Part 1. Kesan Pertama

69 7 1
                                    

Wait, a minute ...

Terpantau banyak siders di sini!

🙄😬

Budayakan like sebelum membaca!

😍

Silakan membaca 🤗

***

Seorang Gus berumur tiga puluh lima tahun menikahi gadis enam belas tahun karena kecantikan dan ketaatannya.

Membacanya saja membuatku muak, tak sengaja mencari topik menarik yang dibutuhkan untuk membuat artikel, tiba-tiba berita viral ini muncul di beranda laptop. Segera kulewatkan berita tersebut sembari berdecak dan memijit dahi entah apa yang membuatku memikirkan masalah tersebut secara berlarut-larut. Sampai kulampiaskan amarah kepada pulpen tak bersalah yang tergenggam begitu erat, bahkan sampai kuremas.

"Kenapa Gus seburuk ini, kenapa mereka tega merenggut masa depan seorang perempuan muslim? Bukankah mereka seharusnya lebih mengerti tentang ini? Ah ...." Aku hanya bisa menghela napas, semua rasa kesal ini hanya bermonolog dalam hati.

Tak kunjung mendapatkan ide yang bagus tentang artikel yang akan kubuat hari ini, pikiranku masih larut dalam berita tadi. Hal ini menambah rasa benciku pada Gus dan kehidupan pesantren. Sampai terlintas sebuah ide.

"Sukses karena bersekolah di pesantren, banyak wanita yang bisa sukses walau menempuh jalur pondok. Tak hanya duniawi, tetapi juga akhirat tentunya ini karena mereka fokus pada masa depan yang bahagia. Ini akan sangat bermanfaat!" sorakku dalam hati saat mendapatkan ide untuk membagi tips meraih kesuksesan walau menempuh sekolah di pondok pesantren.

Tanganku mulai bergerilya dengan keyboard untuk mencari informasi di mana sisi positif kehidupan pondok pesantren, wanita sukses dari menempuh pendidikan Islam, dan lainnya yang masih berkaitan.

Hingga terlahir sebuah artikel berjudul "Muslimah Sukses dari Pondok Pesantren" yang kuharap bisa bermanfaat dan memotivasi banyak orang.

Akhirnya aku pun bisa bernapas lega saat pekerjaan sudah selesai, target artikelku hari ini pun sudah terpenuhi. Sehingga tidak perlu lembur untuk menyelesaikannya dan aku bisa pulang tanpa beban hari ini.

Dengan cepat meraih tas kecil dan kucangklong di lengan kiri, sedikit merapikan hijab merah maroonku, lalu meraih ponsel di meja dan pergi meninggalkan kantor dengan cepat.

Namun, baru melangkah sekitar tiga langkah dari pintu depan kantor ponselku berbunyi. Sebuah pesan dari teman SMA-ku dulu yang berhenti sekolah setelah lulus SMA, terakhir ia dikabarkan menempuh pendidikan pondok pesantren dan menjadi guru mengaji.

Kali ini aku hanya bisa tersenyum miris melihat undangan yang sebatas dikirimkan lewat foto di pesan whatsapp. Sederhana, tak ada yang spesial dari undangan itu.

"Kenapa? Kenapa mereka menyia-nyiakan masa depannya seperti ini?" Pertanyaan itu melukai hatiku, saat aku berdiri di kantor megah dengan pakaian dan kehidupan mewah, kenapa temanku cukup dengan kehidupan bahagia di pernikahan? Saat aku masih menikmati masa remaja, membekali diri dengan segala ilmu pengetahuan dan memupuk harga diri, temanku malah menghancurkan masa depan dan menjadikannya suram.

Pikiranku masih jatuh kepada ketakutan untuk menikah karena ini keputusan yang penting dalam hidup. Di mana aku harus menyerahkan semuanya kepada seseorang yang kucinta dan hidup bahagia bersamanya. Perlu pertimbangan bagiku untuk memutuskan kehidupan di masa depan, bagaimana aku hidup dengan suamiku dan membahagiakan keluarga kecil kami nantinya?

Cinta Dari Masa LaluWhere stories live. Discover now