43

86 7 0
                                    


43

Reyhan, cowok itu menggenggam tangan gadis yang enggan membuka matanya. Menatap wajah cantik gadis yang selalu tersenyum setiap harinya kini terbaring dengan infus yang menempel di punggung tangannya.

Dengan cepat Reyhan menengokkan kepalanya saat pintu ruangan terbuka. Angkasa kembali menutup pintu kembali, berjalan kearah Reyhan sembari melepas jaketnya “Makan dulu Rey, udah hampir tengah malem. Dari siang lo belum makan.”

“Gue gak laper, dan gue juga bukan cewe yang harus di paksa buat makan. Kalo gue laper, gue bakal makan tanpa disuruh.”

Angkasa mengambil sebuah kursi lalu duduk di samping Reyhan “Gue tau, tapi sampe besok pun gue yakin lo gak akan ngerasa laper. Gue cuma ngingetin, Rara gak suka liat lo sakit, dia sayang sama elo. Bahkan lebih sayang elo daripada dirinya sendiri.”

Reyhan tersenyum tipis menatap dalam raut wajah Rara yang terlihat pucat, meletakkan tangan Rara kembali lalu bangkit dari duduknya “Gue ke kantin bentar.”

Angkasa hanya mengangguk saat Reyhan berjalan melewatinya, tepat cowok itu membuka pintu ruangan.

Reyhan kembali membalikkan badannya “Gue percaya sama elo Sa, jaga Rara. Jangan sampe ada orang yang masuk ke ruangan ini selain yang lo kenal dan dokter yang menangani Rara.”

“Gue juga percaya sama elo, lo gak akan lepas pandangan dari Rara.”

“Sebelumnya terimakasih udah mau ngalah.”
Ucapnya lalu langsung pergi begitu saja, kini hanya ada Angkasa dan Rara di dalam ruang rawat. Cowok dengan wajah tampan itu hanya menatap Rara tanpa ingin menyentuh sejengkal jari pun.

Angkasa yakin, Reyhan sudah tau tentang dirinya yang juga mencintai Rara. Hanya saja Reyhan diam, Reyhan percaya jika jodoh ada di tangan Tuhan.

Lagipula, Angkasa tak akan merebut paksa Rara dari Reyhan, Angkasa menerima jika Rara lebih memilih Reyhan, karena pada kenyataanya Reyhan lah yang selalu ada di hati Rara.

Jika Tuhan lebih memilih Reyhan untuk menjadi sumber kebahagiaan Rara, Angkasa juga ikut bahagia.

Karena level tertinggi mencintai adalah merelakan, itu bagi Angkasa.

Baginya, Rara adalah satu-satunya gadis yang pernah membuatnya merasa nyaman. Bahkan Rara lah yang menjadi penyemangat dirinya.

Tentu saja tanpa sepengetahuan Rara
Tatapan Angkasa terus tertuju pada wajah pucat Rara. Ia tau, gadis yang tengah terbaring di depannya itu sangat kuat menghadapi hidupnya yang terlihat tidak adil.

Bahkan Rara selalu tersenyum setiap harinya, ia tak pernah sekalipun menangis atau mengeluh di depan banyak orang.

Masa sekolah menengah pertama gadis yang kini berusia tujuh belas tahun itu memang tak mudah di lalui, Rara menjadi bahan bullying di sekolah karena kasus ayahnya, ia juga pernah mengalami depresi yang cukup membuat dirinya pernah ingin mengakhiri hidupnya.

Flashback on

Hujan melanda kota bandung kala itu, suasana kelas terlihat cukup ramai di sebuah sekolah menengah pertama.

Rara, gadis yang tengah menenggelamkan wajahnya di kedua tangannya yang ia lipat itu dengan jelas mendengar teman-temannya yang tengah membicarakan gosip yang tengah panas kala itu.

Ingin sekali Rara mengangkat wajahnya, menjerit kencang bahwa yang di ucapkan mereka tak sepenuhnya benar.

Tangannya terkepal kuat saat beberapa temannya menyebut sang Bunda sebagai wanita penggoda. Bibirnya ia gigit agar tak ada suara yang keluar dari bibirnya.

Rara & Reyhan (End)Where stories live. Discover now