15. SIAPA RAMA?

1.2K 135 0
                                    

15. SIAPA RAMA?

Setelah salat maghrib Anan telah tiba di rumahnya bersama dengan Desi, sebab Nathan sedang tidak ada dan gadis itu memilih menginap di kosan Anan.

"Lo masuk duluan yah, gue mau angkat jemuran gue dulu," ucap Anan pada Desi.

"Gue bantu."

"Nggak usah, jemurannya dikit kok. Mending lo mandi aja, baju lo juga masih ada di lemari gue tuh.

Desi mengangguk dan masuk ke kosan Anan, sedangkan gadis itu mulai mengambil bajunya satu persatu. Seketika matanya mengarah pada Rama yang ternyata baru pulang.

"Itu apa'an?" monolog Anan ketika melihat Rama membawa sesuatu dari karung berwarna putih.

Anan ingin menghampiri Rama, tetapi sesuatu tiba-tiba menepuk pundaknya. Tubuhnya menegang, serta bulu kuduknya merinding seketika. Anan berbalik dan...

"Huh, Desi?! Kirain siapa?" kesal Anan dan gadis itu hanya menyengir kuda.

"Nan, gue lagi dapet. Lo masih ada stok nggak?" tanyan Desi dengan berbisik.

"Aduh, kayaknya udah habis deh. Gue beliin aja yah di warung depan."

"Maaf yah ngerepotin."

"Enggak kok. Kalo gitu lo bawa baju gue ke dalem yah, gue beli dulu." Gadis itu mengangguk dan menatap punggung Anan yang semakin menjauh.

Sebenarnya Anan takut jika harus ke warung malem-malem gini, apalagi dia harus melewati jalanan yang sepi.

Pandangan Anan tetap lurus ke depan, ia tidak berani jika menoleh ke arah sekitar. Dari arah kejauhan sudah terlihat warung dan beberapa bapak-bapak yang tengah meminum kopi.

"Bu, beli pembalut satu pack," kata Anan dan segera wanita paruh bayah itu mengambilnya.

Ketika menunggu pemilik warung, Anan tak sengaja mendengar pembicaraan bapak-bapak yang tengah mengobrol.
"Itu loh Rama. Warga baru di daerah ini, dia itu ngekos di tempat bu Ratna. Orangnya itu mencurigakan, setiap tengah malam dia sering pergi ke hutan sana," kata salah satu bapak berkumis itu dengan menunjuk kearah hutan.

"Ini Neng." Anan pun meraihnya yang terbungkus oleh plastik hitam. Ia merongoh celananya dan segera membayarnya.

"Makasih Bu."

Setelah membayar, Anan langsung berjalan dengan tergesa-gesa. Sebab, suasana semakin gelap gelita dan juga sepi.

Terlihat dari kejauhan Anan melihat seorang Nenek membungkuk dengan lidah yang menjulur ke bawah. Wanita tua itu tampak menyeramkan ditambah rambutnya yang panjang memutih dan berantakan.

Anan semakin ketakutan, apalagi sosok itu tengah berada di depan pintu kosan Rama dan menatap kearah Anan. Seperti sedang menjaga.

Rasanya ia ingin berteriak dan berlari kencang masuk ke dalam rumah. Tapi ia harus bisa melewati kosan Rama dulu, baru kosan miliknya. Sedangkan Anan saja sudah takut Nenek itu terus saja menatap Anan dengan menjulurkan lidah.

Anan terbelalak ketika sosok itu mendekat kearahnya. Ia hanya menelan ludahnya susah payah, perlahan Nenek itu berjalan pelan dengan membungkuk.

"Pergi, aku mohon pergi!" jeritnya dengan mata terpejam.

"Mbak?" Kedua mata gadis itu terbuka dan melihat di depannya bukan sosok tadi, melainkan pak satpam yang tengah berjaga.

Anan menatap heran satpam yang tengah memegang senter itu. Apa itu hanya imajinasinya saja?

"B-bapak siapa?" tanyanya dengan gugup.

"Saya Yanto, satpam di komplek sini," jawab bapak itu dan Anan menghembuskan napas lega. "Saya tadi habis patroli di komplek sini dan kebetulan saya liat mbak lagi jalan sambil ketakutan gitu. Makanya saya samperin. Kalo boleh tau mbak kenapa ketakutan, apa ada orang jahat?" ujar satpam tersebut dan Anan hanya menggeleng cepat.

"Kalau begitu saya pergi dulu yah pak. Permisi," kata Anan lalu berlari meninggalkan satpam tadi. Perlahan tubuh satpam itu berubah membungkuk, lidah yang menjulur ke bawah, serta rambut putih yang memanjang.

Pantas saja sosok tadi sudah tidak ada, rupanya dia berubah wujud menjadi satpam.
Setibanya di rumah, dia mendapati Desi tengah berdiri di depan sambil mondar-mandir.

"Assalamualaikum," ucap Anan dengan napas yang terengah-engah.

"Walaikum salam, akhirnya lo dateng juga. Gimana? Ada?" Anan hanya mengangguk lalu menyerahkan plastik hitam tersebut pada Desi.

¤¤¤

Malam pun tiba, Anan tidak belum bisa tidur. Entah mengapa dia merasa gelisah hari ini. Kejadian tadi terus saja terbayang-bayang dipikirannya, sedangkan Desi kini sudah terhanyut di alam mimpi.

Tiba-tiba sekelebat hitam lewat dari pandangannya. Ternyata itu adalah Kakek berjubah hitam. Anan bangkit dari kasurnya dan menghampiri Kakek tadi di luar.

"Apa kau sudah tau tentang Rama?" tanya Kakek itu ketika Anan telah ada di depannya.

"Rama? Yah, aku tau," jawabnya cepat.

"Coba ceritakan apa yang kau tau tentangnya."

"Dia itu sahabatku di kampung, dulu dia termasuk anak nakal, dia sering bolos sekolah. Tapi sekarang... dia sudah berubah. Rama terlihat baik, bahkan dia rajin ibadah," jelas Anan membuat Kakek itu tertawa sinis.

Anan mengerutkan keningnya heran "Kenapa Kakek tertawa?"

"Kau percaya jika laki-laki itu sudah berubah?" Anan mengangguk cepat.

"Dia hanya berpura-pura baik di depanmu. Karna dia ingin mengambil sisa serbuk yang kau miliki. Bukan hanya itu, asap hitam yang ada ditubuh laki-laki itu adalah penjaganya. Dia seorang wanita tua dengan tubuh yang membungkuk, dan saya tau kau sudah bertemu dengannya."

"Iya, aku sudah bertemu dengan sosok itu. Tapi, apa untungnya Rama ingin mengambil serbuk milikku?"

"Serbuk itu dapat menghidupkan kembali seseorang yang telah meninggal. Dia ingin wanita tua itu hidup kembali di dunia."

"Emang, ada hubungan apa Rama dengan sosok itu? Mengapa dia ingin sekali sosok itu hidup kembali?"

"Rama adalah cucu dari sosok itu. Dia belum mengikhlaskan sosok itu pergi."

"Tapi, kenapa wajahnya sangat menyeramkan? Bahkan dia seperti bukan wanita tua yang baik hati yang aku temui dulu," kata Anan mengingat kembali betapa baik dan ramahnya Nenek itu dulu.

"Dia pernah melakukan kesalahan. Sehingga dia harus menerima semua konsekuensinya. Hidupnya tidak tenang dan memilih untuk bunuh diri. Sampai akhirnya dia berubah menjadi sosok yang sangat menyeramkan dan penuh dengan dunia hitam. Dia ingin melindungi cucunya dengan berubah menjadi asap hitam dan mengelilingi tubuh cucunya setiap saat."

"Apa aku berikan saja serbuk itu pada Rama?" tanya Anan dan langsung mendapat tatapan tajam oleh Kakek itu.

"Seseorang tidak tidak bisa melawan takdir. Itu sudah menjadi takdirnya, dan dia harus menerima semuanya."

"Terus, aku harus apa? Apa yang harus aku lakukan agar Rama sadar, bahwa yang ia lakukan itu salah?"

"Kau berpura-pura tidak tau saja tentang dirinya. Sampai ada celah di mana kau bisa membuat Laki-laki itu berubah. Tenang saja, aku akan membantumu. Tapi ingat, jangan pernah berikan serbuk itu pada Rama."

Gadis itu mengagguk. "Iya, aku janji. Kalau beg-" ucapannya terhenti ketika melihat Kakek itu sudah pergi dengan langkah yang sangat cepat.

Anan menghela napas kasar, lalu kembali ke kamarnya untuk tidur.

Anantasya || Indigo [ REVISI ]Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu