40

99 7 0
                                    


40

Assalamualaikum, udah hampir tengah malem nih..

Hehe,,,

Maaf sebelumnya kalo garing. Zzzz


Happy reading

____

“Rara bisa sendiri.” ucapnya pelan sembari berusaha menggapai hair dryer yang berada di tangan Reyhan.

“Udah Ra, gue bisa kok. Tugas lo diem dan liat pantulan wajah lo di cermin.”

Rara sangat malas untuk berdebat untuk sekarang ini, gadi situ menurut seperti yang di ucapkan Reyhan kepadanya.

Ia diam tak berkutik dengan menatap pantulan dirinya sendiri di cermin dengan tatapan kosong.

Sedangkan Reyhan, cowok itu mulai mengeringkan rambut Rara. Tak lama, karena Rara memiliki rambut yang tak terlalu tebal. Cowok itu mengambil sebuah sisir dan sebuah tali rambut di sebuah kotak.

Dengan telaten cowok itu mengumpulkan rambut Rara perlahan lalu menguncirnya dengan kemampuannya yang terbatas.

Hasilnya memang tak terlalu rapih, tapi Rara tetap terlihat cantik meski wajahnya tampak pucat dan tatapannya tampak kosong.

“Udah selesai, Rara nya Reyhan emang cantik.”  ucap Reyhan menatap cermin sembari memegang pundak Rara, cowok itu tersenyum tipis saat gadis yang berada di depannya itu tak merubah ekspresinya.

Untuk kesekian kalinya, Reyhan menghela nafasnya panjang “Ayo Ra, keluar. Mereka udah nungguin elo.”

Tanpa menjawab, Rara bangkit dari duduknya. Reyhan langsung menaruh sisir di atas meja sembarang. Berjalan menyusul langkah kaki Rara yang tampak lesu.

Kini giliran Rara yang menghela nafasnya saat matanya menatap dengan jelas mamanya terbaring dengan sebuah kain yang menutupi sekujur tubuhnya “Jangan ngepal, remes aja tangan gue.” ujar Reyhan sembari menggenggam tangan Rara erat.

“Makasih.” pelan, bahkan Reyhan hanya mendengarnya lirih saat bibir gadis di sampingnya itu bergerak mengucapkan satu kata.

Keduanya berjalan pelan beriringan, genggaman Rara semakin mengerat. Reyhan hanay tersenyum tipis, ia menatap wajah sudut mata Rara yang tengah membendung air matanya agar tak lolos melewati pipi.
Reyhan mencondongkan tubuhnya kearah Rara “Nangis aja gak papa, wajar kok.” bisiknya.

Seperti dugaannya, Rara langsung melepas genggamannya dan berlari meemluk tubuh kaku Linda dengan tangis yang memenuhu ruangan. Orang-orang yang kebanyakan tetangga Rara yang tengah membaca Yasin sedikit terkejut.

Hanya beberapa detik, mereka kembali melanjtkan bacaannya. Rara memeluk tubuh Linda semakin erat, Reyhan lebih memilih pergi enggan menyaksikan isak tangis Rara.
“Mah, Rara disini. Maafin Rara dateng terlambat. Maafin Rara, bangun Mah.” ucap Rara sesenggukan.

Tak ada rasa malu lagi di diri gadi situ, ia menangis sendirian dan menjadi objek penglihatan. Beberapa teman dekat Linda juga ikut menangis “Udah Ra, sebentar lagi mama kamu bakalan di sholatin, terus di kebumikan. Ayo ikut abang sebentar.” ucap Rena sembari menyentuh pundak Rara pelan.

“Gak mau! Rara pengen peluk mama! Rara tau Rara egois, tapi Rara cuma pengen mama kembali. Rara janji gak akan bikin mama kecewa, Rara akan sering-sering temuin mama.”

“Ra-.”

“Dua hari lagi Rara ulang tahun dan hari ini mama meninggal? Rara masih gak percaya, Rara masih berharap ini cuma mimpi. Kalo emang ini bener-bener mimpi, siapapun tolong bangunin Rara. Rara gak kuat! Kalo ini memang kenyataan, seseorang tolong bunuh Rara, biarin Rara gantiin posisi mamah!”

Rara & Reyhan (End)Where stories live. Discover now