31. ARASTASIA VAILETTA

974 97 0
                                    

31. ARASTASIA VAILETTA

"Nan! Anan!" panggil Desi kala melihat sahabatnya itu melamun, entah memikirkan apa.

"Eh, iya. Kenapa?"

"Jadi, lo udah tau semuanya kan?"

"T-terus... sekarang gue harus ngapain?"

"Lo masih punya serbuk ajaib itu kan?" Anan hanya mengangguk mengiyakan.

"Lo harus bantuin kakak lo, pake serbuk itu. Biar dia bisa pergi dengan tenang," ujar Desi pada Anan.

"Jadi, kapan gue bisa ketemu sama dia?" tanyanya tanpa embel-embel sebutan kak.

"Secepatnya..."

***

Jam weker Anan berbunyi dan ia langsung terbangun untuk melihat jamnya.

"Sial! Udah jam segini, bisa telat nih gue." Gadis itu segera meloncat dari tempat tidurnya dan masuk ke kamar mandi. Badannya sudah membaik sekarang dan ia memutuskan untuk masuk kuliah pagi itu.

Selesai mandi serta memakai pakaiannya, dia langsung berangkat dengan naik taksi. Hampir 15 menitan hingga akhirnya ia pun tiba di kampus.

Gadis itu berlari menuju kelasnya dan brukk... buku yang ia bawa terjatuh berserakan di lantai. Anan menatap sang pelaku, ternyata yang menabraknya adalah Nathan

"Eh, sorry-sorry. Lagi buru-buru soalnya," ujar Anan seraya mengumpulkan buku-bukunya yang terjatuh.

Nathan pun ikut membantu. "Iya, nggak papa, Nan," katanya sambil tersenyum.

"Yaudah, kalo gitu gue ke kelas gue dulu yah. Makasih," ucapnya lalu beranjak pergi meninggalkan Nathan yang masih berdiri di tempat tersebut.

Sesampainya di kelas, ternyata dosennya sudah datang dan tengah menjelaskan di atas papan tulis.

"Permisi, Bu," kata Anan dengan suara pelan dan gugup.

"Kamu? Kenapa bisa terlambat?" tanya dosen seraya menatap Anan dengan tatapan horor.

"Emm.. t-tadi ada masalah dijalan, Bu. Makanya saya telat," jawabnya berbohong.

"Yasudah, sekarang kamu boleh duduk." Anan bernapas lega, untung saja ia tidak diberi hukuman hari ini.

"Makasih, Bu."

"Nan, lo dari mana aja sih? Jam segini baru datang," tanya Desi yang duduk di samping Anan. Dengan napas terengah-engah, gadis itu pun menjatuhkan bokongnya ke kursi.

"Gue telat bangun," balasnya dan gadis itu beroh ria. "Oh iya, lo janji kan mau nemuin gue sama kakak gue. Gue juga udah bawa serbuknya nih," lanjutnya dengan mengeluarkan serbuk yang ada di dalam tas.

"Iya, nanti pulang kampus gue bakal temuin kalian berdua." Setelah itu mereka pun kembali fokus ke papan tulis, memperhatikan dosen yang kini tengah menjelaskan.

***

Sepulangnya dari kampus, Desi membawa gadis itu ke suatu tempat, yaitu taman. Mengapa taman? Karna saat itu taman sedang sepi dan ia bisa bertemu dengan sosok Aras. Arastasia Vailetta.

"Mana, kok nggak ada?" tanya Anan tidak sabaran.

"Ih, sabar dong. Kata kakak lo sih, dia bakal nemuin kita di sini," sahutnya dan mereka pun melirik ke arah sekitar.

Sampai akhirnya keduanya tersentak kaget, ketika sosok perempuan yang sangat menyeramkan tiba-tiba muncul di hadapan mereka.

"Lah, bukannya udah pernah ketemu yah. Kok lo malah takut sih?" Anan bertanya ketika melihat Desi yang tengah menutup wajahnya dengan telapak tangannya.

"I-iya sih. Tapi kan waktu itu nggak seserem ini." Anan tertawa melihat Desi yang ketakutan dan berada di belakangnya.

Memang pada saat mereka bertemu, wajah Aras tak seseram ini. Dan itulah alasan Aras tak ingin bertemu langsung dengan Anan. Ia tidak mau jika adiknya takut melihat wajahnya yang sekarang.

Wajah Aras sangat berubah. Dulunya ia memiliki wajah putih, cantik dan banyak laki-laki yang menyukainya semasa ia hidup. Berbeda dengan sekarang, wajahnya sudah penuh dengan darah dan robek akibat benda tajam.

"Kakak?" kata itu yang pertama kali ia ucapkan pada sosok di depannya. Aras tersenyum, karna akhirnya ia bisa bertemu dengan sang adik.

Ia mendekat kepada Anan. Ia ingin memeluknya, tapi itu tidak mungkin. Sebab, mereka sudah berbeda alam.

"Aku rindu denganmu, Nan," ujar Aras menampilkan raut wajah sedih, begitu pula dengan Anan.

***

Flashback on.

Anan kecil kini telah terbaring di rumah sakit dengan keadaan lemah. Pasangan suami istri menemukannya dan segera membawa Anan ke rumah sakit. Ia dinyatakan hilang ingatan karna benturan dikepala yang sangat keras.

Sedangkan kakaknya, Aras. Ia meninggal dunia dan semua itu ulah ayahnya sendiri. Aras kini telah menyusul ibunya yang telah meninggal 3 hari sebelum kejadian itu terjadi. Beda hal dengan ayahnya, laki-laki tua itu sudah ada di dalam sel. Ia dipenjara untuk mempertanggung jawabkan semua kesalahannya.

Anan yang kini sudah tidak punya siapa-siapa lagi, ia telah diangkat jadi anak angkat oleh orang yang membawanya ke rumah sakit. Mereka mengasuh dan merawat Anan seperti anak kandungnya sendiri.

Hidupnya sekarang terbilang sangat mencukupi, karna orang tua angkatnya memiliki hidup yang mewah. Uang sudah ia miliki, tinggal keturunan yang belum tuhan kasih untuk mereka. Maka dari itu ia memilih untuk mengangkat Anan menjadi anaknya.

Hidup dulu sangat susah. Ayahnya tidak bekerja dan sering memakai obat-obat terlarang. Terpaksa sang ibu lah yang harus banting tulang untuk mencukupi kedua putrinya. Ia membuka usaha, yaitu warung makan yang terdapat berbagai makanan termasuk nasi goreng. Maka dari itu Anan sangat suka dengan nasi goreng, dan merasa dirinya seperti mempunyai warung makan.

Setelah ibu mereka meninggal karna dibunuh oleh ayahnya sendiri, Aras lah yang selalu menjaga adiknya. Bahkan, ia sampai-sampai kabur karna takut ayahnya membunuh dirinya dan juga Anan. Kemana pun ia pergi, adiknya selalu ikut.

Dan tibalah ia ketika dirinya sudah mempunyai tempat tinggal bersama Anan. Mereka ngekos, dengan sisa uang yang ia miliki dipakai untuk membayar kost-kosan.

"Kak, aku mau makan," ucap anak perempuan itu yang tak lain adalah Anan.

Bersambung...

Anantasya || Indigo [ REVISI ]Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon