XLII. Făptuitorul Găsit

2.1K 243 5
                                    

Happy reading!
~•~

Pagi harinya, Gane sudah ada di pasar. Ia memutuskan untuk berjalan-jalan setelah sekian lama. Tentunya ia menggunakan tudung agar tak ada yang mengenali. Tak lupa Gane juga menyamarkan auranya.

Suasana pagi di pasar ini begitu ramai. Dari yang berjualan bahan makanan sampai pakaian.

Gane mendekat ke salah satu pedagang yang menjual batu dan benda sihir.

"Berapa harga batu ini?" tanya Gane mengangkat sebuah batu berwarna ruby.

"Karena batu itu langka, jadi harganya mahal, sekitar 80 keping emas. Batu itu juga bukan batu biasa, jika yang memilikinya mempunyai kekuatan sihir, batu itu akan menyesuaikan kekuatannya dengan si pemilik."

"Menarik."

"Apa anda tertarik membelinya tuan?" tanya sang pedagang tak yakin. Pedagang itu hampir jantungan ketika Gane memainkan batu berharga itu dengan melempar-lemparnya.

"T-tolong jangan dilempar Tuan," ujar si pedagang dengan wajah panik.

"Hm, baiklah aku akan membelinya."

Gane memberikan sekantong keping emas pada pedagang tersebut. Satu kantong kira-kira berisi 100 keping emas.

"Ini t-terlalu banyak Tuan."

"Anggap saja bonus untukmu," kata Gane berlalu setelah menyimpan batu itu dalam saku. Tadinya dia kira batu ini palsu tapi ternyata asli, bahkan seharusnya harganya lebih dari 200 keping emas.

"Terima kasih banyak Tuan."

Gane beralih ke pedagang makanan. Ia melihat banyak anak-anak yang berkumpul di pedagang itu. Penasaran, Gane mendekat, ternyata pedagang itu menjual permen gulali.

"Aku ingin beli gulali itu, tapi aku tak punya uang," gumam seorang anak lelaki menundukkan kepalanya. Tak sadar Gane perhatikan.

"Aku belikan."

Anak laki-laki itu mendongak menatap Gane.

"Iya."

"Terima kasih kakak."

Gane juga membeli semua permen untuk dibagikan ke anak-anak lain. Remaja itu memakan permennya dan melanjutkan perjalanan.

"Bagaimana rencana kita, kapan akan terlaksana?"

Suara itu membuat Gane menghentikan langkahnya. Ia berhenti di depan sebuah bangunan tua, di depannya ada dua orang pria paruh baya tengah mengobrol. Tanpa menimbulkan suara ia duduk di depan bangku, agak jauh dari sana tapi tetap bisa mendengar percakapan itu. Walaupun dia belum tahu mereka akan membicarakan apa, tapi dia merasa bahwa harus mendengarkan pembicaraan dua pria itu.

"Sepertinya sekarang belum saatnya, apalagi sekarang ada pangeran kekaisaran itu di istana."

"Hm kau benar juga, aku tak sabar melihat Yang Mulia menduduki tahta setelah membunuh anak kecil itu. Bisa-bisanya juga rakyat setuju, padahal kita sudah berusaha susah payah menggiring opini, sial sekali anak itu malah bangun. Harusnya kita bunuh saja dari awal waktu dia kritis."

Dalam hati Gane bertanya-tanya. Siapa yang dimaksud Yang Mulia oleh mereka?

Ia harus segera menyelidiki hal ini. Tidak mungkin kan dia menyerah dan membiarkan tahta jatuh pada orang yang salah?

Padahal dia ke pasar untuk berjalan-jalan, siapa sangka akan bertemu dengan dua pria bau tanah menyebalkan itu. Awas saja kalau sudah terbongkar, akan dia cincang sampai habis tubuhnya.

Secepat kilat Gane berteleportasi ke tempat Alan berada.

"Anda membuat saya terkejut, Yang Mulia!"

Gane melihat Alan yang baru saja keluar dari kamar mandi dan masih bertelanjang dada. Gane duduk di sofa, melipat tangannya di depan dada.

SWITCH PRINCE [END]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora