17. Space between us

326 91 143
                                    

Sekitar lima menit berlalu, setelah keheningan itu mengisi seluruh ruang di mobil hitam ini.

Belum ada kata keluar dari Kiara, begitupun sang pemuda yang duduk di jok sopir sampingnya. Lelaki itu masih memainkan jemarinya di bawah setir mencoba mengusir kecanggungan yang entah mulai kapan ikut menyapa.

"Sorry ya..."

Kini pandangan lelaki itu tertuju pada si gadis yang mulai membuka suara, namun tatapannya masih fokus kearah depan.

"Gue belum kabarin lo lagi setelah hari itu."

"Hmm, gak papa, lo pasti punya alasan buat ngelakuin itu."

"Ada apa?"

Akhirnya tanya itu terucap.

Pertanyaan pokok yang seharusnya sudah Kiara ucapkan beberapa saat lalu, kata pertama yang memang harusnya ia lontarkan sebelum masuk ke mobil ini yang malah menjebak sunyi bersama sang pengemudi.

"Gue mau ngasih ini.."

Kiara ikuti arah manik Raja tertuju, pada benda kotak yang ia letakan disisi kanan jok sopir samping pintu. Sebuah tas hitam, Kiara tau apa isinya, sebuah barang miliknya.

"Kok ada di lo?"

Setelah benda itu berpindah tangan, keduanya lantas kembali beradu tatap dengan sorot penuh selidik dari Kiara, dan jawaban tenang dari yang dituju.

"Gue ambil itu dari ruangan ayah, beberapa hari lalu." Jawab Raja. Dia tak ada niat berbohong, karena memang begitu adanya.

"Gue udah suruh pak Heru buat cari ni laptop, dia bilang gak nemu, jadi gue nyerah karena mungkin ayah nyimpen di tempat yang pak Heru gak tau. Ternyata ada di lo."

Raja refleks menunduk. Ada rasa bersalah yang tiba-tiba mencuat, juga ada rasa takut yang baru saja terlahir,  takut gadis disampingnya ini akan meluapkan amarahnya dan berakibat renggangnya hubungan antara mereka—Karena ia pun tak bisa mentolerir, tindakannya salah telah membobol laptop saudaranya tanpa ijin.

"Sorry Ki, gue-"

"Lo masih sama ya," tangan Kiara mulai memainkan touchpad setelah layar itu menyala. "Lo bakal jujur setelah nglakuin sesuatu, yang bahkan bisa ngrugiin diri lo sendiri" setelahnya Kia tutup laptop itu dan alihkan sorot matanya pada lelaki yang juga kini menatapnya lekat.

"Maksud lo?"

.

"Mah, Raja serius."

"Ya..emang kamu pikir mamah becanda."

"Ya tapi, respon mamah seolah Raja lagi becanda, Raja serius ngomong kaya gini."

Yang dituju mengalihkan pandangannya dari sang putra ke arah televisi besar di belakangnya.

"Bilangnya ke Ayah, jangan ke mamah." lanjut wanita itu kemudian. Dengan nada sedikit ketus membuat nyali lelaki yang kini setengah terduduk di lantai itu agak menciut.

Netranya kini bertemu dengan sosok yang sedari tadi jelas menyaksikan dan mendengar semua pengakuan jujur sang putra sulung yang bahkan sampai memohon di lantai pada orang yang melahirkannya.

Pria yang masih mengenakan kemeja kantor itu melonggarkan dasinya.

"Yah..." Lirih Raja.

Pria yang baru-baru ini ia panggil Ayah itu menepuk pelan kursi disampingnya mengisyaratkan sang putra untuk duduk.

Di sisi lain,
Di balik pintu coklat di lantai dua, jelas terdapat dua perempuan sebaya yang tengah mengintip ria kegaduhan apa yang tengah berlaku di bawah.

Kiara's SecretWhere stories live. Discover now