46. TETANGGA BARU

691 78 0
                                    

46. TETANGGA BARU

Pagi itu Anan berada di halaman rumahnya yang tengah menyapu sambil bersenandung. Tiba-tiba seekor kucing lucu menghampirinya dan mengusap-usap bulunya pada kaki Anan.

"Maaf yah, kucing ini agak bandel. Dia memang suka bertemu dengan orang baru," ucap seseorang yang datang menghampiri Anan.

"Nggak papa. Gue juga suka kok sama kucing," jawabnya dengan mengusap kucing berwarna coklat itu.

"Wah, kau baik sekali. Oh iya, boleh aku berkenalan denganmu?" tanya perempuan itu dengan mengulurkan tangannya.

"Boleh. Nama gue Anan, kalo lo?" Anan membalasnya.

"Namaku Gea, aku baru pindah diarea sini."

Perbincangan mereka hanya sebatas perkenalan. Umur mereka juga tidak jauh, hanya beda setahun. Sampai akhirnya, Gea tampak terburu-buru setelah berhasil menangkap kucingnya yang lucu ia pamit pergi.

Ia menghilang di sebuah tikungan, yang mungkin saja tikungan itu adalah jalan menuju ke arah rumahnya. Anan hanya mengacuhkan bahunya, dan kembali melanjutkan kegiatannyayang tertunda.

Sore hari mereka bertemu lagi. Kali ini diperantarai oleh matahari, Anan sedang duduk di depan rumahnya sambil membaca buku. Ketika sedang santai membaca, lagi-lagi ia melihat Gea sedang mengejar seekor kucing.

"Ayolah, Mumu! Jangan main jauh-jauh! Nanti kamu hilang!" teriak Gea setelah berhasil menangkap kucingnya.

"Kucing lo nggak bakal hilang kok. Paling si Mumu mainnya cuman disekitaran sini," ujar Anan sembari melangkah menghampiri Gea.

Mereka pun berbincang-bincang akrab. Gea tampak antusias menceritakan tentang kucing-kucingnya. Dan Anan hanya mendengarkan kata demi kata yang Gea ucapkan.

Selang beberapa waktu, Gea pun berpamit pulang. "Aku pulang dulu yah, nanti kapan-kapan aku mampir lagi," kata perempuan itu seraya mengangkat bokongnya dari kursi.

"Iya, ajak Mumu juga yah," balasnya dan Gea mengangguk cepat.

***

Hujan turun sangat deras, bagai tercurah dari langit. Serta udara dingin yang seakan menggigit membuat Anan malas beranjak. Ia hanya duduk diam memeluk lutut menatap butiran air yang jatuh di halaman, yang sesekali tertiup angin lalu memercik pada kaca jendela membentuk butiran embun.

Jarum jam belum menunjukkan angka enam dengan sempurna, ketika terdengar suara erangan kecil dari balik pintu.

Itu Mumu. Kucing kesayangan Gea. Ia hafal betul suaranya. Kucing gendut dengan bulu yang lebat.

Buru-buru ia beranjak dari tempat duduk dan berjalan ke arah pintu. Sempat terlintas dalam pikirannya, Mumu pasti tidak datang sendiri. Ada Mumu, pasti akan ada Gea. Karna kan itu kucing kesayangannya.

Tapi ternyata ia salah. Saat daun pintu terbuka yang dilihat hanya Mumu. Tidak ada Gea bersamanya.

Mumu melompat ke dalam pangkuan Anan ketika ia berjongkok mengelus bulu-bulu halus di sekitar punggung dan lehernya.

"Gea mana, Mu? Kok sendirian di sini?" Gadis itu bertanya sambil melirik sekitar.

Seolah mengerti kata-katanya, Mumu mengeong panjang. Sementara kedua mata lentik Anan tertuju ke arah jalanan. Berharap itu adalah Gea yang datang dengan hanya memakai piyama, menyusul kucing kesayangannya.

Namun hingga hujan mereda, Mumu tertidur pulas di dekat kaki Anan. Sedangkan Gea, tak juga ada tanda-tanda perempuan berambut piramg itu bakal muncul.

Entah karena pengaruh udara dingin, atau karena bosan tidak melakukan aktivitas apa-apa, tanpa terasa is pun ikut terlelap.

Matanya baru terbuka ketika terdengar seseorang mengetuk pintu berkali-kali. Ia bangkit dan membuka pintu kosannya.

"Permisi, apakah ada seekor kucing yang tersesat ke rumah ini?" Seorang perempuan yang usianya lebih tua dari Anan, berdiri di ambang pintu.

"Kucing tersesat? Mmm... maksudnya kucing itu?" Anan membuka pintu lebar-lebar seraya menunjuk ke arah Mumu yang masih tertidur pulas.

"Oh iya, benar sekali! Itu kucing saya!" Perempuan tak ia kenal itu berseru gembira. Dan seruannya itu sontak membuat Mumu terbangun. Kucing itu menggeliat sebentar lalu berlari menyongsong tamu yang berdiri di hadapan Anan.

"Oh, Mumu sayang. Ke mana saja kamu selama ini?" Perempuan itu membungkukkan badan begitu Mumu sampai di dekat kakinya.

"Menghilang? Mumu nggak hilang. Ia biasa datang ke sini dengan... Gea," gumamnya namun tetap didengar oleh perempuan itu.

Mendengar nama Gea disebut, sembari menggendong Mumu perempuan di hadapannya itu mengernyitkan alis.

"Gea?" tanyanya dan Anan mengangguk mantap.

"Iya, Gea. Yang punya kucing ini!"

"Mana mungkin? Mumu ini kucing saya, saya baru membelinya sebulan yang lalu. Kami juga baru pindah di sini, dan itu rumah saya." Perempuan itu menunjuk ke arah rumah bercat hijau dengan pagar hitam.

"Loh? Gue tau siapa yang punya kucing ini. Rumahnya di..." Anan terdiam sejenak. Tak bisa menyebutkan tempat tinggal Gea dengan pasti. Karena memang ia sama sekali belum pernah berkunjung ke rumahnya.

Perdebatan itu berlangsung lama, hingga akhirnya Mumu berlari meninggalkan mereka berdua. Dan segera perempuan itu mengejar Mumu yang berlari entah kemana.

***

Gea tak henti tertawa saat Anan menceritakan perdebatan yang terjadi di pagi itu. Air matanya sampai jatuh bercucuran.

"Sementara kalian berdebat, Mumu diam-diam datang menemuiku," ujarnya usai tawanya mereda.

"Sudah gue duga. Kucing itu pasti bakal datang nemuin lo," balas Anan menghela napas lega.

"Iya, benar. Waktu itu kita memang lagi asyik main di atas pohon," kata Gea membuat Anan mengerutkan keningnya heran.

"Di atas pohon? Maksud lo di bawah pohon kali," Anan meralat kata-kata Gea. Mungkin saja perempuan itu salah ucap.

"Tidak! Aku dan Mumu benar-benar di atas pohon. Karena... pohon memang rumahku." Anan semakin terheran dengan ucapan Gea.

"Rumahmu?" Ia mengernyit alisnya.

"Iya, rumahku." Gea tersenyum simpul. Lalu melanjutkan kalimatnya. "Baiklah. Sepertinya sudah waktunya kutunjukkan sesuatu kepadamu," sambungnya.

Belum sempat bibir Anan menyela, tiba-tiba Gea sudah melakukan gerakan aneh. Ia meliukkan tubuhnya seperti orang sedang menari. Dan pada liukan kesekian tubuh itu terangkat cukup tinggi.

"Astagfirullah," kata Anan dengan menutup mulutnya dengan telapak tangannya.

Anan segera berlari masuk ke dalam kosannya, meninggalkan Gea yang kini terbang dengan wajah yang sangat menyeramkan.

Bersambung...

Anantasya || Indigo [ REVISI ]Where stories live. Discover now