46

82 6 0
                                    

46

Reyhan mengacak rambutnya kesal “Lo urus pernikahan lo sendiri, itu masalah hidup elo. Ngapain juga gue ngurusin!”

Ujar Reyhan lalu berjalan cepat meninggalkan Tiara yang masih berdiri dengan tatapan kesal. Gadis itu membalikkan badanya cepat

“Inget ya Rey, bunda gue itu pengacara handal. Gue tau bang Ringgo masuk penjara, gue bisa aja di pihak dia.”

Mendengar ucapan Tiara, Reyhan langsung membalikkan badanya kembali “Jangan macem-macem ya Ti!” matanya menatap tajam kearah gadis yang beberapa langkah jaraknya dari dimana ia berdiri.

“Gue gak akan macem-macem kalo lo nurut ya Rey! Besok, gue tunggu di rumah. Kalo lo gak pulang, gue bakalan lakuin apa yang gue mau. Dan lo akan nyesel seumur hidup lo!” Ucapnya lalu langsung pergi begitu saja tanpa menunggu jawaban dari sang empu.

Reyhan semakin frustasi, cowok itu mangsung meninju dinding rumah sakit. Mneyalurkan emosinya yang sedaritadi ia pendam. Reyhan tau, Tiara adalah bom waktu untuk dirinya dan tentu saja Rara taruhannya.

Bukannya masuk ke ruang rawat inap Rara, Reyhan justru berjalan menuju lift kembali, ia harus merendamkan emosinya sebentar. Reyhan juga butuh sendirian.

Cowok itu menuju rooftop rumah sakit, ia duduk di sebuah kursi besi yang tampak usang tapi masih layak untuk di duduki.

Angin malam langsung menyapa wajahnya, membutnya langsung memejamkan matanya, menikmati sensasi yang menurutnya terasa nyaman. Kembali membuka matanya, mengacak rambutnya berkali-kali lalu berteriak frustasi.

Ia menyenderkan punggungnya di senderan kursi, merogoh sakunya lalu mengambil sebungkus rokok yang memang ssudah menjadi penennagnya akhir-akhir ini.

Menyesapnya perlahan sembari menikmati udara malam kota jakarta yang tak terlalu dingin “Gue denger semuanya.” Reyhan tak terkejut dengan suara cowok yang kini berdiri di sampingnya.

Karena sedari awal ia memasuki lift, ia sudah mengetahui jika cowok yang kerap disapa Rian itu berdiri di ujung lorong “Gue gagal jagain Rara untuk kesekian kalinya.”

Rian menepuk pundak Reyhan lalu berjalan ke pinggiran rooftop, menatap lampu jalanan di bawahnya yang tampak sepeti bintang “Gue tau, di Bandung lo selalu jagain Rara. Gue juga tau, lo pernah terlibat sama polisi gara-gara berantem di muka umum sama Ringgo di Bandung.”

Reyhan menatap punggung sahabatnya “Tau darimana?”

“Gue juga disana, gue juga jagain Rara dari jauh. Lo selalu jadi garda terdepan bagi Rara. Gue juga tau, tante Linda bukan ibu kandung Rara.”

Mendengar pengakuan dari Rian, Reyhan langsung menjatuhkan putung rokoknya, jujur saja ia sangat kaget “Tau darimana lo?”

“Gue suka sama Rara, jauh sebelum lo suka sama dia. Rara sahabat kecil gue. Gue tau semua tentang Rara. Sayang, kecelakaan membuat gue jauh dari Rara.”

“Sebelum gue tanya siapa sebenernya elo, gue mau tanya, siapa orang tua kandung Rara.”

“Bang Reno kakak kandung Rara, ibu kandung Rara mengalami gangguan kejiwaan. Dia di rawat di Rumah sakit Jiwa di bogor. Ayahnya seorang pilot, dia laki-laki baik.”

Reyhan terkekeh “Gila lo, gimana ceritanya Bang Reno kakak kandung Rara? Dia tinggal di Padang dulu, dan Rara dari Bandung!.”

“Dan lo juga tau, kalo dia juga orang Padang.”

Reyhan kembali mengacak rambutnya benar-benar hari yang panjang baginya. Rian membalikkan badannya “Rara lahir di Padang. Dulu, gue tetangga Rara. Bunda gue sama orang tua kandung Rara sahabatan. Waktu umur enam tahun, waktu itu Rara masih kelas satu sekolah dasar. Dia mengalami kecelakaan, Rara kritis. Bahkan dia koma beberapa bulan. Ibu kandung Rara bener-bener depresi, akhirnya kejiwaannya terganggu.”

“Terus kenapa lo gak bilang dari dulu? Lo juga tau betul kalo hidup Rara gak baik-baik aja. Dan lo diem?”

“Iya, gue tau gue salah. Gue gak berhak ngasih tau ke siapapun tentang hidup Rara. Ini diluar kapasitas gue, gue juga sempet kehilangan dia setelah dia di adopsi oleh pasangan pengantin baru, dia tante Linda. Waktu itu dia mengalami keguguran, itu kata Bunda gue. Dan gue gak tau papun lagi.”

Reyhan menjambak rambutnya sendiri “Gue berasa jadi orang terbodoh tau gak!”
Hening, hanya suara hembusan angin yang terdengar lembut di telinga “Angkasa udah di obatin, punggungnya memar. Dia juga harus istirahat total malem ini. Jadi gue suruh dia pulang.”

“Terus yang jagain Rara siapa?”

“Lo lupa? Banyak yang sayang sama dia. Bang Reno, Leoni, Amar sama Dimas. Mereka jagain Rara.”

Reyhan membuang nafasnya lega, cowok itu enggan menjawab. Untuk beberapa menit, suasana kembali menghening. Tak ada percakapan diantara keduanya.

Hingga beberapa kata keluar dari mulut Rian membuat Reyhan ingin sekali melompat dari atas gedung sekarang juga.

“Pulang, besok lo harus pulang. Temuin Tiara.”
Reyhan menatap tajam Rian “Gila lo! Kalo gue pulang, itu artinya gue gak akan bisa kembali lagi sama Rara.”

“Lo udah dewasa Rey! Kalo lo takut gue rebut Rara, tenang aja. Gue gak akan rebut dia. Gue tau, perasaan gak bisa di paksa. Gue lebih bahagia liat Rara bahagia.”

“Minggu depan gue nikah.”

“Gue tau. Gue denger semuanya tadi.”

“Gue bingung harus gimana. Gue bener-bener bingung.”

“Temuin nyokap elo, bilang ke dia kalo Rara bukan anak kandung tante Linda. Barangkali dia mau merubah pikirannya tentang perjodohan elo sama Tiara.”

“Asal lo tau, gue udah ngejelasin berkali-kali ke nyokap gue. Dan dia tetep jodohin gue!”
“Kalo gitu, temuin Rara. Seenggaknya beri dia salam perpisahan.”

“Maksud lo?”

“Rara udah tau tentang perjodohan elo sama Tiara, gue yakin dia terima. Kalo memang Rara adalah jodoh yang dipilih Allah buat elo, dia gak akan pergi.”

“Tau lah,gue pusing!!”

Reyhan benar-benar frustasi, cowok itu kembali duduk di kusi yang beberapa menit yang lalu ia duduki. Menyenderkan pundaknya sembari memijit pelipisnya, kepalanya terasa sangat pusing.

:)



See you next part

Salman
@sellaselly12

Rara & Reyhan (End)Where stories live. Discover now