Part 17. Calon Istri

7 0 0
                                    

"Aletta," ucapku dengan gemas pada gadis kecil di pangkuan yang menyuapkan es krim kepadaku, tetapi malah mengenai hidung. Mungkin puncak es krim sudah menodai ujung hidung

Aku pun menempelkan hidung ke ke hidung Aletta dan memainkannya karena gemas. Membuat gadis kecil itu tertawa kecil. Hingga sebuah bayangan lewat, sontak aku menoleh ke Gus Rayhan yang baru keluar dari dalem. Ia terlihat rapi dengan baju koko warna cokelat serta sarung dan kopiah putih. Terlihat rapi dan kalem dengan jam tangan.

"Mau ke mana Gus?" tanyaku saat ia menaikkan kopiah dan menyugar rambut. Terlihat tampan, terlebih saat menoleh. "Astagfirullah Gus Tampan," gumamku. Namun, sesegera mungkin aku menggeleng untuk menghilangkan pikiran itu.

"Eh, Ning, gemasnya calon Zaujati ini pagi-pagi," ungkapnya sembari tersipu dan menutupi tawanya dengan kepalan tangan. Aku mengerutkan kening dan mengangkat alis menatapnya, ia malah memberi isyarat dengan menunjuk hidungnya, lalu menunjukku.

Noda es krim. Sontak aku membulatkan netra dan membelakanginya, mengusap noda di ujung hidung dengan lengan baju.

"Saya mau ke toko baju, Ning, belanja untuk Abi dan Ummi. Ning sama Aletta mau ikut?" Gus Rayhan menawarkan, aku yang telah selesai dengan noda es krim hanya bisa memasang wajah bingung.

"Berdua?"

"Ning, kenapa kamu begitu takut dan membatasi diri sendiri? Ning tidak akan dipaksa menikah hanya karena dekat dengan saya. Ajak Aletta juga, Ning bisa bantu saya pilihkan baju buat Ummi," usul Gus Rayhan.

"Iya Nduk, selama kalian tidak melanggar batas wajar tidak akan ada masalah," sahut Ummi yang tiba-tiba muncul dari dalem.

"Cuma ... Rayhan ... sedikit melewati batas kalau dalam keadaan gawat kayak Ning akan jatuh kemarin," aku Gus Rayhan sembari menunjukkan ukuran kecil dengan jemarinya. Aku menghela napas, tak ada pilihan lain selain mengiyakan.

"Tapi, Rayhan jaga pandangannya enggak boleh zina mata. Terus lihatin Nak Nora," sindir Ummi sembari menjewer telinga putranya, aku tersenyum melihatnya.

"Iya, Nek, Om suka liatin Kak Nola sambil senyum telus nyium Aletta uga," adu Aletta yang membuat aku dan Ummi tergelak. Sedangkan Gus Rayhan membulatkan matanya dan geram.

"Aletta mulai pinter ngadu, ya," geramnya sembari mengambil alih Aletta dari gendonganku.

"Yaudah, Ummi, Nora berangkat dulu, asalamualaikum." Aku pamit dengan mencium tangan Ummi, lalu mengikuti Gus Rayhan yang berjalan ke mobil sambil menggendong Aletta.

Di mobil tak ada percakapan, Aletta pun tertidur pulas di pangkuan. Aku duduk di belakang mobil tidak samping pengemudi, sengaja menjaga jarak dengan Gus Rayhan. Sesampainya di mal aku membangunkan Aletta, sedangkan Gus Rayhan sudah turun terlebih dulu.

"Aletta Sayang, bangun, sudah sampai. Katanya mau beli es krim," bisikku di telinganya. Gadis itu melenguh, lalu mengerjap. Hingga membuka mata dan melihatku, kemudian langsung memelukku erat.

Tak ingin Gus Rayhan yang sudah membukakan pintu menunggu, aku pun turun sambil menggendongnya. Aletta masih lesu dan tak banyak bergerak, ia malah bersandar di bahu.

"Alettanya saya gendong saja, Ning, kaki Ning kan baru sembuh," pinta Gus Rayhan. Hanya bisa pasrah dan mengekor di belakangnya saat ia telah berjalan meninggalkan tempat parkir.

Memasuki mal kami langsung menuju lantai tiga, mencari pakaian di sana.  Meski di lantai yang sama, aku dan Gus Rayhan berpencar untuk mencarikan pakaian Abi dan Ummi.

Ummi, cukup sulit mencarikan gamis yang sesuai dengan karakter beliau. Tiba-tiba aku teringat Bunda yang menyukai gamis abaya, walau gaya Bunda ssdikit berbeda. Bundaku selalu stylist dan elegan, sedangkan Ummi lebih sering mengenakan gamis yang sederhana dan tidak menampakkan lekuk tubuh.

Cinta Dari Masa LaluWhere stories live. Discover now