68. KESURUPAN

573 53 1
                                    

68. KESURUPAN

Selang beberapa waktu ...

"Oh iya, kita mampir ke rumah gue dulu yuk. Soalnya ada barang yang mau gue ambil," ujar Bima seraya menyetir mobil.

Rumahnya memang sekitaran sini, tapi sudah lama tak berpenghuni. Bima, Dika, Fira, Desi dan Nisa mengangguk mengiyakan, sedangkan Anan, ia tak mengangguk. Anan hanya ragu, bagaimana jika ia bertemu dengan hantu yang sangat negatif di sana.

Selang beberapa menit, mereka pun tiba di rumah Bima yang lumayan besar. Dari luar saja sudah terlihat sangat seram, bagaimana di dalamnya.

"Eh, gue tunggu dimobil aja yah. Gue takut masuk ke dalem" ungkap Anan kepada mereka.

"Beneran?" tanya Dika ragu.

"Iya."

"Yaudah, kalo gitu kita masuk yah Nan. Bentar doang kok."

"Eh, gue di sini aja bareng Anan," beo Fira, membuat mereka menoleh bersamaan.

"Yaudah, kita berempat masuk dulu." Bima berucap, lalu mereka pun keluar dari mobil dan segera masuk ke rumah itu.

Sementara Anan dan Fira, mereka memilih memainkan ponselnya sambil menunggu keempat temannya. Anan merasa hawa di dalam mobil semakin panas, membuat dahinya berkeringat.

"Ra, lo ngerasa gerah juga gak?" tanyanya, pada Fira yang tengah sibuk menonton vidio.

Fira menatap Anan dengan kening yang berkerut, perasaan cuaca sekarang sedang dingin, terlebih lagi baru selesai hujan deras tadi malam. Bahkan jalanan yang berlubang juga masih menyisakan genangan air.

"Dingin-dingin gini lo bilang gerah? Gak salah tuh," ucap Fira lalu kemudian membuka jendela mobil agar angin bisa masuk. Dan jangan lupakan AC mobil yang ia naikkan karna tak tega melihat wajah Anan terus mengeluarkan keringat.

"Gimana? Udah gak gerah lagi kan?" tanya Fira, namun Anan menggelengkan kepalanya.

"Masih. Huh, kenapa ya, badan gue kok jadi panas gini?" Anan mengibas-ngibaskan bajunya dan dibantu oleh Fira yang kini duduk di sampingnya. "Leher gue juga jadi kering gini sih?"

Tangan Anan beralih meremas kepalanya sendiri karna tiba-tiba saja rasa pusing kembali menyerangnya. "Shhh... arghh.. kepala gue juga jadi sakit banget."

Fira dibuat gelagapan, ia bingung harus apa. "Bentar, gue ambilin lo minum dulu." Fira kemudian mengambil air mineral yang berada di jok belakang. Ia mulai mengeluarkan isi paper bag miliknya yang ia bawa tadi, sampai akhirnya ia menemukan air minum tersebut.

"Nih, Nan-" ucapan Fira sontak terhenti kala melihat sahabatnya itu hanya diam dengan tatapan lurus ke depan. "Kok diem? Udah gak panas lagi?" lanjutnya, sambil memeriksa dahi Anan.

Aneh, kening Anan malah jadi sangat dingin saat disentuh. Fira meneguk ludahnya kasar ketika Anan tak berkedip sama sekali, ia juga melihat bola mata Anan menghitam, bersamaan dengan rambutnya yang memanjang dan memutih.

"Nan, please jangan buat gue takut," lirih Fira sambil memundurkan tubuhnya, bersiap untuk keluar dari mobil.

Tiba-tiba Fira merasakan aroma busuk mulai menyeruak masuk ke penciumannya, dan itu berarti berasal dari kulit Anan yang semakin lama berubah keriput. Nyali Fira semakin menciut kala Anan beralih menatapnya dengan tajam. Tubuhnya terasa kaku saat digerakkan, bahkan mulutnya juga terasa berat untuk sekedar berucap sepatah kata pun.

"Lagi ngapa neng kene?" Fira dapat mendengar suara serak dan berat yang keluar dari mulut Anan. Ia semakin ketakutan, terlebih lagi ketika Anan menyentuh tangannya.

Tanpa Fira ketahui sosok anak kecil yang belakangan ini sering datang menemui Anan justru tengah berdiri di sampingnya.

"Keluar dari tubuh temanku!" katanya, walaupun masih kurang tepat dalam menggunakan bahasa Indonesia.

"Ora bakal. Amarga awak iki bakal dadi duwekku." Fira kebingungan saat mendengar ucapan Anan yang tiba-tiba.

Hampir lima menit kedua sosok itu mengobrol, dan Fira sendiri tidak tahu apa yang mereka katakan, akhirnya teman-teman mereka pun datang. Fira menghela napasnya lega, dan terus memaksa tubuhnya untuk bergerak.

"Lho, kalian kenapa?!" tanya Desi sambil membuka pintu mobil. Mereka kebingungan melihat Fira yang hanya diam, dan Anan yang mengoceh dengan seseorang entah dengan siapa.

"Mhhggue... j-juga.. g-gak t-au... An-an kena-pa," ucap Fira tidak jelas.

Bima dan Nisa langsung mengerutkan kening, ketika melihat Desi mengambil sesuatu dari saku baju milik Anan yang dibaluti oleh kain hitam. "I-itu apa, Des?" tanya Bima kala ia melihat isi dari kain tersebut.

"Ini tuh serbuk ajaib. Anan biasa make ini kalo ada sosok jahat yang datengin dia, atau bisa juga nolongin sosok yang butuh bantuan." Desi mulai menaburkan serbuk itu pada Anan, namun jika dilihat lebih lama lagi, itu sudah bukan Anan, melainkan nenek-nenek berumur 60 tahun lebih yang berhasil menguasai tubuh Anan.

"Arghhh... Mandheg! Panass! Panass!!" Tubuh Anan menggeliat dan diiringi pula oleh raungan-raungan yang keluar dari mulutnya.

Tak lama dari itu, tubuh Anan tersentak dan langsung tidak sadarkan diri. Melihat itu, mereka langsung panik, takut jika terjadi apa-apa pada Anan. Perlahan juga, tubuh Fira sudah bisa ia gerakkan lagi dan mulutnya bisa berucap kembali.

"I-ini Anan kenapa?" tanya Nisa panik.

"Huh, kalian semua tenang. Sekarang Anan udah baik-baik aja, sosok yang ada di tubuh dia juga udah keluar. Mending sekarang kita pergi dari sini, sebelum terjadi sesuatu lagi sama Anan." Bima langsung mengangguk dan segera naik ke mobil.

Mereka kemudian meninggalkan tempat tersebut. Sambil menunggu Anan yang tak kunjung bangun, mereka mulai mengobrol tentang kejadian tadi, dan dengan sabar Desi mulai menjelaskan satu persatu.

"Anan itu punya sosok kakek pelindung yang selalu jagain dia, bukan cuma itu, dia belakangan ini juga lagi deket sama sosok anak kecil yang gak sengaja ia temui pas acara camping waktu itu."

Semuanya mendengar cerita Desi dengan seksama. "Terus, serbuk itu?" tanya Dika tanpa mengalihkan pandangannya ke depan.

"Serbuk ajaib itu pemberian kakeknya Anan. Dan seperti yang gue bilang tadi, Anan bisa bantu sosok yang menurutnya perlu di bantu dengan menggunakan serbuk itu."

Belum lama Desi menjeda ucapannya, terdengar lenguhan yang keluar dari mulut Anan. Perempuan itu menatap teman-temannya yang kini memandanginya penuh khawatir.

"Lo gak papa kan, Nan?" tanya Fira lalu menyodorkan minuman pada Anan.

"Gue gak papa, cuma pusing dikit aja." Anan menjawab, kemudian meneguk beberapa kali air minum yang diberikan oleh Fira.

"Lo bikin gue takut tau gak, Nan," kata Fira dengan bibir yang melengkung ke bawah.

"Maaf, soalnya gue juga gak tau kalo sosok itu bakal masuk ke tubuh gue."

Fira memeluk tubuh Anan dari samping. "Gak papa. Yang penting sekarang kamu udah baik-baik aja."

"Iyaa."

Pikiran Anan masih tertuju pada rumah itu. Ia yakin, Rama pasti pernah tinggal di rumah tersebut. Sebab, tiba-tiba saja ia mendapat penglihatan...

Bersambung...


Anantasya || Indigo [ REVISI ]Where stories live. Discover now