51. Senja yang terluka

263 52 138
                                    


Happy reading 💙

.

Kiara duduk mengangkat kaki bersila di atas sofa samping ranjang Ari. Ia letakan tas selempangnya di pangkuan, sedangkan kedua tangannya asik membaca secarik kertas yang lima menit lalu Abian beri padanya.

"Nih, gue nemu di kamar Ari." Begitulah ucapan Abian.

Pikiran pertama Kiara menerima kertas tersebut— apa sebuah wasiat? —namun buru-buru gadis itu menggeleng. Apa-apaan dengan otaknya.

Dan benar saja, ia harus mencuci otak karena pikiran yang benar-benar melenceng dari fakta. Bahwa kertas yang ia pegang saat ini— Catatan hutang Kiara.

"Anjir!"

Ujung kertas itu Kiara remas kuat. Ia berikan tatapan tajam, pada Ari yang masih tenang dalam tidurnya. Dengan alat bantu pernapasan di hidung, selang infus yang tetesannya sangat berirama di sisi lain. Serta suara bip bip dari monitor yang turut hiasi ruangan ini. Kiara berdecak.

Bahkan lo masih nyebelin dikondisi sekarat.

Rumah Ari. Begitu Kiara menyebutnya. Kiara rasa, ia tak asing dengan segala benda yang menempel di tubuh Ari, karena ia juga pernah merasakan. Tapi entah apa rasanya, ia pun lupa.

Karena setelah ia bangun. Kiara hanya mengingat, ia baru saja bermimpi hal indah dengan mendiang sang Ibu.

Dari wajah Ari yang sangat tenang, apa Kiara bisa simpulkan, bahwa Ari juga tengah bermimpi indah...

"Kenapa lama Ri... udah lima hari," gumamnya pelan.

Memandang Ari hanya memancing air matanya untuk luruh. Kiara sedang tak ingin menangis. Karena hampir lima hari ini, ia selalu menangis di samping Ari setiap malam. Ruangan ini bisa saja banjir.

Kiara mendongak, mengedipkan matanya beberapa kali, mencoba mencegah bulir matanya tak jadi turun. Berhasil, sepertinya. Lantas kembali fokus pada sang kertas di tangan. Sunggingan kecil di bibir langsung timbul.

"Total 173 ribu, belum di hitung bunga."

Kiara kembali menatap Ari. Kali ini, dengan tatapan tajam mencibir.

"Dihitung dari ongkos pulang pergi sekolah nebeng bayarin bis." Alis Kiara bertaut. "Mie instan yang main comot ples air panas di rumah. Gak gratis!"

"Anjir!"

"Dan lain-lain, yang belum terhitung termasuk kosan yang nunggak satu bulan."

Kiara tertawa, hambar. Apa-apaan ini? Ia ingin mengumpat sekarang. Tapi sadar, yang ia umpati dalam kondisi koma. Ia masih punya hati nurani.

Kiara bangkit, berjalan mencengkram kuat tepi ranjang Ari dengan kedua tangannya. Kertas hutang itu sudah teremas di atas sofa. Kiara dekatkan wajahnya dengan wajah Ari, sedikit benarkan rambut bandel yang menutupi kening Ari hampir sampai ke mata.

Kemudian tersenyum. "Lo ganteng ya Ri, kalau lagi tenang gini. Gak rese!"

Mengusap pipi hangat Ari, senyuman Kiara perlahan luntur. "Lo tau... semuanya udah selesai Ri. Anak-anak di sekolah udah mau ngomong sama gue lagi. Bahkan, beberapa berani minta maaf, karena pernah nganggep gue cewek aneh."

Kiara's SecretWhere stories live. Discover now