7. Lily

495 125 140
                                    

Cewek berambut pirang itu melepas helm hijau yang ia kenakan dan memberikannya kepada pria paruh baya yang hanya tersenyum di atas motor maticnya.

Setelah selesai merapikan rambutnya, ia berjalan santai mencangklong tas di lengan kanannya dan satu buket bunga Lily putih yang tadi ia beli di jalan. Ia juga sempatkan berhenti di toilet umum untuk mengganti atasannya dengan kaos polos yang ia bawa.

Ia tak ingin ada yang mengenalinya jika masih mengenakan seragam Scarlet. Terlebih ini belum jam pulang sekolah.

Tatapannya berubah sendu saat ia sampai di depan gerbang hijau yang terbuka lebar bertuliskan "Tempat Pemakan Umum Kenanga" diatasnya.
Tak biasanya ia menjadi melankolis seperti ini.

Ia rapihkan bunga Lily di tangannya dan mantap berjalan masuk ke area pemakaman. Entah sudah berapa lama ia tak menginjakkan kakinya di tempat ini lagi. Seingatnya, terakhir ia kesini saat tanah itu masih basah dan di penuhi wangi bebungaan.

Setengah tahun berlalu.
Kini Ratu baru paham, bagaimana wujud hampa yang sebenarnya.

.

"Gue mau pulang..." kata Kiara. Ia lalu berdiri dari posisi jongkoknya di balik meja penjual bunga di area TPU.

Tarikan tangan Ari membuat cewek itu berbalik dengan tatapan yang tak biasa.

"Lo nangis..."

Buru-buru Kiara menyeka air matanya dan menepis kasar tangan Ari.

Tak menjawab apapun, Kiara justru mempercepat langkahnya keluar area pemakaman. Entah mulai kapan langit di atasnya mulai menghitam.

"KIA..WAIT..KI!" Seru Ari. Langkahnya ia percepat mencoba mengimbangi cewek di depannya yang terus berjalan mengacuhkan panggilannya.

Tepat saat langkah itu berhenti di depan pintu masuk TPU, rintik hujan mulai mengguyur jalanan yang mulai ramai kendaraan. Kiara mendongakkan kepalanya ke atas, membiarkan tetesan air langit membasahi wajahnya. Ia pejamkan matanya, mengatur kembali nafasnya dan tenangkan pikiran yang sedari tadi berkecamuk di otaknya.

"Ri..." Ucap Kiara. Matanya masih terpejam ke arah langit.

"Hmm.."
Cowok itu sibuk melepas almamater hitam khas Scarlet nya di belakang Kiara.

"Lo masih punya uang?"

Ari menautkan alisnya tak menyangka akan mendapat pertanyaan semacam ini.

Kiara membalikan badannya menatap cowok yang rambutnya mulai berantakan terkena air hujan.

Jika boleh jujur, Ari memang tampan dan menarik, tapi penampilannya yang terlalu "sempurna" membuatnya kadang membosankan. Entahlah..mungkin selera Kiara adalah cowok-cowok "berantakan" seperti Samuel, mantannya.

"Uang? Buat apa?"
Cowok itu kini mendekatkan dirinya pada Kiara dengan kedua tangan terangkat keatas memayungi dirinya dengan almamater sekolahnya.

Kiara tersenyum getir, melipat kedua tangannya di depan dada. "Kok gue gak di payungin!"

Ari mengernyitkan dahinya menatap cewek yang hanya setinggi dagunya itu terheran.

"Payungin lo? Lo kan bisa sendiri..gak usah manja..."

Kiara mendengus kesal. Hujan semakin lebat, di tambah suara klakson kendaraan yang mulai bersahutan di jalanan. Tak luput asap kendaraan roda dua juga ikut meramaikan.

"Lo butuh uang buat naik bis kan? Ayo cepetan..itu bisnya Dateng..." Ucap Ari. Ia kemudian berlari menunjuk ke arah halte yang berjarak sekitar 100 meter di sisi kanan mereka.

Kiara's SecretUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum