61. PULANG DENGAN SELAMAT

498 60 3
                                    

61. PULANG DENGAN SELAMAT

"Ternyata gambaran yang dikasih sama Tessa sama persis sama kenyataannya. Tapi, masalahnya gue takut lewat jembatan ini," ucap Anan dan kemudian berjalan perlahan ke jembatan.

"Apa gue lari aja kali yah?" Anan menarik napasnya dalam-dalam lalu berlari sekuat tenaganya.

Sampai di tengah jembatan, kaki Anan terperosok karna salah satu kayu rapuh dan jatuh. Jantungnya berdetuk sangat kencang, karna ketakutan jatuh ia lalu berdiri dan melangkah melewati lubang itu.

Anan menoleh, ia terbelalak ketika para penjaga kini meneriaki namanya. Ia langsung berlari ketika salah satu penjaga melihatnya dan segera mengejarnya.

"Berhenti..." teriak penjaga dengan mempercepat larinya.

Anan sampai diujung jembatan. Ia terkejut karna para penjaga sudah mulai dekat dengannya. Ide jahil pun muncul diotak Anan.

Anan lalu menggoyang-goyangkan jembatan itu dengan kuat, membuat mereka ketakutan jika jembatan tersebut rapuh dan berakhir jatuh ke bawah sungai.

Gadis itu tertawa melihat raut wajah mereka. "Hahaha, rasain tuh!" ucapnya sambil menggoyang-goyangkan jembatan, akan tetapi salah satu penjaga berhasil mendekat pada Anan. Anan terkejut lalu berlari ketakutan dari penjaga yang kini mengejarnya.

Mereka berlari bak tom and jery selama setengah jam lamanya. Anan berhenti sebentar untuk mengatur napasnya. Dan bodohnya penjaga itu juga ikut berhenti dan mengatur oksigennya.

Ia membelalakkan matanya lalu berlari lagi, begitu pun dengan penjaga yang kini masih berusaha mengejar Anan.

"Ini penjaga pantang menyerah juga!" cibirnya disela-sela kakinya melangkah lebar dan cepat.

Saat Anan menoleh ke belakang, ia menabrak sesuatu.

Bruk!

Ia tersentak kaget ketika mengetahui siapa yang menabraknya.

"Tessa?" Hantu itu lalu memegang lengan Anan dan membawanya terbang ke udara.

"Iya, ini aku. Kau tidak kenapa-kenapa kan?" tanya Tessa lalu perlahan mereka turun dan Anan merasakan kakinya terpijak lagi oleh tanah.

Anan mengucap syukur berkali-kali. Untung saja hantu itu datang tepat waktu. Jika tidak, ia sudah tidak tau lagi nasibnya akan seperti apa nantinya. "Gue nggak apa-apa. Makasih yah, lo udah nolongin gue," kata Anan dengan ragu.

Tessa hanya tersenyum simpul, walaupun terlihat menyeramkan karna sekarang ini wujud aslinya ia perlihatkan pada Anan. Tetesan darah yang keluar dari rongga matanya, bibir yang robek sehingga senyumnya sangat lebar, rambut yang panjang berantakan, dan bau amis yang seakan menusuk dihidung.

"Eh, ini kita udah di mana?" ucap Anan seraya melirik sekitar yang tidak asing baginya.

"Ini di sekolah. Udah yah, aku mau balik lagi ke alamku. Takut nanti ada yang curiga di istana." Anan hanya mengangguk kikuk. Lagi pula ia sudah sampai, jadi sekarang dia aman sekarang.

Detik kemudian Tessa melayang dan pergi menjauh dari Anan.

"Ternyata bener, jangan menilai orang dari luarnya aja. Maaf yah Tessa, gue jadi salah paham sama lo. Dan sekali lagi gue ucapin banyak-banyak terima kasih sama lo," gumam Anan lalu pergi keluar dari gedung sekolah.

Posisinya tadi berada di lapangan sekolah, dan suasana sekolah sangat sepi dan mungkin saja hari itu sedang libur sekolah. Hanya ada pak satpam yang sepertinya tengah mengambil sesuatu di gudang.

Dengan sangat tergesa-gesa ia berlari menuju kontrakannya dan akan meminta perlindungan pada kakeknya. Siapa tau Pradipta punya sesuatu yang bisa membuat Melisa itu tidak mengincarnya lagi.

Selang beberapa waktu, akhirnya ia sampai dikost-kostannya. Anan segera masuk ke kamar dan tak lupa mengunci pintu.

Ia melirik kearah nakas, terdapat ponselnya yang ia cas dan segera ia mengetik sebuah nomor. Napasnya masih naik turun dengan keringat yang kini membasahi dahinya.

"Halo! Anan, ini beneran lo?!" Belum juga ia berbicara, seseorang disebrang sana lebih dulu bertanya dan mampu membuat gendang telinganya pecah.

"Iya-iya, ini gue. Lo-"

"Lo dari mana aja bego?! Gue cari-cari di sekolah lo malah ngilang! Untung belum dua puluh empat jam, kalo iya, gue pasti udah lapor polisi!" omel Desi membuat Anan melongo tak percaya.

Apa tadi maksudnya? Belum dua puluh empat jam? Perasaan di alam itu sudah dua atau tiga kali terlihat malam.

Suara Desi memanggil namanya membuat lamuannya pecah. "Eh, lo ke rumah gue yah. Nanti gue ceritain semuanya di sini."

"Oke-oke. Gue datang sekarang!" Sambungan telepon pun terputus dan Desi segera bersiap-siap untuk ke rumah Anan.

Kembali ke Anan, ia masih terpikiran tentang dirinya yang hilang hanya beberapa jam. Ia datang ke sekolah pukul setengah sepuluh, dan ini sudah pukul empat sore. Pantas saja ada pak satpam tadi.

Itu berarti...
Puasanya hari ini sudah batal!

"Argghh.. ini semua gara-gara setan sialan itu!" umpatnya lalu segera mengusap dadanya pelan. "Sabar-sabar, bulan puasa. Nggak boleh marah, oke."

Sambil menunggu Desi datang, ia memilih untuk mandi karna badannya sudah bau keringat. Bukan hanya itu, ia juga harus gosok gigi sekarang. Sebab, ia belum seratus persen percaya dengan benda-benda di sana. Jangan sampai odolnya terbuat dari cacing-cacing mati seperti di pasar malam waktu itu. Serta airnya yang ternyata hanyalah darah atau nanah yang sangat menjijikkan.

Dan juga Melisa. Anan masih tidak percaya dengan hantu itu. Ia pikir Melisa itu baik dan hanya ingin berteman dengannya. Tapi ternyata, ia akan dijadikan tumbal sesuai ucapan Tessa saat itu.

Selesai mandi, ia langsung menyalin baju dan mencuci pakaian pemberian dari Tessa untuknya. Tak apa bajunya tertinggal di rumah Tessa, yang terpenting ia sudah pulang ke rumahnya dengan selamat.

Baju yang Tessa berikan sepertinya buatannya sendiri. Karna Anan melihat banyak sekali alat-alat untuk menjahit di sana.

Ia baru tau, ternyata ada alam seperti itu juga.

Bersambung...

Anantasya || Indigo [ REVISI ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang