47

82 5 0
                                    

47

Terhitung sudah dua hari setelah Rara terbangun dari masa kritisnya, kini gadis itu sudah kembali tersenyum lagi.

Rasanya seperti tak terjadi apa-apa pada diri gadis yang tengah duduk di ranjangnya.

Pakaian rumah sakit masih Rara kenakan, sebenarnya kata dokter Rara sudah boleh pulang, Tapi Reno menahannya dengan beralasan di Rumah sakit Rara lebih aman.

Rara juga lebih suka di rumah sakit, setidaknya, disini Rara tak merasa kesepian. Angkasa adalah satu-satunya orang yang selalu menemani gadis itu sejak Rara membuka matanya.

“Ra, nanti Leoni mau kesini. Dia tanya, lo mau minta di bawain apa?” ucap Angkas amenatap wajah Rara yang masih tampak pucat, meski tak sepucat kemarin.

Rara meringis “Boba boleh gak? Udah lama Rara gak minum boba.”

“Luka lo masih belum kering Ra, minta yang sehat-sehat aja. Nanti kalo lo udah sembuh, gue beliin boba sepuas yang lo mau.”

Gadis yang menggerai rambutnya itu menghembuskan nafasnya dalam “Ck, ya udah roti selai coklat aja deh.”

“Oke, gue bilangin ke Leoni.”

Jujur, Angkasa ingin sekali bertanya kepada Rara, kenapa gadis itu tak mennayakan keberadaan Reyhan, padahal cowok itu tak sama sekali menampakkan batang hidungnya saat Rara sadar.

Lalu, gadis itu juga seperti melupakan kejadian beberapa hari yang lalu di mana dirinya mengalami insiden yang membuatnya harus berada di rumah sakit. Dan satu fakta, mamanya telah berpulang.

Rara tampak tengah menyembunyikan banyak hal di balik senyumannya yan terlihat palsu. Matanya tampak sendu, tatapannya terlihat kosong.Seperti biasa, gadis yang hendak berusia delapan belas tahun itu selalu saja menyimpan semua beban hidupnya untuk dirinya sendiri.

Keheningan kembali menyelimuti ruangan, Angkas alebih memilih bermain ponsel. Sedangkan Rara menatap tembok dengan tatapan lurus kedepan.

Tanpa sadar, sedari tadi, selain bermain ponsel, Angkasa juga sesekali menatap Rara dari samping.

Cowok itu tersenyum tipis lalu meletakkan ponselnya di atas meja tepat di sampingnya “Mau jalan-jalan Ra?”

Rara mengalihkan tatapannya kearah Angkasa “Kemana? Ancol?”

Angkasa terkekeh mendnegar nada antusias Rara “Keliling rumah sakit, sambil nunggu bang Reno sama Leoni dateng.”

“Rara udah boleh jalan?”

Angkasa bangkit dari duduknya “Gue ambil kursi roda dulu Ra, tunggu disini jangan kemana-mana.” ujarnya lalu keluar dari ruang rawat.

Rara tersenyum tipis menatap ruang yang tak terlalu luas bernuansa putih itu, hanya dirinya sendirian disana “Ma, Rara kangen sama mama. Apa boleh Rara mendahului kehendak Tuhan? Rara capek Ma.” monolognya lirih, Tanpa sadar, setetas air mata keluar dari matanya.

Dengan cepat, Rara menghapusnya menggunakan tangannya, ia tak mau seseorang tau kesedihannya. Ciukup dirinya saja. Rara tak mau egois, mereka sudah punya masalah hidup sendiri, rara tak ingin membebani mereka dengan memikirkan masalahnya juga.

Di dunia banyak sekali orang yang lebih menderita daripada dirinya. Itu yang dikatakan Rara berkali-kali ketika dirinya merasa sangat terpuruk, ketika ia merasa hidupnya sangt berat, saat dirinya merasa beban hidupnya teramat membuatnya ingin menyerah.

Rara memang tak yakin dirinya kuat, tapi ia yakin bahwa dirinya mampu bertahan untuk terbangun kembali esok hari,

Tak lama, Angkasa kembali memasuki kamar rawat dengan membawa sebuah kursi roda “Maaf Ra lama, tadi sempet ketoilet sebentar, kebelet soalnya.”

“Gak papa, makasih ya Sa, udah mau nemenin Rara, hibur Rara, terus juga Angkasa yang jagain Rara.”

Ucap Rara sembari berusaha turun dari ranjangnya di bantu Angkasa yang memegangi lengan Rara “Iya Ra, inget ya Ra. Lo gak boleh banyak pikiran, kalo emang ada yang perlu di pikirin, bagi ke gue. Biar gue yang mikirn.”

Rara terkekeh lalu mendongakkan kepalanya agar menatap wajah Angkasa yang tengah mendorong kursi roda “Emang bisa?”

“Bisa dong, asal lo mau cerita. Hidup memang berat Ra, kalo anggep lo sendirian. Semuanya emang butu waktu, entah lama atau sebentar, semuanya pasti berakhir. Jadi, lo harus kuat.”

“Pasti, Angkasa juga tau ‘kan, Rara itu kuat.”

“Iya gue tau kok, lo perempuan kedua yang bikin gue takjub. Lo juga orang terkuat kedua yang pernah gue temui.”

“Yang pertama siapa?”

“Bunda gue.”

Rara tersenyum simpul, menatap lorong didepannya. Hanya ada beberapa orang yang berlalu lalang. Sebagain dari mereka tampak sangat sibuk, sebagainnya lagi tampak bingung.

“Ra, lo mau tau gak?”

“Mau tau apa?”

“Lo hebat, gue salut.”

“Itu pujian? Tapi Rara kok gak merasa terpuji?”

Angkasa terkekeh kecil “Bukan, itu pernyataan. Gue cuma mau apa yang emang gue pikirin.”

“Terimakasih, Rara tersanjung.”

“Tadi katanya gak terpuji, tapi ini tersanjung?”

Mereka sampai di lobi, disana lebih banyak orang daripada di koridor lantai dua. Mungkin karena masih banyak orang yang baru tiba di rumah sakit, banyak juga yang tengah duduk sembari menunggu gilirannya.

“Terpuji sama tersanjung itu beda.”

“Bedanya dimana?”

“Beda dari penulisannya.”

Lagi, Angkasa terkekeh mendengar jawaban yang dilontarkan Rara kepadanya. Udara segar langsung menerpa wajah keduanya ketika melewati puntu keluar. Langit tengah mendung kali ini.

Angkasa terus mendorong kursi roda dimana ada Rara yang tengah duduk di atasnya menuju sebuah taman didepan sana. Hanya semilir angin yang menerpa keduanya, Rara maupun Angkasa memilih diam.

Tak terlalu hening karena banyak orang yang tengah berbincang, terdnegar pula suara kendaraan berlalu lalang “Disini aja Sa.” ucap Rara, Angkasa menghentikan langkahnya lalu dengan cekatan langsung melepas sweater yang sedari tadi ia kenakan.

Menaruhnya di pangkuan Rara, gadi situ mengkerutkan keningnya bingung “Rara gak dingin Sa.”

“Pake aja Ra, gue tau lo kuat. Tapi, gue tau, lo gak suka dingin.”

“Kata siapa? Rara suka dingin kok, Rara suka es, Rara juga suka pake kipas angin, Rara juga suka sifat dingin seseorang.”

“Reyhan?”

Rara tersenyum tipis lalu memilih segera memakai sweater milik cowok yang kin iduduk di samping Rara, dimana ada kursi panjang disana.

Angkasa tau, Rara snagat merindukan sosok Reyhan. Bagaimana pun juga, Reyhan adalah salah satu sosok yang berharga bagi Rara.

Selain cinta pertama Rara, reyhan juga termasuk sosok yang selalu menemani gadi situ didalam situasi apapun. Termasuk dalam situasi yang sangat terpuruk, Reyhan memang terlihat cuek.

Tapi, sebenarnya, cowok itu sangat perhatian. Reyhan selalu menjaga Rara, Reyhan juga selalu mengkhawatirkan Rara, jangan lupa, Reyhan juga sangat mencintai Rara.

Untuk kesekian kali, keduanya memilih bungkam. Rara yang enggan menjawab pertanyaan Angkasa, pun’ Angkasa yang enggan mengulangi pertanyaannya.

“Ra, bertahan ya. Lo harus kuat. Gue emang gak bisa jadi alasan buat lo bertahan sampe hari esok, tapi seenggaknya bertahan untuk hal-hal kecil di hidup elo.”

“Angkasa denger Rar angomong waktu di kamar tadi?” tanya Rara menatap Angkasa dengan tatapan tanpa arti.

Angkasa mengangguk singkat tanpa menatap gadis yang tengah menatapnya “Lo bertahan sampe detik ini aja udah menjadi hal yang sangat hebat Ra. Besok matahari masih terbit, bulan juga masih bersinar nanti malem. Dan lo masih harus liat mereka setiap harinya.”

“Terus, siapa yang bakalan nemenin Rara liat mereka? Rasanya semua hari terasa kosong. Bahkan sebelum mama gak ada, hidup Rara udah kosong. Rara bertahan karena mama, mama pulang, itu artinya Rara ju-”

“Ra! Semua orang, semua manusia di bumi lahir dengan ceritanya masing-masing, dihidup mesti ada rasa di tinggalkan, dengan begitu lo pasti bakalan nerima kehadiran sosok baru di hidup elo.”

Rara menundukkan kepalanya, meremas jari-jarinya sendiri “Lupakan hari kemarin, jangan mengandai-andai untuk tahun depan. Bertahan untuk hari esok itu udah lebih dari cukup bagi elo. Tapi ingat Ra, pikirkan hal itu setiap hari. Gue yakin, lo kuat, lo bisa lewati semua ini.”

“Tapi Rara capek.”

“Kalo gak capek, bukan manusia namanya.”

Rara terkekeh kecil mendengarnya, kepalanya masih ia tundukan, masih setia menatap jemarinya. Tanpa Rara sadari, Angkasa kini berdiri tepat didepan Rara “Ck, kenapa jadi sedih gini sih. Jangan nundukin kepala Ra, gue gak suka.”

Gadis itu langsung mengangkatt kepalanya. Merubah ekspreksi wajahnya dalam sekejap, tersenyum tipis kearah Angkasa yang membalas senyuman dari Rara.

Langsung ke part selanjutnya aja ya ❤️

Jangan lupa vottment!!!

Rara & Reyhan (End)Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin