23. ANAN DIMASA LALU

1.1K 115 0
                                    

23. ANAN DIMASA LALU

Cangkul itu mendarat sempurna dari leher seseorang.

Anan membelalakan kedua matanya dengan mulut tertutup. Dengan sangat ketakutaan ia kembali berlari dari tempat itu. Ia mulai mengatur nafasnya, saat itu Anan berada di bangunan tua yang sudah tak terpakai. Karena panik gadis itu langsung berlari begitu saja tanpa melihat ke belakang. Dan karena sudah kelelahan ia bersembunyi di bangunan tua itu.

Di sekitarnya ada banyak rumah dan bangunan tua yang sudah tak terpakai. Siapa sebenarnya orang itu? Dan sungguh malang sekali nasib perempuan tadi. Anan tidak bisa kembali melewati jalan yang tadi. Mungkin saja orang itu akan mencegatnya lagi.

Walaupun dia hanya menerawang, bisa jadi, orang tadi nyata dan akan mencelakai Anan.
Sial, sepertinya ia harus mengambil jalan memutar. Baru saja ia berpikir kalau ia sudah berhasil lolos dari orang aneh itu, kini dia sudah berada di pintu masuk bangunan tua ini. Meskipun dia berdiri dalam kegelapan, ia masih bisa melihatnya. Dengan cepat gadis itu berlari menuju pintu belakang. Tapi kesialan selalu datang padanya, sebab, pintunya tidak bisa terbuka.

Ia mencoba untuk mendobraknya, namun percuma saja. Anan pun masuk ke salah satu ruangan dan bersembunyi di balik lemari yang ada di dalamnya.

Gadis itu menelan ludahnya susah payah, ketika suara gesekan cangkul dengan lantai bangunan itu kini terdengar jelas. Semakin lama semakin jelas, menandakan kalau orang itu semakin mendekat.

Siapa orang itu? Dan siapa yang ingin ia bunuh? Anan? Atau perempuan tadi?

Pertanyaan itu terus saja memenuhi kepala Anan. Tapi, sejenak kemudian orang itu mulai menggerakkan tubuhnya dan mencoba memukul perempuan tadi. Sedangkan perempuan itu hanya bisa berlari dengan sekuat tenaganya, ditambah leher yang sudah robek dan dipenuhi banyak darah.

Melihat mereka berlari keluar, Anan pun ikut berlari juga kearah pintu depan. Begitu ia keluar, hujan tiba-tiba turun begitu derasnya disertai dengan gemuruh petir. Ia mengikuti arah perempuan tadi yang kini berjalan dengan cincang.

Gadis itu terus berlari menjauh, namun belum terlalu jauh kakinya terpeleset. Ia merasakan sedikit nyeri di kaki kanannya. Mengapa sakitnya juga begitu nyata?

Saat terjatuh ia sempat menoleh ke belakang dan melihat orang tadi berjalan ke arahnya. Hujan semakin deras dan suara gemuruh petir terus berdentum. Ia mencoba untuk bangkit, memaksakan kakinya yang terkilir.

Setelah berhasil, Anan langsung menggerakkan kedua kakinya dan mencoba mencari perempuan tadi. Ia berjalan dengan perlahan-lahan. Sesekali ia melirik ke belakang, dan orang itu masih mengejarnya. Ia terus memaksakan tubuhnya bergerak di tengah guyuran hujan. Dia tidak ingin mati konyol di sini.

Ketika melewati beberapa rumah, Anan pun bersembunyi dan berharap laki-laki itu tidak menemukannya. Kedua mata Anan bergerak gelisah melirik sekeliling. Sorot matanya terhenti dan tertuju pada perempuan tadi yang kini bersembunyi juga di dekatnya.

Ia mencoba memberi kode untuk perempuan itu agar ikut bersembunyi dengannya. Tapi, ia tak mengubrisnya. Entah ia melihat Anan atau tidak, yang pasti ia sangat bodoh. Bisa-bisanya perempuan itu bersembunyi hanya dibalik pohon yang berukuran kecil. Bagaimana jika laki-laki itu menangkap dan membunuhnya?

Detik kemudian suara perempuan itu kembali terdengar. "Tolong! Tolong Aku!" Orang itu kembali berteriak dan berharap ada yang menolongnya. Tapi percuma saja, di sekitar tempat itu hanya ada bangunan dan rumah kosong. Derasnya suara hujan juga meredam suara kecilnya. Tanpa disadari laki-laki itu sudah berada tidak jauh di belakang perempuan tadi.

"Aaaahhhhh!!!" Ia berteriak sekuat dengan kencang. Anan ingin membantunya, tapi dia juga takut jika ia ikut dibunuh. Perempuan malang itu terlihat memaksakan tubuhnya untuk bergerak lebih cepat. Mengabaikan rasa sakit pada lehernya yang terus mengeluarkan darah segar.

Melihat kedua orang itu berlari, Anan pun ikut mengejarnya. Ia pun mencoba mencari jalan pintas, dan alhasil ia bisa melewati laki-laki itu terlebih dahulu darinya. Saat ia melihat belakang, tiba-tiba saja... ia melihat ada truk yang menabrak laki-laki itu.

Orang itu terguling-guling di aspal dan truk itu pergi begitu saja. Sepertinya orang itu sudah mati. Ia menarik nafasnya dalam-dalam dan mencoba menyusul perempuan tadi.

Hujan masih begitu deras dan suara gemuruh petir masih terdengar. Saat ini ia sudah berada di depan rumah yang ia sendiri tidak tahu dimana. Karena kejadian tadi yang begitu cepat membuatnya nyasar di desa orang.

Seketika langkah kakinya terhenti ketika melihat perempuan tadi tengah mengetuk pintu rumah seseorang. Ia meneriaki perempuan itu, tapi tetap saja suaranya hanya dianggap angin lalu. Anan pun ikut menghampirinya dan mencoba meneriaki perempuan tadi dengan keras. Siapa tau perempuan itu sudah tuli, jadi suara Anan bahkan tidak ia dengar.

Pada saat ingin mengetuk lagi, tiba-tiba pintunya terbuka sendiri. Perempuan itu masuk ke dalam, begitupun dengan Anan. Lampu rumahnya masih padam. Namun, beberapa saat kemudian lampunya menyala. Pemandangan yang mereka lihat benar-benar membuatnya terkejut. Di lantai rumah itu sudah ada jasad yang tergeletak dengan kondisi yang sangat mengenaskan.

Perempuan itu berlari menghampiri jasad tersebut dengan menangis histeris. "Anan, bangun dek!" ucap perempuan itu dengan mengguncang tubuh jasad tadi.

Tunggu. Apa Anan tidak salah dengar? Perempuan tadi menyebut jasad itu dengan sebutan Anan. Oh, mungkin saja nama mereka kebetulan sama. Anan mulai melirik setiap ruangan itu, yang telah berceceran dengan darah di setiap sudut.

Selang beberapa menit, laki-laki sialan itu datang kembali dengan tersenyum sinis. Ia mulai mengarahkan cangkulnya ke atas, bukan untuk Anan. Tetapi untuk perempuan itu.

Jleb!

Kini darah kental mulai terciprat ke mana-mana, dengan sadisnya laki-laki itu memukul perempuan tadi dengan berulang kali. Perempuan malang itu tergeletak dilantai dan MATI!

Kedua mata Anan membulat dan mendapati dirinya sudah berada di tempat semula. Tidak ada darah. Tidak ada laki-laki tadi dan sudah tidak ada perempuan itu. Dengan cepat ia mempercepat kembali langkah kakinya, walaupun kepalanya terasa pusing akibat penerawangannya tadi.

Ia menghembuskan napas lega ketika sudah ada di depan kosan. Gadis itu pun segera menyalin bajunya dan beranjak naik ke kasur untuk tidur. Tanpa ia sadari seseorang tengah memperhatikannya dari kaca jendela. "Perlahan kau akan tau siapa dirimu yang sebenarnya, Anantasya Vailetta," gumam perempuan berparas cantik itu namun wajahnya penuh dengan darah.

Sedetik kemudian ia pun menghilang dan yang tertinggal hanyalah Anan yang kini telah terhanyut dalam mimpi.

¤¤¤

Keesokan harinya Anan sudah bersiap ingin ke kampus, tapi sebelum itu dia harus ke tempat kerja. Ia masuk kelas hari ini pukul 11, jadi dia bisa bekerja dulu. Setelah selesai menutup pintu kosan, gadis itu pun menunggu angkutan umum yang lewat.

Bersambung...

Anantasya || Indigo [ REVISI ]Where stories live. Discover now