49. ULAH BOCIL

710 67 0
                                    

49. ULAH BOCIL

"Siapa sih, bikin gue kesel aja pagi-pagi gini?" ucapnya seraya melanjutkan mencuci piring yang akan selesai.

Tok tok tok

Baru saja Anan ingin berbalik untuk berjalan membuka pintu. Tiba-tiba...

"Dorr!" Anan terkejut dan menatap kedua bocah yang sudah mengagetkannya.

"Hahaha, you It's so funny when you're surprised, (Hahaha, kau lucu sekali jika sedang kaget,)" ejek Emely dengan tertawa, begitu pula Alex.

Anan menatap tajam kearah mereka berdua. "Dasar bocil ngeselin!" ucapnya dengan memakai bahasa indonesia, membuat mereka berdua saling menyeritkan alis.

"Or maybe you've knocked on the door several times? Come on, confess you! (Atau jangan-jangan, kalian yang sudah mengetok pintu beberapa kali? Ayok, mengaku kalian!)" Emely dan Alex mengangguk dan kembali tertawa.

Anan berdecak kesal. "Naughty boy! I was scared because of you. Whoops! (Bocah nakal! Aku tadi ketakutan karna kalian. Huft!"

"I'm sorry, Tasha. It's all because of Alex, he's the one who came up with the idea to scare you. (Aku minta maaf, Tasya. Ini semua karna Alex, dia yang mempunyai ide untuk menakutimu," ujar Emely menuduh Alex.

"Wait. Why me? Aren't you the one who invited me to work on it, (Tunggu. Kenapa aku? Bukankah kau yang mengajakku untuk mengerjainya,)" jawab Alex dengan melirik tak suka pada Emely. Sebab, yang mengajaknya untuk mengerjai Anan adalah Emely.

Anak itu sudah memfitnah pada Alex. Sedangkan Anan, dia hanya memutar bola matanya malas dengan kedua tangan yang ia lipat depan dada.

"Tasha, I'm sorry. Well, I was the one who invited Alex earlier. Please forgive me. I promise I won't work on you again, (Tasya, aku minta maaf. Yah, memang aku yang mengajak Alex tadi. Aku mohon maafkan aku. Aku janji tidak akan mengerjaimu lagi,)" ucap Emely dengan memasang raut wajah sendu.

Anan yang melihatnya langsung menghembuskan napas sebentar dan berjongkok menghadap Emely. "Okay, I forgive you. But remember, don't do things that piss me off. Or... I'll kick you out of my house (Oke, aku memaafkanmu. Tapi ingat, jangan melakukan hal yang membuatku kesal. Atau... aku akan mengusir kalian dari rumahku,)" jelas Anan dan mereka berdua mengangguk mengerti.

"We promise! (Kami janji!)" Keduanya serempak dengan memperlihatkan deretan giginya.

"Yes, I want to continue my work. You may go. (Yasudah, aku mau melanjutkan pekerjaanku. Kalian boleh pergi.)"

"Not. There's something I want to tell you, (Tidak. Ada yang ingin aku beritahu padamu,)" jawab Emely dan Aman mengerutkan keningnya.

"Please. (Silahkan.)"

"Alex and I have a duty to look after you. But, it's only temporary. There will come a time when we leave you, (Aku dan Alex mempunyai tugas untuk menjagamu. Tapi, itu hanya sementara. Akan ada saatnya kami pergi meninggalkanmu,)" ujarnya seraya melirik kearah Alex yang mengangguki ucapannya.

"Duty? Whose assignment, Em? (Tugas? Tugas dari siapa, Em?)" tanya Anan dibuat semakin bingung.

"You don't need to know. Erm... then we want to go. Otherwise our ears will overheat, (Kau tak perlu tahu. Emm... kalo gitu kami ingin pergi. Jika tidak telinga kami akan kepanasan,)" ucap Emlely lalu detik kemudian ia menghilang begitupun dengan Alex.

Yang dimaksud Emely telinga mereka akan kepanasan nanti, adalah sebentar lagi azan subuh akan berkumandang. Semua mahluk seperti mereka akan menjauh.

Anan yang mendengar azan subuh langsung mempercepat kegiatannya agar segera menjalankan ibadah.

***

Grup pegawai Cafe

Bu bos : Untuk semua saya ingin memberitahukan, jika hari ini Cafe ditutup dan lusa akan dibuka kembali seperti biasa. Selamat menjalankan ibadah puasa semua (emot love)

Sarah : Baik bu bos (emot senyum)

Ichaa : Siap bu!

Anda : Baik bu

20 pesan lainnya...

Sudah ada pemberitahuan jika hari ini Anan tidak masuk kerja sampai lusa nanti. Ia menghela napasnya jengah. Sekarang apa yang harus ia lakukan? Dia tidak ada kegiatan lagi.

"Ke rumah Desi aja deh," gumamnya lalu keluar dari kosan dan pergi ke rumah sahabatnya.

Lima menit kemudian...

Anan sudah tiba dan langsung mengetuk pintu rumah Desi. "Assalamualaikum, Desii," ucapnya dan tak lama pintu terbuka menampilkan sosok Desi yang sepertinya baru selesai mandi. Sebab, rambutnya masih basah.

"Waalaikum salam. Lah, bukannya lo bilang mau kerja yah. Kok ke sini?" tanya Desi seraya mempersilahkan Anan masuk.

"Tadinya sih gitu. Tapi, kata bos gue Cafenya ditutup sampe lusa. Makanya gue ke sini, gue bosen kalo di kosan sendirian," jelas Anan dan Desimal beroh ria.

Desi yang tengah mengeringkan rambutnya langsung berucap lagi. "Nan, lo temenin gue ke SMA Garuda yah. Soalnya ada berkas yang mau gue ambil di sana," ucap Desi membuat sekelebat ingatan terlintas dipikiran Anan.

Flashback on.

Berseragam putih abu-abu terasa paling menyenangkan dari SD-SMP. Masa puber tumbuh, berteriak sana-sini, mengagumi teman laki-laki dan perempuan dari yg biasa-biasa saja sampe luar biasa dan merupakan masa-masa pemberontakan.

Awal memasuki masa SMA, Anan selalu dihantui ketakutan luar biasa membayangkan wajah-wajah sangar Kakak kelas dan MOS (Masa Orientasi Sekolah), yang banyak aturannya siswa baru dan lucu bagi kakak kelas yang sok kuasa.

Sangat dan sangat menyebalkan, menjadi yang paling kecil sungguh tidak mengenakkan bagi Anan.

MOS telah selesai, siswa baru bisa bernapas lega akhirnya bisa lepas juga dari kakak kelas yang menyebalkan. Memulai segalanya dengan serba baru dari pakaian, sepatu, tas, sampai buku smuanya menguras dompet yang tidak sedikit. Eitss, tapi tidak apa-apa yg penting kita niat untuk brsekolah. Kata Anan sih.

Anan adalah salah satu dari murid baru tersebut. Ia tidak menonjol seperti anak-anak lainnya yang bisa di bilang Cuek dan biasa-biasa saja itulah Anan. Semuanya senang berteman dengannya karena menurut mereka, ia menyenangkan. Termasuk Desi, sahabatnya saat pertama MOS.

Satu teman yang paling dekat dengannya dan sudah menganggap seperti saudaranya sendiri. Dialah Desi, adalah sosok yang sangat menyenangkan buatnya.

"Upss, maaf-maaf lagi buru-buru soalnya," ucap Anan berlari ketika gugusnya sudah berkumpul di lapangan. Sehingga ia tak sengaja menabrak seorang perempuan berkacamata dan rambut yang dikepang dua.

"Nggak papa. Sini gue bantu," jawabnya seraya ikut berjongkok dan mengumpulkan buku-buku Anan yang terjatuh dilantai.

Itulah Desi, perempuan culun yang kini berubah drastis. Bisa dibilang udah glow up lah.

"Makasih. Oh yah, kenalin gue Anantasya. Lo bisa panggil gue Anan," katanya dengan mengulurkan tangan untuk mengajaknya berkenalan.

"Gue Desi."

"Ohh... Desi. Btw, lo gugus berapa?" tanya Anan kepada Desi yang tengah memperbaiki kecamatan yang melorot ke bawah.

"Gue gugus tiga. Kalo lo?" Mereka mulai membuka percakapan.

Bersambung...

Anantasya || Indigo [ REVISI ]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora