XLIII. Cauta Adevarul

2K 248 8
                                    

Happy reading!
~•~

"Salam saya pada Sang Matahari Edzard."

Penyihir itu menunduk memberi hormat pada Gane.

Gane sedikit terkejut kala melihat pemuda yang datang di depannya. Ia menatap Alan penuh peringatan, dia tak menyangka jika Alan akan memanggil penyihir tengil ini. Dulu mereka pernah bertemu di akademi, pertemuan itu tak meninggalkan kesan baik karena penyihir tengil ini sangat sombong dan tentu saja Gane tak suka dengan orang seperti itu. Apalagi gayanya yang membuat orang lain kesal karena auranya seperti mengajak perang.

"Duduklah."

Penyihir itu duduk di kursi depan Gane dan Alan.

"Terimakasih Yang Mulia. Saya yakin Yang Mulia masih mengingat saya."

"Alan, bukankah aku bilang panggil penyihir terbaik di negeri ini dan kenapa bisa kau malah memanggilnya?!" Gane sedikit menaikkan nada bicaranya. Matanya mendelik kala melihat kaki penyihir tengil ini dengan santainya mengangkat ke atas meja dengan posisi menyilang. Lihat kan?! Tingkahnya saja sungguh memuakkan.

"Maaf Yang Mulia tapi sekarang memang dialah penyihir terbaik di negeri ini."

Gane berdecih kala melihat penyihir itu tersenyum miring seakan mengejek dirinya.

Remaja itu menghembuskan nafasnya dan mengeluarkannya. Berusaha menahan emosi yang hampir tumpah.

"Sekarang aku ingin kau menunjukkan masa lalu Duke Halls dengan ayahku."

"Baik, itu mudah sekali Yang Mulia. Namun tentu saja tidak ada yang gratis di dunia ini."

"Tentu saja, setelah ini aku akan memberimu berkarung-karung keping emas."

"Tidak Yang Mulia, anda salah sangka. Saya menginginkan hal lain."

"Sial! Kau ini banyak mau sekali. Cepat katakan sebelum kesabaranku habis."

Alan melihat Gane yang tersulut emosi. Selama ini Gane selalu bisa menahan emosi dan wibawanya, tapi pertemuan Gane dengan kawan lama mereka ini langsung membuat emosinya seakan segera meluap.

Gane kesal sekali, bisa saja dia melakukan hal itu sendiri tapi dia tak ingin ambil resiko karena selama ini sudah terlalu sering menggunakan kekuatan sihirnya dengan skala besar. Apalagi sekarang mana-nya belum stabil. Ia tak mau mati sia-sia, yang ada para tikus itu langsung tertawa kegirangan mengetahui rencana mereka berjalan sangat mulus tanpa harus mengerahkan usaha yang keras.

"Permintaan saya sederhana Yang Mulia. Saya ingin diangkat menjadi penyihir istana dan tentu saja tinggal di istana yang indah ini, bukankah sangat mudah?"

"Apa?! Tidak! Aku bisa cari penyihir lain, mereka pasti bisa melakukan hal ini tanpa meminta hal aneh padaku."

Gane berdiri dari duduknya.

"Jadi begitu rupanya, ya sudah kalau Yang Mulia tidak mau. Saya juga tak akan rugi, tapi ingat Yang Mulia saya punya rahasia tentang ibu Yang Mulia yang tidak Yang Mulia ketahui."

Perkataan itu membuat langkah Gane yang akan keluar dari ruangan itu pun berhenti dan berbalik menatap penyihir itu.

"Cepat katakan Elias atau kubunuh kau sekarang juga!"

"Tenang Yang Mulia, saya yak menyangka Raja begitu sensitif dan emosian seperti ini. Saya akan mengatakannya jika Yang Mulia mengabulkan permintaan saya," kata Elias masih dengan permintaannya.

"Akan aku penuhi! Alan atur semuanya segera."

"Baik Yang Mulia, saya permisi sebentar."

"Alangkah lebih baiknya jika Yang Mulia duduk kembali. Jangan tegang begitu, bukankah kita ini teman lama?"

SWITCH PRINCE [END]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant