34. Kegilaan 800 juta

278 65 243
                                    

Happy reading 💙

.

"Jadi nama lo Senja?"

Hening.

Sebelum sebuah ledakan tawa terdengar, mengisi penuh ruangan kotak yang hanya ada satu sofa panjang, satu meja kecil di tengah, dan meja besar dengan beberapa monitor komputer di atasnya.

Seluruh atensi lantas tertuju pada sosok perempuan berjaket denim di atas sofa, santai melipat kakinya menampilkan sepatu kets putih mahal bertengger di sana.

Yang namanya disebut seolah tersindir— sang pemilik rumah.

Kedua tangannya bersedekap di ambang pintu, menatap lurus beberapa tamunya yang menyebar ke seisi ruangan. Perempuan itu jelas hanya salah satunya.

Abian berdecak kesal. Berjalan ke arah kursinya di depan layar monitor yang baru saja ia nyalakan. Terlihat sebuah "program" di sana, tapi tak ada yang dapat dimengerti gadis berkaos ungu panjang yang baru saja mendekat.

Matanya menyipit seolah menerka angka-angka dan tulisan kecil pada layar, tapi tak bisa. Kapasitas otaknya belum sampai.

"Dia Dania, anak yang gue ceritain," kata Raja, ia juga mendekat pada Abi, dudukan dirinya pada ujung meja.

Abian hanya mengangguk. Lalu netranya bertemu dengan manik perempuan yang dimaksud.

"Lo lo semua tau? Nggak! Makanya gue kasih tau sekarang, ekhem— "

Semua perhatian kini pada sosok lelaki berkaos pendek hitam. Beberapa juga memutar matanya malas.

Beberapa— mungkin sekitar tiga orang. Di sofa panjang, duduk tiga manusia yang Abian sangat paham dia yang duduk di sisi kanan— Ratu, mantan gebetan sekaligus adik teman SMP nya.

Di sisi kiri, yang asik dengan ponsel pintarnya, asing. Tapi bisa Abi tebak, mungkin dia si ketua OSIS yang sering Ari ceritakan, terlihat dari karisma yang terpancar. Sedikit tampan— Abian akui itu. Sedikit.

Yang duduk di tengah— perempuan songong itu— kesan pertama yang membuatnya mengelus dada. Siapa namanya— Dania. Mungkin Abi tak akan dekat dengan perempuan itu.

Kiara berdiri di samping kursinya, dan harusnya ada Ari—

Tok tok tok...

Itu dia— masuk bersama nampan minuman dengan pria paruh baya sedikit berisi, membawa botol air serta berbagai cemilan di kantong kreseknya.

"Rame ternyata, untung Abah baru belanja," kata pria itu. Yang duduk di sofa kompak berdiri, menerima uluran kresek meletakkannya pada meja kecil di tengah.

"Rencana, Abah mau jual aja komputernya si Bian. Cuma nambahin tagihan listrik, gak berguna."

"Gak boleh! Abi udah sering bilang, ini komputer berguna Bah, Abah gak ngerti passion anak muda— "

"Pesyen pesyen, sesat!"

Kikikan kecil di sana di sini. Bahkan terdengar jelas dari sisi kanan kiri Abi oleh Ayuda bersaudara. Dan jangan tanyakan, tiga manusia di sofa sudah semerah tomat menahan tawa.

Kiara's SecretWhere stories live. Discover now