20. Pengakuan Kiara

352 80 235
                                    

HAPPY READING 💙

.

"Ri, lo punya duit? Hehe.."

Kini perempuan yang menyeringai tanpa dosa itu dengan sigap memeluk erat tiga cup mie instan dan satu botol air panas di tangan satunya.

Menutup lemari kayu dengan keningnya karena memang posisinya yang sibuk menahan mie agar tidak jatuh.

Ting...

Satu sendok stainless berhasil lepas dari genggaman mengenai piring kaca di wastafel. Pelakunya, hanya ber "O" ria, memungut, mengibaskan lalu kembali menuang air ke satu persatu mie cup nya.

Sang pemilik rumah hanya terdiam. Melipat tangan di depan dada duduk manis di meja makan belakang wastafel tempat cewek itu berkutat dengan air panas. Kini, ia baru saja menutup satu persatu mie nya.

"Kok lo bisa masuk rumah gue?"

"Bu Najwa bilang, dia mau ke bengkelnya Abian, nah kebetulan banget gue didepan rumah nyari lo– jadilah gue disuruh masuk."

"Oh..terus lo seenak jidat ngrampok rumah gue! Itu mie gue Kia..lo kere banget sih..."

"Pelit..timbang tiga doang..ini juga satu buat lo."

Kiara mengangkat garpu di kiri, menunjuk Ari tepat di depan wajahnya.

"Terus lo dua?"

"Iyalah."

Sang tuan rumah hanya menghela nafas panjang. Menggeleng tak tau harus merespon bagaimana "maling" cantik didepannya.

.

Gelap..

Itu yang Kiara rasakan saat dirinya berhasil masuk setelah merangkak lewat tangga ke arah loteng rumah Ari. Ia duduk sebentar. Memangku dua cup mie yang kepulan asapnya sudah bisa ia cium semerbak menghiasi ruangan pengap ini.

"Minggir anjir, gue gak bisa masuk."

Rasa lututnya ditepuk dari bawah, Kiara sadar, ia menghalangi pintu masuk kedalam loteng. Dengan sangat hati-hati, Kiara geser pantatnya kesembarang biarkan lelaki yang lebih paham tempat ini untuk mencari penerangan.

Di detik kelima, sebuah cahaya oranye menyala dari tengah.

Dengan posisi atap yang sangat dekat dengan kepala, dan minimnya pencahayaan remang-remang ini, Kiara tak henti melafalkan dedoa dan memilin ujung kaos Ari mengikutinya merangkak ke arah mana...ia pun tak paham.

Intinya, ia harus terus membungkuk agar tak bentrok dengan atap.

Sampai— sebuah layar televisi kecil menyala. Memberikan sinar yang lebih terang. Tepat dibawah fentilasi kecil pada later L di dinding. Memperlihatkan segaris cahaya putih dari luar yang mungkin cahaya bulan atau lampu dari arah kosan.

Kiara terdiam. Matanya masih mengitari ruangan sempit yang ternyata memilik tumpukan kardus di pojokan. Ia sekarang bingung, untuk apa televisi ini di loteng? Bahkan masih menyala.

"Dulu, gue suka belajar disini. Supaya gak ada yang ganggu."

Seolah bisa membaca pikirannya, Ari berhasil memecahkan penasaran Kiara yang saat ini menyapu pandangan pada sebuah meja lipat dengan lampu duduk diatasnya. Tepat di samping televisi.

Ia seruput mie cup yang sudah matang, dan satunya, ia letakan di sisi kanan. Tepat menjadi pembatas ia dan Ari duduk. Tak ada obrolan, hanya suara televisi yang menampilkan sebuah sinetron yang tengah merebutkan satu suami di ambang pintu.
wow.. dramatis.

Kiara's SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang