29. SIAPA ANAN?

1K 112 0
                                    

29. SIAPA ANAN?

Tiba-tiba suara ketukan pintu dari luar terdengar, segera gadis itu pun bangkit dan membuka pintu kosan. "Siapa?" ucapnya seraya membuka pintu. Aneh, tidak ada siapa-siapa.

Pada saat ingin masuk kembali, kakinya tak sengaja menginjak sesuatu dari lantai. Sebuah kotak berwarna hitam dengan diberi pita berwarna merah. Perasaan ulang tahun Anan sudah lewat, lalu kado apa ini?

Ia pun membuka kotak berukuran kecil itu dengan perlahan-lahan. Seketika kening Anan mengerut melihat apa isinya. Sebuah kaset berwarna hitam dengan sedikit usang, sebab kaset tersebut sudah berdebu.

Mata Anan mulai melirik sekitar, benar-benar tidak ada orang. Apa hanya orang iseng?

***

Siang itu, Anan sudah ada di kampus . Ia segera menemui Desi, dan menanyakan soal paket misterius itu.

"Des!" teriaknya dari jauh. Merasa dipanggil gadis itu pun berbalik dan menghampiri Anan.

"Kenapa lo? Ampe ngos-ngosan gitu?" Anan tak menjawab. Dia masih fokus mengatur napasnya yang naik turun. Sampai akhirnya ia pun kembali normal.

"Des, lo yang ngirim paket ke rumah gue ya?" tanya Anan membuat gadis itu mengerutkan keningnya heranm

"Hah, paket? Paket apa? Engga kok," jawabnya lalu ikut duduk di bangku samping Anan.

"Beneran bukan lo?" Desi menggangguk cepat. "Terus, siapa ya kira-kira yang ngirim." Melihat Desi yang terlihat gugup, ia pun bertanya. "Kok gugup, lo kenapa?"

"Eh, emm... ngga papa kok," jawabnya dengan tersenyum kaku.

***

Kelas Anan pun selesai, dan dia tengah berjalan kearah koridor. "Eh, Des! Mau langsung pulang?" tanyanya ketika melihat Desi yang melangkah menuju parkiran sekolah.

"Iya, nih. Lagi ada urusan soalnya," ucap Desi sambil mengenakan helmnya. "Gue duluan yah, Nan," lanjutnya dengan menyalakan mesin motornya dan berlalu pergi.

"Eh, iya-iya," sahut Anan dengan melambaikan tangannya. "Kok tumben yah, biasanya kalo pulang entar-entaran dulu?" sambungnya pada diri sendiri. Ia pun berjalan menuju gerbang sekolah untuk menunggu angkot lewat.

Sesampainya di rumah tiba-tiba... "Lah, kok ada paket lagi?" Anan mulai kebingungan sambil membuka paket itu. Paket itu kembali di temukan di depan pintu kosannya. Ia membuka perlahan paket tersebut. Setelah di buka ternyata isinya sebuah boneka bear yanh berukuran kecil. "I-ini kok boneka? Kemarin kaset, sekarang boneka! Sekalian aja besok rumah!" celetuknya lalu menaruh kembali boneka itu ke meja riasnya.

Keesokan harinya, pukul lima pagi ayam tetangga sudah berkokok dan jam weker Anan pun sudah berdering. Yang artinya, ia mulai menjalankan aksinya. Gadis itu beranjak dari kasur dan menuju kamar mandi untuk mandi. Setelah itu ia pun beraksi, yaitu mengintip dari jendela kamarnya yang bisa dilihat siapa saja yang datang atau mengetuk pintu.

Tak menunggu waktu lama, Anan mulai mendengar seperti ada orang yang berjalan naik ke teras kosannya. Anan kembali bersembunyi dibalik sofa berukuran besar itu. Matanya melotot tak percaya, ketika tau siapa pengirim misterius itu. Ternyata Desi lah yang berada di situ dengan mengendap-ngendap. Sepertinya ia sedang menaruh sesuatu.

Dugaannya benar. Anan sudah menduga bahwa Desi lah pengirimnya. Karena tumben sekali anak itu bersikap aneh. Tapi ia masih bingung. Apa maksud Desi mengirim paket tersebut?

Melihat Desi yang sudah pergi, ia pun bergegas untuk bersiap-siap berangkat ke kampus. Tibanya di kamous, gadis itu melihat Desi yang sedang duduk sendiri di depan kelas. Dan segera ia pun menghampirinya.

"Des, sendirian aja. Nungguin siapa?" tanyanya sambil duduk di sebelah Desi.

"Ngga nungguin siapa-siapa kok," jawab Desi berpura-pura santai.

Detik kemudian, Anan pun bertanya lagi. "Lo masih belum mau ngaku juga?" Tiba-tiba Anan bertanya sambil berdiri di depan Desi, membuat gadis itu tersentak kaget.

"A-apa maksudnya?" kata Desi penasaran dan ia ikut berdiri.

"Lo kan, yang ngirim paket ke rumah gue?" tanya Anan dengan suara rendah, sedangkan Desi terlihat kebingungan untuk menjawab. Matanya bergerak gelisah menatap sekitar.

"Emm... i-iya. Gue yang ngirim," katanya sedikit ragu.

"Untuk apa Des, lo ngirim kaset sama boneka itu?" tanyanya lalu mendengar suara hembusan napas kasar dari gadis itu.

"G-gue disuruh."

Anan semakin bingung, keningnya berkerut pertanda dia belum mengerti. "Disuruh? Disuruh siapa?"

Desi terdiam sesaat dan hanya bisa menelan ludahnya susah payah. Dia harus apa? Mungkinkah Anan akan mengetahuinya sekarang. Tentang siapa dirinya dan keluarga aslinya.

"Des, jawab!" Lamuannya pecah ketika Anan mengangetkannya.

"G-gue ngak bisa jawab sekarang. Nanti, nanti lo temuin gue di taman kampus kalo kelas udah beres," ucap Desi lalu pergi meninggalkan Anan yang masih bingung. Tapi tak apa, yang penting Desi mau mengaku dan menjelaskan semuanya.

***

Seperti ucapannya tadi, kini Anan tengah duduk di bangku taman kampus sambil menunggu Desi datang. Yah, kata Desi dia ingin ke toilet terlebih dahulu.

Beberapa menit kemudian Desi pun datang, tapi anehnya ia membawa kotak berukuran besar dan berwarna coklat. "Ini apa?" tanyanya ketika Desi menyerahkan kotak tersebut pada Anan.

"Buka aja," jawab Desi lalu gadis itu menurut. Segera ia membukanya dan menatap heran Desi.

"Foto? Foto siapa?" Desi tak menjawab, dengan alasan biarkan Anan sendiri lah yang mencerna semuanya.

Terlihat sebuah foto anak kecil berkepang dua dengan tersenyum tipis. Kulitnya putih, dengan memegang lolipop ditangannya. Ia tau anak perempuan berusia 4 atau 5 tahun itu. Iya, dirinya sendiri. Bukan hanya foto Anan yang ada, tetapi beberapa foto lain juga ada.

Terdapat Anan yang kini berada di gendongan seseorang. Tapi, ia tidak tahu siapa wanita itu. Apakah ibunya? Mana mungkin! Wajah ibunya tidak seperti itu. Karna dia tahu betul wajah ibunya sewaktu muda.

Di foto terakhir ada dirinya, wanita tadi dan anak perempuan yang umurnya jauh lebih tua dari Anan. Hanya bertiga. Ia tidak menemukan sosok laki-laki, selayaknya seorang Ayah. Sungguh, ia masih bingung dengan semua ini. Rasa sakit dikepalanya kembali menyerang, membuat gadis itu menyandarkan tubuhnya ke dinding.

Desi yang melihatnya terbelalak, lalu segera ia membantu Anan duduk kembali dibangku taman. "Lo nggak papa? Nih, minum dulu," ujarnya dengan mengeluarkan sebotol air minum dari tas punggungnya.

"Kepala gue cuman agak pening dikit," jawab Anan membuat Desi mengangguk mengerti. "Oh iya, lo dapet ini dari mana? Jujur, gue masih bingung dengan semua ini," lanjutnya dengan memijit pelipisnya sendiri.

"Lo nggak perlu tau, siapa yang ngasih kotak itu ke gue. Tapi... yang perlu lo tau, orang tua yang lo anggep Ayah Ibu itu, mereka bukan orang tua kandung lo. Tapi, dia," jelas Desi seraya menunjuk kearah foto wanita yang menggendong Anan tadi.

Gadis itu hanya menggelengkan kepalanya tak percaya. "Nggak mungkin. Lo jangan ngarang dong, Des!" kesal Anan, sedangkan gadis itu tersenyum tipis.

Bersambung...

Anantasya || Indigo [ REVISI ]Where stories live. Discover now