Hahaha... jangan halu deh lo, Nan. Di sini mana ada hantu, aneh-aneh aja lo." Gadis itu tertawa dan membuat Anan berdecak kesal.

"Ish! Beneran, Ke. Bahkan yah, gue ngelihat darah segar berceceran di lantai ini," ucap Anan tak mau kalah. Karna ia benar-benar melihat dan mendengar suara aneh di sini.

"Mana?" tanya Ike dengan kedua alisnya naik ke atas.

"Itu tuh!" jawabnya sambil menunjuk ke lantai.

"Mana? Nggak ada apa-apa tuh." Anan membulatkan kedua matanya, dan benar saja darah itu sudah hilang.

Kok darahnya udah nggak ada? Apa gue emang halusinasi aja? batinnya dengan menatap heran lantai itu.

"Udah lah, Nan. Mungkin lo cuman hanya halusinasi aja," tambah Ike dengan memegang kedua bahu Anan.

Gadis itu hanya menggaruk tengkuknya yang tak gatal, dan tersenyum kaku.

Ia tau betul kali ini ia tidak mungkin halusinasi. Selang beberapa waktu, kelas pun dimulai. Anan mencoba melupakan kejadian tadi, walaupun sesekali suara tangisan itu kini terdengar lagi ditelinganya. Hanya ia yang mendengar suara itu.

¤¤¤

Malam ini Anan sudah ada di kamarnya. Ia benar-benar tidak bisa tidur, karena kejadian tadi pagi yang masih terbayang-bayang dipikirannya.

Tak lama kemudian, akhirnya ia mencoba tertidur. Dalam tidurnya ia bermimpi, dan mimpi itu seperti kejadian tadi pagi.

Dalam mimpi itu ia melihat kejadian yang begitu tragis. Seorang siswa dibunuh di dalam kelasnya dan jasad siswa itu dikubur di bawah lemari buku. Ia dikubur dengan cara yang tidak layak. Siswa itu hanya dibaluti oleh kain putih, dan pelakunya pergi begitu saja.

Anan langsung terbangun dari tidurnya, napasnya kini tak beraturan. Rasanya ia sangat lelah sekali, keringat pun bercucuran di tubuhnya. Ia melirik ke jam dinding di kamarnya, dan ternyata baru pukul 02:15 dini hari.

Ia masih memikirkan mimpi itu. Sebenarnya apa maksud dari mimpi itu? Anan meminum segelas air, lalu kembali untuk tertidur.

Baru beberapa menit memejamkan mata, ia kembali bermimpi. Terlihat Anan kembali bermimpi berada di kelas lagi. Ketika Anan duduk di kursi, tiba-tiba ada seorang siswa yang begitu nenyeramkan. Wajahnya tertutupi oleh rambutnya, dengan baju yang berlumuran darah.

"Tolong aku Anan..." lirih perempuan itu.

"Ka-kamu siapa?" tanya Anan dengan mulutnya uang sudah bergetar untuk berucap.

"Aku Sasa, tolong akuuu, tolong kuburkan jasadku secara layak. Kumohon... aku hanya ingin pergi dengan tenang," jelas perempuan yang bernama Sasa itu.

"T-ttapi siapa yang bunuh lo?" ucap Anan karna ia memang tidak begitu jelas melihat wajah pelaku itu.

Perempuan itu hanya melirih kesakitan. Terlihat dipelipisnya kini mengeluarkan banyak darah, membuat Anan merasa mual walau hanya dimimpi.

"Gue bisa bantu lo," ujarnya.

"T-tolong... datang ke kelas itu lagi. T-tolong... kubur aku secara layak," lirihnya lagi dengan mulut yang perlahan mengeluarkan darah segar.

Anan mengangguk cepat. Baru saja Anan ingin berbicara lagi, tiba-tiba Sasa menghilang.

Detik itu juga Anan terbangun dari tidurnya, sekarang ia begitu lelah sekali. Jam dindingnya menunjukan pukul 05:14 pagi. Ia beranjak turun dari kasurnya dan segara mengambil air wudhu.

Gadis itu langsung melaksanakan salat subuh. Selesai melaksanakannya, ia pun bersiap-siap berangkat kampus. Meskipun masih sangat pagi, tapi ia ingin mencari tau temtang jasad Sasa lebih jauh lagi. Apakah mimpinya itu benar?

Sesampainya di kampus, ia berlari masuk ke kelasnya. Suasana kampus masih sangat sepi, begitu juga kelasnya. Tapi ketika ia masuk kelas, ia melihat pak Udin sedang menyapu di kelas.

"Neng Anan, pagi gini udah datang," kata pak Udin disela-sela ia menyapu lantai.

"Iya pak," jawabnya.

"Memangnya ada apa, neng? Tumben pagi-pagi sudah datang?" tanya pak Udin dengan sangat heran. Sebab, jarang sekali ada yang datang se pagi ini.

Anan pun menceritakan semua kejadian yang dialaminya kemarin pagi, dan tadi malam. Awalnya pak Udin tak percaya, tapi gadis itu ingin membuktikan dengan cara membongkar lantai tersebut.

Pak Udin dengan sekuat tenaga menggali lantai tersebut, dengan satu cangkul miliknya.

"Astagfirullah.." ucap keduanya serentak. Mereka melihat mayat yang sudah memprihatinkan, dan benar. Hanya dibaluti oleh kain putih sesuai dimimpi Anan.

"Cepat, Neng. Telfon polisi," suruh pak Udin. Tanpa babibu, gadis itu mengeluarkan benda pipihnya dan segera menelfon polisi.

Bersambung...

Anantasya || Indigo [ REVISI ]Where stories live. Discover now