49

98 6 0
                                    

49

Seorang agdis tengah duduk di sebuah kursi tunggu sebuah lorong bernuansa putih tepat didepan ruangan bertuliskan UGD sendirian. Wajahnya sedikit pucat, mungkin karena habis mendonorkan darahnya.

Dia Rara, gadis itu menyenderkan tubuhnya ke senderan kursi, tubuh mungilnya terasa sangat lemas, Rara juga merasa sedikit lapar. Salahnya sendiri tak menghabiskan sarapan yang di belikan Reno tadi pagi.

Setelah Rara selesai mendonorkan darahnya, Reyhan pergi entah kemana. Mungkin tengah menemui Tiara yang katanya dirawat di lantai dua. Rara sempat bertanya tadi saat darahnya tengah di ambil.

Tadinya, gadis itu hendak pulang karena tak menemukan sosok Reyhan. Tapi tubuhnya teras asnagat lemas, alhasil ia memilih duduk di kursi tepat didepan UGD.

“Rara?”

Dengan lemas, Rara menengokkan wajahnya pelan. Mennagkap sosok yang memanggilnya. Seorang laki-laki berpakaian khas dokter yang berdiri tepat beberapa meter di sampingnya.
Dengan gerakan pelan, Rara bangkit dari duduknya “Bang Reno.”

“Ngapain disini Ra?” tanya Reno berjalan mendekat setelah memastikan gadis itu adalah benar-benar Rara.

“Tadi Rara ikut-”

“Kamu sakit? Wajah kamu pucet.”

“Enggak kok, Rara sehat, cuma sedikit lemes doang.”

“Terus ngapain kamu kesini?”

“Tadi ikut Rey.”

“Reyhan?”

Rara mengangguk, tangannya memegangi kursi di sampingnya. Tubuhnya benar-benar lemas, ingin sekali Rara duduk kembali tapi ia tak mau membuat Reno khawatir.
“Reyhanya kemana? Kenapa kamu sendirian disini?”

“Dia lagi ke Tiara, dia kecelakaan. Rara disini karna Rara pengen pulang habis donor darah.”

Ekspresi Reno berubah tak bersahabat, tangannya terkepal kuat hingga bolpoin yang tengah ia genggam patah karena kepalan tangannya. Nafasnya berderu, laki-laki itu tengah menahan emosinya.

“Donor darah buar Tiara?”

Setelah melihat Rara mengangguk, Reno langsung melepaskan jas putih khas dokternya. Menyisakan kemeja hitam nya “Bangsat!”  Umpatnya.

Reno langsung melenggos pergi, baru beberapa langkah ia berjalan, suara Rara yang memanggil namanya membuat dirinya lantas menhentikan langkahnya.

Membalikkan badannya kembali, menatap kearah gadis yang tengah berusaha untuk bangkit dari duduknya.

“Mau kemana? Rara gak mau sendirian lagi.” ucap Rara lemas, pandangan matanya mulai kabur. Rara langsung memegang kepalanya menggunakan satu tangannya.

Menjambak rambutnya sendiri saat rasa pusing melanda dirinya, Rara memejamkjan matanya dengan suara erangan kesakitan.

Reno yang tau Rara tengah kesakitan langsung berjalan cepat menghampiri satu-satunya gadis yang sangat berharga di hidupnya.

Rara menatap lantai di bawahnya, darah mengalir dari hidungnya cukup banyak “Ra, kamu mimisan.” kejut Reno saat melihat gadis di depannya itu tengah menunduk sembari menatap lantai.

Belum sempat Rara menjawab, tubuhnya jatuh kelantai. Reno benar-benar terkejut, dengan cekatan.

Cowok itu membuang jas miliknya, mengangkat tubuh Rara, berjalan cepat memasuki ruang UGD yang memang tepat berada di sampingnya.

Tubuh Rara ia letakkan di ranjang, laki-laki yang biasa menampilkan mimik wajah santai itu sekarang merubah mimik wajahnya, ia tampak sangat khawatir.

Dengan tangan gemetar, Reno mengelap hidung Rara hingga pipi bawah gadis itu, Reno benar-benar panik, pdahal selama ini ia tak pernah sepanik ini saat memeriksa orang lain selain Rara.

“Biar gue aja, lo tunggu di luar.” Ucap seorang teman Reno yang entah datang dari mana dan tau darimana jika Reno tengah berada di UGD.
Fino namanya, cowok yang sudah bertahun-tahun menjadi partnernya, dan tentu saja patner Linda.

Laki-laki itu mendorong tubuh Reno agar keluar dari UGD. Ia juga kembali munutup pintu setelah Reno benar-benar keluar dari ruang UGD.

:)

Setelah hampir lima belas menit menunggu, Fino keluar dari UGD. Reno langsung menghadang Fino, menatap wajah datar kawannya “Gimana Rara?”

“Dia kecapean.”

“Gak mungkin cuma kecapean.”

“Rara pernah ngalamin depresi?”

Pertanyaan Fino membuat Reno sedikit kaget, pasalnya Fino bukan dokter yang menangani mental. Bagaimana bisa laki-laki itu tau jika Rara pernah mengalami depresi?.

“Atas dasar apa lo ngomong gitu?”

Fino tampak menghela nafas “Kakak gue juga pernah depresi sebelum dia memilih menemuin Tuhan lebih dulu, dia tampak baik-baik aja. Bahkan beberapa jam sebelum dia mengakhiri hidup, dia masih bisa tertawa.”

“Rara pernah depresi, waktu dia masih SMP.”

“Dia kambuh, kalo lo peduli bahkan sayang sama dia. Temenin dia, Rara gak butuh ucapan penyemangat atau kalimat motivasi. Yang Rara butuhin itu sosok orang yang selalu ada buat dia. Jangan sampe lo nyesel kaya gue Ren.”

Reno mengacak rambutnya kesal, jika ia mengatakan pada Rara jika dirinya sebenarnya adalah kaka kandungnya, apakah itu tak membuat gadi situ bertambah pikiran. Terlebih keadaan ibunya yang tak dalam kondisi baik-baik saja.

Laki-laki itu benar-benar pusing sekarang ini “Gue ke ruang medis dulu, lo pindahin dia ke ruang rawat. Gue udah kasih infus, Rara juga udah sadar. Dia lagi tidur, kecapean mungkin.”

Reno mengangguk lalu menatap punggung Fino yang semakin jauh. Baru, setelah Fino banr-benar tak terlihat di matanya, ia memasuki UGD untuk menemui Rara, adik kandungnya.

Ia duduk di samping Rara yang terlihat sangat pucat, nafasnya terbilang teratur, tapi detak jantungnya terlihat lemah. Reno meraih jari-jari Rara, terasa sangat dingin di genggaman tangannya.

Reno menghela nafasnya berat, menyingkirkan anak rmabut Rara yang menutupi mata Rara yang terpejam menggunakan satu tangan “Maafin abang Dek” kata Reno semakin erat menggenggam jari-jari Rara.

Cowok itu mencium dalam jari-jari Rara dalam genggamannya, sungguh ia tak mau kehilangan gadis yang terbaring lemas didepannya ini. Ia terlalu berharga untuk hilang dari Bumi.

Perlahan, mata indah itu terbuka. Reno masih menggenggam jari-jari Rara “Udah bangun Ra? Mau abang beliin apa?” tanya Reno.

Rara menggeleng pelan “Kenapa Rara di infus? Rara baik-baik aja.”

Reno meletakkan tangan Rara kembali ke ranjang “Masih sanggup bilang baik-baik aja? Mau sampe kapan kamu bohong Ra? Abang tau kamu kuat, tapi  kamu juga butuh istirahat.”

Rara bungkam, selain masih lemas. Gadi situ juga tak mempunyai kalimat elakan. Yang di ucapkan Reno memang benar, Rara butuh istirahat.

“Udah berapa kali dalam minggu ini kamu berusaha bunuh diri?”

Nanti sore lanjut UP lagi ya❤️

See you next part

Salman
@sellaselly12

Rara & Reyhan (End)Where stories live. Discover now