37. NGIKUT

824 85 0
                                    

37. NGIKUT

Semuanya bernyanyi, dan sesekali tertawa ketika mendengar Rio yang ternyata memiliki suara yang fales. Tanpa disadari seseorang tengah memperhatikan mereka dari kejauhan dengan tersenyum.

***

"Udah siap semuanya? Nggak ada yang ketinggalan kan?" tanya Nathan seraya menggendong tasnya dipunggung.

"Sudah semua kok," jawab Desi dan yang lainnya mengangguk.

Tepat tiga sore, mereka sudah siap untuk pulang. Di dalam mobil menuju perjalanan pulang, Anan merasa ada yang aneh. Ia merasa hawa panas yang secara tiba-tiba, padahal jendela sudah terbuka dan ia bisa merasakan hembusan angin menerpa kulit wajahnya.

"Nan, hari ini lo nginep di rumah gue yah," ajak Desi membuat Anan menoleh kearahnya.

"Emm.. i-iya," jawabnya dengan terbata-bata. Entah kenapa hawa panas itu belum juga hilang dari tubuhnya.

Sesampainya di rumah Desi, mereka segera turun dari mobil dan berjalan menuju kamar Desi.

***

Malam yang pekat itu, Anan tengah berada di dapur milik rumah Desi. Tampak gadis itu tengah menuangkan air putih ke dalam sebuah gelas transparan. Kemudian, meminumnya hingga tiada yang tersisa. Kini Anan kembali berjalan meninggalkan dapur.

Namun, seketika langkahnya terhenti. Ia merasa ada seseorang berlari sekilas di belakangnya. Namun ketika ia menoleh, ia tak mendapati apapun. Membuat Anan sedikit takut. Lalu, ia kembali melanjutkan langkahnya menuju kamar Desi.

Tampak Desi tengah duduk di depan cermin miliknya, sambil menyisir rambutnya yang panjang. Ia sedikit bersenandung.

Ketika tengah asyik dengan kegiatannya, Desi melihat dari dalam cermin bahwa Anan memasuki kamarnya kemudian duduk di atas kasur. Desi mengajaknya ngobrol. Namun, Anan sama sekali tak merespon. Gadis itu hanya duduk terdiam dengan tatapan kosong.

Desi sedikit kesal, ia mencoba mendekati Anan. Saat ia mengajak Anan berbicara, tiba-tiba ada seseorang yang menepuk bahunya.

"Astagfirullah!" Desi terkejut. Ditambah lagi saat ia mengetahui bahwa yang menepuk bahunya dari belakang adalah... Anan.

"Lo ngobrol sama siapa sih?" tanya Anan dengan kening mengerut.

Ketika Desi menoleh, Anan yang tadi duduk di atas kasur telah menghilang entah kemana. Desi masih terheran-heran dengan apa yang baru saja ia alami. Bahkan, pertanyaan dari Anan pun tak sempat ia jawab.

Sebenarnya, ini bukan pertama kalinya ia mengalami kejadian aneh di rumahnya. Apalagi ketika Anak pernah bilang jika di rumahnya ini banyak mahluk halus.

Belum selesai keheranan Desi, lampu mati tiba-tiba. Mereka tak bisa melihat apapun, semua gelap seketika. Desi mencoba mencari Hpnya di atas meja, berjarak beberapa langkah dari tempatnya berdiri. Saat tangannya berhasil menyalakan Hpnya, sialnya lampunya hidup kembali.

Tapi, itu tidak membuat Desi senang, ia justru semakin kebingungan. Sebab, Anan tiba-tiba saja menghilang entah kemana. Ia keluar kamar untuk mencari keberadaan sahabatnya itu. Ia sekilas melihat seorang anak kecil berlari menuruni tangga, lalu kembali menghilang.

Anak perempuan itu ternyata Emely, dia mengikuti Anan dan ingin ikut dengannya. Desi yang tidak tahu apa-apa, langsung memanggilnya dan mengikutinya. Sayang, ia kehilangan jejak setelah selesai menuruni tangga.

Desi kembali berjalan mengikuti arah yang menurutnya benar. Tak lama ia pun kembali melihat anak kecil itu yang kini menatapnya beberapa detik, kemudian kembali berlari. Dengan sangat penasaran Desi terus berusaha mengikutinya.

Cuaca malam masih dilanda hujan yang tak kunjung reda dengan suara-suara menggelegar dari langit. Orang tua Desi sedang keluar, begitu pun dengan Nathan. Dan kini tinggal Anan dan Desi lah yang berada di rumah besar itu.

Sampailah Desi di pintu belakang, setelah mengikuti anak kecil perempuan yang berlarian lalu menghilang. Terdapat sebuah bangunan usang di belakang rumahnya. Tampaknya, bangunan dari kayu itu lebih tepat disebut gudang.

Desi terbelalak, ketika melihat Anan kini tergeletak tak sadarkan diri di depan gudang tersebut. Ia menghampiri Anan dan membangunkannya.

"Nan, bangun! Anan!" Gadis itu pun tersadar dan hal pertama yang ia lihat adalah Desi dengan raut paniknya.

"G-gue kenapa bisa ada di sini?" tanya Anan dengan memegang pelipisnya.

"Nanti baru gue ceritain. Udah, mending sekarang kita keluar di gudang ini," ujarnya seraya membantu Anan berdiri.

Mereka berusaha membuka pintu gudang yang tergembok tersebut. Setelah berhasil mereka membuka pintu itu, keduanya langsung cepat-cepat masuk ke rumah lagi.

"Oii!" Mereka tersentak kaget, ketika tengah berlari dan tiba-tiba saja seseorang muncul di depannya.

"Ih, bikin kaget aja!" kesal Desi sambil mengusap-usap pelan dadanya, begitu pula oleh Anan.

"Lagian, malam-malam gini bukannya tidur malah lari maraton di belakang rumah," ketus Nathan yang kini baru pulang dari rumah Roy.

"Siapa yang lari maraton? Orang kita itu dikejar-kejar hantu anak kecil tadi," adunya membuat Anan membelalakan kedua matanya. Ia yakin, anak kecil yang dimaksud Desi adalah Emely.

"Hantu anak kecil? Mana?" Desi menghembuskan napas kasar.

"Udah pergi lah pasti!" jawab Desi membuat Nathan beroh ria. Dan segera ia menyuruh kedua gadis itu masuk ke dalam rumah, karna cuaca sangat dingin ditambah hujan gerimis yang turun.

"Yaudah, ayok masuk," ajaknya dan mereka mengangguk mengiyakan.

***

Keesokan harinya Anan terbangun dan bersiap untuk salat subuh bersama Desi. Hanya membutuhkan waktu beberapa menit, kemudian mereka turun di meja makan untuk sarapan pagi.

Sudah ada orang tua Desi yang bernama pak Bagas dan bu Disa. Begitu pula oleh Nathan, yang kini duduk lengkap dengan almamater birunya.

"Ayo, Anan sarapan sini," ujar Disa dengan ramah. Ia dan suaminya sudah lama mengenal Anan, bahkan sudah menganggap seperti anaknya sendiri.

"Emm... iya tante," jawabnya lalu ikut duduk di samping Desi.

"Kalian ada kuliah pagi ini?" tanya Bagas dan tak lupa mengunyah makanan dimulutnya.

Bersambung...

Anantasya || Indigo [ REVISI ]Where stories live. Discover now