III- Grąň güərrâ

9.3K 880 29
                                    

Happy reading!
~•~

Disana di depan matanya dia melihat dengan jelas sosok itu dan ia sangat hafal perawakannya. Sosok itu adalah Albarak, pamannya adik dari Raja Alderon. Gane bingung kenapa pamannya itu terlihat mencurigakan? sesaat Gane sadar bahwa saat diskusi tadi ia juga tak melihatnya, padahal Albarak juga salah satu panglima perang. Gane terus mengikuti Albarak dan sadar bahwa arah mereka ini menuju barak musuh yaitu Kerajaan Lamour. Albarak dengan mudahnya melewati penjagaan prajurit Lamour bahkan seperti dipersilahkan dan langsung masuk ke salah satu tenda yang sepertinya merupakan tenda petinggi Kerajaan Lamour.

"Tidak salah lagi, dialah pengkhianatnya"gumam Gane, walau tadi berusaha mengelak tapi memang itulah kenyataannya, jujur saja dia sangat kecewa. Paman yang selama ini dikasihinya dan mengasihinya, ternyata mengkhianati bahkan sampai ayahandanya terbunuh. Gane berteleportasi lagi, lalu berjalan mengendap ke belakang tenda itu agar ia bisa mendengarkan dengan leluasa isi perbincangan mereka.

"Bagaimana Paduka Raja, apakah kau sudah puas membunuh orang yang telah membunuh istrimu?"tanya Albarak.

"Belum, aku belum puas karena sekarang aku jadi berambisi menguasai kerajaanmu"ujar Cavaler, Raja Lamour.

"Jangan maruk begitu Cavaler"ucap Albarak tak terima. Ini benar-benar diluar rencananya, ia pikir setelah kakaknya itu mati, Raja Cavaler bodoh ini akan menghentikan perang.

"Aku tidak peduli, lagipula kerajaanmu sudah berada di ujung tanduk sekarang, jadi kenapa tidak sekalian saja aku menguasainya"balas Cavaler dengan tawanya yang menggelegar.

"Bagaimana jika aku menawarkan sebuah kesepakatan?"tanya Cavaler.

"Apa itu?"tanya Albarak yang sebenarnya sudah muak dengan raja bodoh di depannya ini.

"Kau harus selalu berada di pihakku, nanti akan kuangkat kau menjadi perdana menteri dari dua kerajaan yang telah bersatu nanti. Anggap saja itu adalah ucapan terimakasihku padamu yang sudah membocorkan strategi perang kerajaanmu dan memberi tahu pelaku pembunuhan istri tercintaku, bagaimana? apa kau tertarik?"tawar Caveler, lagipula tak ada salahnya ia berbagi sedikit untuk orang di depannya ini karena jujur saja jika tak mendapat bocoran strategi perang lawan pasukannya pasti akan kalah dan mungkin ia sudah tiada sekarang.

Gane yang mendengar itu sejak tadi semakin emosi, matanya menggelap. Mungkin jika ada yang melihatnya sekarang akan ketakutan karena badannya sekarang mengeluarkan api berwarna merah. Apa yang harus ia lakukan? Jika dia bertindak sekarang pasti akan sangat merepotkan nantinya. Gane mencoba menenangkan dirinya karena jika tidak, bisa-bisa seluruh wilayah perang ini akan terbakar habis karena kemurkaannya dan jangan sampai juga para pasukan negerinya terkena imbasnya.

Gane sampai di wilayahnya kemudian masuk ke tenda, sebelumnya ia juga memasang barrier agar pasukannya terlindung dan itu cukup menguras tenaganya.

"Darimana saja Yang Mulia?"tanya Alan yang sepertinya mencari keberadaan Gane sejak tadi, matanya menatap khawatir Gane yang terlihat letih.

"Hanya berkeliling sebentar karena tidak bisa tidur"jawab Gane.

"Sebaiknya jika anda ingin berkeliling anda bisa bilang pada saya agar saya dapat mengawal Yang Mulia"

"Tidak perlu Alan terimakasih atas perhatianmu, sebaiknya kau beristirahat sekarang karena esok akan menjadi hari yang sangat panjang"

"Tapi Yang Mulia-"

"Tenang saja aku sudah memasang barrier yang kuat agar melindungi kita semua disini jadi kau tak perlu khawatir"ujar Gane.

"Baik Yang Mulia, selamat beristirahat"

SWITCH PRINCE [END]Where stories live. Discover now