42. BELUM JUGA PERGI

694 84 0
                                    

42. BELUM JUGA PERGI.

"Hihihi.."

Suara tawa itu kembali, mereka semua langsung saja mendongak ke atas. Ternyata hantu itu ada di langit-langit atap tepat diatas mereka.

"Aaaa..!!" teriak Roy ketakutan sekaligus terkejut. Mereka semua lantas lari memencar saking takutnya.

Dengan cepat Anan dan Desi berlari ke arah dapur. Ia tidak tahu dimana Nathan, Roy dan juga Agam bersembunyi. Mereka semua terpisah, untung Anan masih bersama dengan Netha.

Keduanya mengatur nafas karna lelah berlari. " "Kita harus gimana nih?" tanya Desi dengan sedikit mengeluarkan air mata, ya gadis itu menagis.

Anan diam, ia juga tidak tahu apa yang harus ia dilakukan. Ia memilih memeluk Desi menenangkannya, seraya menepuk nepuk punggungnya pelan.

"Hihihi..." Tawa itu kembali terdengar, mereka berdua menoleh-noleh mencari asal suara tersebut. Tidak, dia tidak ada.

Diwaktu yang sama, Nathan dan juga Agam berlari menuju ruang keluarga. Mereka berdua bersembunyi dibalik sofa yang berukuran besar. "Tuh hantu udah hilang belom sih?" tanya Agam dengan menyembunyikan tubuhnya dari balik sofa.

"Gue juga nggak tau," jawab Nathan singkat. Setelah itu, ia menarik Agam agar ikut berdiri.

"Mau kemana?" tanyanya dengan kening mengerut

"Nyari Anan sama adek gue lah. Kayaknya mereka tadi lari ke dapur," sahut Nathan lalu mereka pun menghampirinya di dapur.

Anan masih menenangkan Desi, dari tadi dia masih menangis ketakutan. Tiba-tiba ia melepas pelukannya lalu mengusap air matanya. "Maaf ya, kalo aja gue nggak maksa lo tadi. Semuanya nggak bakal kayak gini," ucap Desi sambil menunduk.

"Udah Des, jangan salahin diri sendiri. Mending kita diem di sini, dan jangan sampe hantu itu nemuin kita," ujar Anan menenangkan gadis itu.

"Anan! Desi!" teriak Nathan yang datang bersama dengan Agam.

"Kalian nggak papa kan?" tanyanya panik.

"Iya, kita gak papa kok," jawab Anan dan diangguki pula oleh Desi.

"Loh? Roy kemana?" tanya Anan setelah mengetahui hanya mereka berdua saja yang menyusul.

"Gue juga gak tau dia dimana. Soalnya gue cuman bareng sama Agam tadi," jelas Nathan. Anan menghela napas sebentar. Bagaimana jika terjadi sesuatu pada Roy?

Mereka semua masih hening. "Gimana kalo kita cari aja si Roy?" usul Agam dan semuanya mengangguk setuju.

"Ada yang bawa hp nggak? Buat senter," tanya Nathan kepada mereka.

"Hp gue ada di kamar Desi bareng hpnya," jawab Anan. Memang benar, ia lupa membawa hpnya tadi.

"Yaudah nih, pake hp gue aja. Tapi, tinggal dikit baterainya," ujar Agam sambil mengeluarkan hpnya dan menyalakan senter tersebut.

"Yaudah yuk, kita cari di lantai bawah dulu. Kalo ga ada kita nyari di lantai atas," usul Desi dan diangguki oleh semuanya.

Mereka mencari Roy bersama-sama dengan memanggil namanya. Tapi, tidak ada sahutan sedikitpun dari laki-laki itu. Mereka sudah mencari Roy di lantai dasar, mengecek seluruh ruangan yang ada di lantai dasar. Tapi Ia belum juga ketemu.

"Roy gak ada di sini, kita cari di lantai atas aja," ucap Nathan. Kemudian, mereka semua bergegas ke lantai atas, satu persatu anak tangga mereka lewati dan akhirnya sampai di lantai atas.

Mereka semua berteriak memanggil Roy sambil mengecek ruangan-ruangan. Saat berasa di depan salah satu pintu, semuanya mendengar ada yang meminta tolong.

"Eh, itu suaranya Roy bukan sih?" tanya Agam dan ketiganya mengangguk.

"Iya, itu pasti Roy," sahut Agam.

"Roy lo di dalem?!" teriak Agam seraya mengedor-ngedor pintu tersebut.

"Dobrak aja lah, Gam," usul Desi dan Nathan pun membantu mendobrak pintu tersebut. Setelah didobrak terlihat Roy yang sedang ketakutan.

"Jangan ada yang ke sini," lirihnya yang masih samar samar terdengar ditelinga mereka.

Nathan dan Agam hendak menuju ke arah Roy, tapi...

"Hihihihi..."

Sosok yang tadi kembali muncul, sosok itu berada tepat diatas Roy. "Kalian tidak akan bisa membawanya pergi hihihihi..." ucap sosok itu dengan tawa jahatnya.

Agam ingin mendekat lagi kearah Roy, namun laki-laki itu tiba-tiba melayang lalu terlempar ke tembok. Membuat mereka semua terkejut dan menyebutkan nama Roy bersamaan.

Roy sepertinya akan kehilangan kesadaran, akan tetapi tiba-tiba saja ia membuka mata sambil tertawa. Tawa itu bukan suara Roy, sepertinya ia sedang kesurupan.

Roy perlahan menghampiri Agam dengan tawa yang masih belum reda. Ia langsung mencekik leher Agam tentu saja itu membuat semuanya menjerit ketakutan. Nathan yang berada di dekatnya pun langsung melepaskan tangan Roy dari leher Agam.

Hal itu membuat Roy semakin geram, ah lebih tepatnya roh yang merasuki Roy. Ia kembali melayang di atap dan tertawa.

Nathan membisiki Anan agar ia dan Desi bisa meminta pertolongan. Dengan cepat mereka mengagguki permintaan Nathan. Mereka berdua perlahan-lahan menjauh dan keluar dari kamar.

Tak lama sekelebat asap hitam datang menghampiri mereka. Syukurlah, akhirnya Kakek berjubah hitam itu datang diwaktu yang tepat.

"Kek, tolong temen saya. Mereka ada di dalem," ucap Anan dan mendapat anggukan dari Kakek tersebut.

Mereka pun masuk ke rumah tersebut. "Dimana temanmu?" tanya kakek itu, Pradipta.

"Ada di kamar lantai atas Kek," jawabnya dan tanpa berlama-lama mereka pun berjalan menuju ke lantai atas.

Sesampainya di lantai atas mereka semua langsung menuju kamar tersebut. Yang ternyata adalah kamar milik Nathan. Hal yang pertama kali mereka lihat adalah Roy yang sedang mencekik Agam.

Kakek tersebut langsung menghampiri Roy dan seperti membisikkan sesuatu. Setelah ia membacakan sesuatu, Roy tiba-tiba saja pingsan. Desi langsung menghampiri Agam yang terbatuk-batuk, dan Anan menghampiri Nathan yang kini telah pingsan di pojok ruangan.

Hantu itu kembali dan melayang, dengan cepat Anan menyeret Nathan agar menjauh. Hantu itu sepertinya marah.

Pradipta mengarahkan tangannya ke hantu itu dan membacakan sesuatu. Detik kemudian, hantu itupun langsung pergi.

Mereka semua langsung menghampiri Kakek berjubah hitam tersebut. "Dimana papan itu? Kalian harus membakarnya, karna bagaimana pun papan itu adalah peranatara kalian dengan roh itu," tanya Pradipta kepada mereka.

"Ada di lantai bawah," jawab Anan sendiri. Semuanya pergi menuju lantai bawah, soal Roy yang pingsan ia dipapah oleh Desi dan juga Anan, sedangkan Nathan dia sudah sadar.

Saat sudah sampai bawah mereka langsung mencari papan tersebut. "Ini papannya," ujar Anan sambil memegang papan ouija tersebut.

"Than, bakar gih," suruhnya, Nathan pun mengangguki. Ia segera membakar papan ouija tersebut sampai habis.

"Sekarang hantu itu sudah pergi. Dan lebih baik malam ini kalian semua menginap di sini" ujar Pradipta dan yang lainnya mengangguk mengiyakan.

"Ingat, jangan pernah main seperti ini lagi" ucap Kakek itu dan detik kemudian ia menghilang entah kemana.

"Ayo, kita obatin luka Roy dulu," kata Desi. Kemudian, mereka pun mengobati Roy yang belum juga sadar.

Bersambung...

Anantasya || Indigo [ REVISI ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang