37. Panggilan Konseling

245 57 211
                                    


Happy reading 💙

.

Pagi ini terasa aneh. Seakan jadi hari termalas Kiara pergi ke sekolah. Ia yakin, bukan hanya ia yang merasakan. Temannya yang lain— grup pembelot Scarlet. Pasti tak kalah was was seperti dirinya.

Entah apa yang akan terjadi hari ini, setelah kekacauan kemarin, Kiara hanya ingin berpikir positif. Ya.. positif, semoga tak ada yang terjadi.

Fiuh..

Kiara hembuskan napas kecil. Ia benamkan kepalanya pada dua tangan yang ia tekuk di atas meja. Lalu melirik melalui ekor matanya, lengan taman sebangkunya, Yuna. Sangat sibuk mencatat.

Ingin rasanya Kia membuka obrolan. Tapi, entahlah, sedikit— bukan Kiara.

Srek.. srek.. nging..

Semua mata kompak menoleh ke arah langit-langit. Di pojok ruangan, tepat, benda kotak hitam itu berbunyi.

Yuna berdecak, Kiara dengar. Memang, siapa yang tak terganggu dengan suara mic yang sedang dinyalakan. Apalagi, kondisi kelas yang tengah fokus mencatat tugas— fisika —semua konsentrasi pada rumus itu seolah pecah dalam hitungan detik.

Semuanya diam. Kiara hanya memutar mata malas. Apalagi yang akan manusia di atas sana umumkan. Sebelumnya, lima menit awal pelajaran, siswa dipaksa duduk mendengarkan, penyuluhan pencegahan dan penyelamatan kebakaran dini di sekolah.

Ini pasti karena kekacauan kemarin, batin Kia.

".. tes.. maaf mengganggu waktunya sebentar..

Keadaan kelas seketika riuh. Beberapa buku dibanting ke meja, dan suara-suara umpatan kecil, jengah, ada di sana sini.

".. panggilan kepada Dania Adinda 12 IPS 2 dan Bisma Erlangga 12 IPA 2 untuk mendatangi ruang konseling.."

Huu....

Suara dengungan akhirnya memenuhi kelas, setelah pengumuman itu disebut. Sudah biasa— batin mereka saat ini. Kedua siswa itu, mereka anggap seperti "Anak Scarlet", karena kepercayaan sekolah sepenuhnya pada sang ketua OSIS dan ketua MPK.

Tapi tidak dengan Kiara. Ia membulatkan matanya, langsung tersandar tegak pada kursi. Suara itu kembali terulang, telinganya berusaha memastikan ia salah dengar.

".. sekali lagi, mohon ditunggu kehadirannya."

Gue benci pikiran gue saat ini.

"Ki.."

"Hah!"

"Lo kenapa? Kaget gitu?" tanya Yuna. Sudah pasti, menangkap aneh sifat Kiara seperti ketakutan sendiri.

"Tadi lo denger? Kira-kira... mereka, mau ngapain?" kata Kiara gugup. Bahkan bisa ia rasakan, keringat mulai turun dari pelipis.

"Turnamen Tri Lingga mungkin?" jawab Yuna setengah ragu. Lalu kembali fokus pada catatannya.

Kiara menarik napas panjang. Ia masih tersender pada kursi memandangi punggung Yuna yang kembali naik turun mencatat tugas.

Kiara's SecretWhere stories live. Discover now