38. Pengorbanan

282 53 231
                                    

Happy reading 💙

.

Jemari lelaki itu terkepal kuat. Menekan pensil pada genggaman, yang bisa ia rasa— ujungnya menembus kertas, tepat pada pilihan pertama, soal cerita lima paragraf.

Ari mendongak. Menatap jam dinding di atas papan putih, tepat di atas kepala sang guru yang tengah menarikan spidol, menuliskan, bahwa jawaban soal itu, adalah C— pilihan ketiga. Ia berdecak.

Sudah satu jam lamanya. Setelah "pemanggilan", dan pemilik bangku di belakangnya meninggalkan kelas. Entah apa yang terjadi sekarang, ia malah terjebak, dalam rumitnya soal cerita, dan panasnya kelas karena AC yang mati.

"Bu Bella," ucap Ari. Mengangkat tangan.

Yang dituju berbalik, benarkan frame kacamatanya yang sedikit melorot, dengan spidol hitam di tangan, yang tintanya terlihat menetes kecil pada lantai.

"Ijin ke toilet."

"Vino belum kembali," jawab Bu Bella. Tatapannya pada bangku kosong, meski tertutupi badan tinggi Ari yang berdiri.

"Tapi saya—"

"Sekolah punya aturan. Tunggu sampai teman kamu kembali."

Ari membuang napas. Menunduk, terpaksa, kembali berkutat pada soal-soal itu.

.

"Apa... "

Gadis yang tersandar pada tembok menoleh. Terlihat, sang ketua OSIS terduduk di lantai, bersandar pada tiang, dengan satu kaki lututnya yang ia tekuk. Satunya selonjor ke depan, cukup panjang, menghalangi hampir penuhi jalan koridor yang sempit.

"... yang bakal terjadi selanjutnya?" lanjut Bisma. Ia mendongak, menatap poster dari OSIS, yang terpampang panjang tentang pembukaan Tri Lingga, menyematkan namanya pada pojok kanan sebagai ketua.

Dania mendekat. Berdiri tepat di bawah poster. Menatap tajam pemuda yang selalu ia debatkan di bawah.

"Lo lemah! Lo lupa?! lo yang narik-narik gue waktu itu buat gak mihak ke sekolah. Tapi lo sendiri gak berani, buat bongkar—"

"Dan. Gak gitu. Gak gitu caranya balas dendam. Kita punya rencana."

"Rencana? Lo belum sadar! apa yang tadi lo dapet di dalem? Semuanya di luar rencana. Ada kalanya buat ambil keputusan di lapangan—"

"Ekhem."

Dania dan Bisma kompak menoleh. Yang ditunggu, akhirnya keluar. Vino tersenyum kecut, langsung disambar tangan Dania menarik ke ruangan kosong tak jauh dari sana. Yang Vino tahu— gudang.

Pemuda berkacamata itu didudukan paksa, tanpa perlawanan. Vino rasa, semua tenaganya terserap di ruang BK.

Bisma menyusul, berdiri di ambang pintu memegangi kunci.

"Jadi gue diculik?" ucap Vino santai.

"Gak usah bacot!" seru Dania. Bisma yang mendengar bahkan terbelalak. "Sinting lo?! Mau dianggep pahlawan?! Hah! Lu kenapa sih— "

Kiara's SecretWhere stories live. Discover now