36. SOSOK ANAK KECIL

861 95 2
                                    

36. SOSOK ANAN KECIL

"Mom! Oh my god! I'm so love train, so beautiful. I hope I can touch this train! (ibu! Ya Tuhan! Aku sangat cinta dengan kereta, sangat cantik. Aku berharap aku bisa menyentuh kereta itu!)"

"Aha... I hope so honey. (aha... Aku juga berharap begitu sayang.)" Ibunya menjawab sambil mengelus surai rambut anaknya.

"Ehm. Hello?" Anan berusaha menyapa, namun seakan mereka tidak mendengarkannya.

"Let's go honey. (ayo sayang.)" Ibunya memanggil anak itu. Anak itu mengangguk dan mereka berjalan melewati rel kereta api itu.

"Mom? I can wait this train? (ibu? Bisakah aku menunggu kereta ini?)" Anak perempuan itu menunjuk kereta.

"Sure... (tentu)" Saat kereta itu hampir terlihat gerbong belakangnya, anak itu mengejar kereta tersebut.

"Wait!!! Wait Emely!!! Wait!!! (tunggu!!! Tunggu Emely!!! Tunggu!!!)" Ibunya mengejar anak itu.

Namun, anak itu berlari dengan cepat dan ia berada di dekat gerbong depan kereta. "Mom! I can touch train!!! Hoo... (ibu! Aku bisa menyentuh kereta!!! Ho...)" belum selesai anak itu berteriak gembira, kereta itu menyerempetnya.

Anan hanya menatap anak perempuan itu, tak terasa matanya meneteskan air mata. "Emely!!" Ibunya terlihat histeris seraya memanggil-manggil nama anaknya.

Detik itu pula Anan terbangun, serta napas yang tak karuan. Anan pun memilih untuk menghirup udara segar di malam hari.

"Hey you!!!" Seseorang memanggil Anan. Ia hanya celingak-celinguk mencari orang yang memanggilnya.

Emely, yah anak perempuan itu kini sudah berada di depan Anan. Wajahnya yang pucat serta senyuman yang terukir pada bibirnya.

Detik kemudian, anak itu menghilang dan tiba-tiba saja Desi datang dan menepuk pundaknya. "Malam-malam gini bukannya tidur malah diem di sini," ucap Desi membuat Anan menyengir.

"Ayo, masuk. Biar besok nggak telat bangun," sambungnya dan Anan pun mengangguk mengiyakan. Lalu mereka masuk ketenda untuk melanjutkan tidurnya.

***

Pukul 03.30 dini hari, Anan membangunkan kedua temannya. "Bangun, wei! Udah pagi nih!" Anan mengguncang tubuh Desi dan Sarah secara bersamaan.

"Ngghhh..." lengah Desi yang tak kunjung membuka matanya, membuat Anan menggeleng.

"Lo nyenyak banget tidurnya, gue malah kebangun gara-gara banyak nyamuk," ujar Sarah dengan menggaruk tangannya yang gatal akibat nyamuk.

"Nyenyak dari hongkong! Gue juga kebangun kali. Yaudah buruan bangun, ada yang mau ikut mandi nggak?" tanya Anan yang kini menggandeng handuk, sabun dan sikat giginya.

"Gue sama lo aja yang mandi dulu, nanti Desi belakangan aja!" seru Sarah lalu bangkit dan ikut mengambil handuknya.

"Nah, bener tuh. Mending kalian aja dulu, gue masih pengen sambungin mimpi indah gue ini," kata Desi yang tak lama terhanyut kembali di dalam mimpi.

Anan dan Sarah pun berjalan pergi ke WC milik salah satu rumah warga di hutan itu. Jaraknya lumayan jauh, membuat keduanya menyempatkan diri untuk mengobrol sambil melangkah.

"Ih... kok gelap gini sih? Nggak ada lampu yah, gue kan takut," ujar Sarah dengan memegangi punggung Anan.

"Sar, geli tau..." Gadis itu merasakan sensasi geli yang membuatnya hampir tertawa terbahak-bahak.

Wacana tersebut sangat gelap dan lumayan menyeramkan, membuat keduanya bergidik ngeri.

Mereka berdua berjalan menuju WC yang hampir dekat. "Gue dulu atau lo?" tanyanya dan Desi mengangkat dua jarinya.

"Hah? Mandi berdua gitu? Ih, ogah gue!" lanjutnya membuat Desi mengerucutkan bibirnya.

"Yah, Nan. Gue kan takut kalo mandi sendiri. Mandi bareng aja yah, please." Gadis itu kembali memohon dan tetap saja mendapat penolakan dari Anan.

"Udah, mending lo mandi duluan sana. Biar gue yang jaga di sini." Anan berucap lalu mendorong Desi agar ingin masuk ke WC tersebut.

Setelah hampir lima menit lebih Anan menunggu, akhirnya Sarah pun selesai dan keluar. "Nah, gue udah mandi. Lo cepetan yah, gue takut nunggu sendiri di luar." Anan mengangguk lalu masuk ke WC dan segera mandi.

Mereka menggigil, sebab mandi dipagi buta seperti ini. "Sumpah dingin banget," ucap Anan setelah selesai mandi.

"Lo sih ngajak mandi pagi-pagi gini. Udah tau dingin, malah ngajak gue," ketus Desi memutar bola matanya malas, sedangkan Anan ia berdecak sebal.

"Lah, salah sendiri pengen ikut. Udah ah, kita balik ketenda." Keduanya pun pulang ketenda. Selama diperjalanan Anan merasa ada yang mengikutinya dari belakang. Ia menoleh, tapi tak ada siapa-siapa.

***

Setelah semuanya salat subuh, mereka pun memasak bersama-sama untuk sarapan paginya.

Reyna, Putri, Siska, Sarah, Desi dan Anan menyiapkan beberapa bahan untuk memasak nasi goreng, minuman, dan gorengan. Bahan yang paling utama adalah nasi, Anan dan Desi sudah memasak nasi dari tadi subuh.

"Kita mau cari kayu bakar dulu yah!" teriak Agas pada kaum hawa yang tengah sibuk dengan kegiatannya.

"Iya," jawabnya serempak.

"Awas, nanti jangan kangen," ucap Roy dengan menaik turunkan kedua alisnya.

"Dih, najis amat! Buruan sana cari kayunya," balas Putri memasang raut wajah jijik.

"Iya-iya." Para laki-laki itu pun pergi mencari kayu yang jaraknya tak jauh dari tenda.

Selang beberapa menit, sayuran, buah pisang untuk cuci mulut, bumbu-bumbu nasi goreng dan telur kini telah disiapkan. Nathan, Roy, dan Agam juga sudah datang dan membawa kayu untuk masak nanti.

Untuk membuat Ball Choco, mereka hanya memerlukan cokelat batang, cokelat bubuk, gula halus, wafer cokelat, cokelat putih, dan cetakan bola-bola kecil.

Cara membuat Ball Choco sangat mudah, hanya perlu mencairkan cokelat batang, lalu didiamkan beberapa saat, kemudian campurkan cokelat bubuk+gula halus+wafer yang dipatahkan kecil-kecil dan memasukkan semua itu di dalam cetakan bola kecil, setelah dingin, cairkan cokelat putih, lalu oleskan cokelat putih yang sudah cair di atas Ball Choco.

Mereka melakukannya dengan kompak, sampai akhirnya semua hidangan sudah siap untuk disajikan.

"Enak banget nasi goreng buatan kamu, Nan," ucap Reyna tak lupa mengunyah makanan yang ada dimulutnya.

"Enggak lah, kak. Kan kita buatnya bareng-bareng," jawabnya yang memang membuat nasi gorengnya bersama-sama.

"Iya, tapi kan responnya dari kamu," kata Reyna dan diangguki pula oleh Putri yang kini tengah menyantap makanannya.

"Nanti ajarin aku yah, kak." Kali ini Siska yang berbicara. Entah kenapa Desi mengajak gadis itu yang kini masih SMA kelas 11. Mungkin karna Siska dan Desi tetanggan, jadi dia mengajaknya.

Anan tersenyum kaku. "Iya, nanti gue ajaran," sahutnya lalu melanjutkan kembali acara makannya.

Setelah selesai menikmati nasi goreng, kini mereka beralih ke Ball Choco dan pisang goreng yang masih panas itu. Mereka menikmatinya sambil mendengarkan Nathan dan Agam bernyanyi. Suaranya merdu, diiringi pula oleh Nathan yang kini tengah bermain gitar.

Semuanya bernyanyi, dan sesekali tertawa ketika mendengar Rio yang ternyata memiliki suara yang fales. Tanpa disadari seseorang tengah memperhatikan mereka dari kejauhan dengan tersenyum.

Bersambung...

Anantasya || Indigo [ REVISI ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang