65. DIKA?

466 36 1
                                    

65. DIKA?

Walaupun tadi ia sudah berucap terima kasih, tapi sepertinya itu belum cukup.

Ia mengambil secarik kertas pemberian Dika yang berisikan nomer HPnya. Pesan singkat mulai ia ketik.

Dika, sekali lagi makasih udah nolongin gue hari ini. By Anan.

Segera ia kirimkan SMS itu pada Dika. Tapi... ia tidak menyangka, Dika langsung meneleponnya.

"Halo, Anan."

"Iya, ada pa?"

"Gak papa, aku mau nelepon kamu aja. Aku pikir kamu ga akan ngehubungin aku."

"Oh iya, makasih ya udah nolongin aku. Dan maaf udah ngerepotin kamu."

"Ia, sama-sama. Kamu ga ngerepotin aku sama sekali. Yaudah kalo gitu kamu banyak-banyak istirahat yah. Biar cepet sehat."

"Iya, makasih." jawabnya lalu menutup telepon dari Dika.

Semenjak pertemuannya waktu itu, membuat Anan dan Dika semakin dekat. Mereka saling menanyakan kabar dan belajar bersama. Dan Disa juga tetap ikut, karna dia sudah menjadi sahabat Anan.

***

Dua hari kemudian...

"Berasa lama banget sih tadi?!" tanya Desi saat mereka baru saja keluar dari kelas.

"Iya lama banget. Antriannya panjang banget lagi, duduk dulu yuk," ajak Anan lalu menarik lengan Desi untuk duduk disalah satu meja sembari menunggu antrian berkurang.

Selang beberapa waktu, teman-teman Anan yang lain pun ikut bergabung. Sampai akhirnya terjadilah perkumpulan kelompok siswi-siswi bergosip.

Suara deheman membuat mereka terdiam dan serempak menoleh ke sumber suara. "Buat kamu," ucap laki-laki itu mengulurkan sebatang coklat berukuran sedang.

Tunggu dulu, pandangannya mengarah pada Anan. Apa untuk Anan? Tapi, gadis itu masih saja diam sampai sebuah senggolan membuatnya tersadar. Desi menyenggolnya yang kini duduk disamping Anan.

"Buat gue nih?" tanya Anan menunjuk dirinya sendiri.

"Iya, terima yah." Anan pun meraih coklat itu dan segera berucap terima kasih pada Dika. Tumben sekali anak itu memberinya coklat, padahal awal-awal mereka bertemu, keduanya terlihat masih agak kaku.

"Oh iya, makan bareng yuk. Boleh kan?" ucap Dika lalu beralih pandangan kearah teman-teman Anan. Mereka hanya mengangguk ragu, lagipula Dika hanya mengajak Anan makan bareng, bukan mengajaknya ke pelaminan dadakan.

Tanpa pikir panjang Anan pun ikut duduk satu meja dengan Dika. "Kamu mau makan apa, hm?" tanyanya membuat Anan ingin meninggoy. Karna, ucapan Dika sungguh berdamage baginya.

"Emm... samain aja sama lo," jawab Anan dan Dika langsung memesan gado-gado.

"Bik, saya pesan dua gado-gado yah," kata Dika kepada Bik Jun.

Wanita paruh bayah itu hanya mengacungkan jempolnya pada Dika. "Siap, den! Ditunggu ya," sahutnya lalu mulai membuatkan pesanan mereka.

Beberapa menit kemudian, pesanan mereka pun datang. Keduanya langsung menyantap makanan masing-masing. Baru kali ini Anan makan berdua bersama laki-laki.

Sambil menyendok makanan ia terus berfikir. Ada angin apa Dika mengajaknya makan berdua? Tapi... kenapa tangannya tiba-tiba gatal?

Pandangan Anan tertuju pada lengannya yang kini terdapat bintik-bintik merah. Dengan cepat ia melirik kearah makanannya. Ah, sial! Kenapa ia sangat ceroboh? Iya kan alergi dengan kacang.

"Kenapa, Nan?" tanya Dika ketika melihat lengannya dipenuhi bintik-bintik merah.

"Kamu alergi kacang?" lanjutnya mulai panik dan Anan mengangguk mengiyakan.

"Ya ampun... aku minta maaf yah. Ayo aku antar ke UKS." Dika langsung menarik tangan Anan menuju UKS.

Rasanya Anan ingin pingsan saja. Biar Dika menggendongnya dua kali. Eh, pemikiran apa itu?

Genggaman tangan Dika seketika membuat gatal pada tangannya hilang. Untuk pertama kalinya ia digenggam sama laki-laki. Jadi gini rasanya?! Hangat, nyaman, dan debaran jantungnya kenapa jadi secepat ini? Masa gini doang ia serangan jantung? Kan nggak lucu woy!

"Sebentar yah, aku panggil dokter dulu," kata Dika lembut dan keluar untuk mencari dokter.

Seperginya Dika Anan terus saja menceramahi dirinya sendiri. Masa makan kacang aja alergi? Kan malu sama Dika!

"Perasaan pas awal ketemu Dika, nih jantung aman-aman aja deh. Ini kenapa jadi gini jantung gue?" tanyanya pada diri sendiri.

Akhirnya Dika pun datang bersama dokter yang sudah siap memeriksa Anan. Ujung-ujungnya Anan disuruh minum obat setelah dokter berjilbab itu memeriksanya. Rasa kantuk kini menghampiri Anan dan menguap beberapa kali.

"Istirahat aja, biar aku jagain," ujar Dika sebelum Anan benar-benar tidur.

Bersambung...

Anantasya || Indigo [ REVISI ]Where stories live. Discover now