54. Rahasia

5 0 0
                                    

"Mas Suami tadi di kantor gimana?" tanyaku sembari membawa nampan berisi makanan yang akan kami santap hari ini. Hanya menu sederhana yang bisa kumasak dalam waktu singkat. Sup ayam sesuai permintaan suami.

Sementara suamiku itu sibuk mengambilkan nasi di dua mangkok sedang, kemudian menyusulku ke meja makan. "Begitulah aku hanya memeriksa data, menandatangani dokumen, dan melihat kinerja karyawan. Aku akan mengambil minum!" serunya sembari berlari ke dapur untuk mengambil air minum. Senyum terulas di wajahku saat tak lama kemudian laki-laki itu kembali dengan satu teko air putih dan dua gelas kosong.

"Perfect husband," pujiku sembari  mempersilakannya duduk dengan sedikit memundurkan kursi di hadapanku. Lalu, aku berputar untuk duduk di tempatku. Meja makan berbentuk bundar dengan dua kursi yang sengaja kami pilih memberi kesan romantis saat makan malam. Lagi pula hanya saat itu kami makan bersama.

Ia tersenyum memandangiku, "Kamu kenapa cantik banget sih?" tanyanya saat aku menuangkan air di teko ke gelas.

Aku tersenyum memandangnya, "Suami mana yang mengatakan istrinya jelek," balasku sembari memberikan gelas berisi air putih padanya.

Suamiku itu melanjutkan makannya, tetapi memandangiku sambil tersenyum.

"Aku merasa beruntung mendapatkan perempuan secantik kamu, pasti banyak saingan Masmu ini, kan?" tanyanya tiba-tiba.

Kutahan tawa yang ingin keluar mendengar gombalan manis suamiku itu. Hanya tersenyum dan memicingkan mata memandangnya, "Ini ada apa, ya? Bau-bau modus," ucapku yang curiga.

"Ehem!" Ia langsung terbatuk, lalu menghentikan kegiatan makannya. "Mas serius, Zaujati. Selain Gus Rayhan, siapa lagi yang pernah ngejar istriku ini?" tanyanya yang hanya kujawab dengan gelengan.

"Nora yang dulu enggak secantik itu untuk dikejar, Mas ini yang jadi primadona di sekolah pastinya. Udah berapa mantan, Mas?" tanyaku dengan menatapnya tajam.

Ia malah tertawa sembari menutupi mulutnya, kemudian mengakhiri makannya dengan meneguk air putih di gelasnya.

"Mas kok ketawa sih? Mas kok cepet banget makannya?" omelku yang memandangnya kesal.

"Mau disuapin?" tawarnya yang segera kuangguki.

Suamiku pun menggeser kursinya ke dekatku, lalu mengambil alih mangkok dan sendokku.

Dengan antusias aku langsung mendekat dan menerima suapan. Memandangi wajah suamiku dengan intens. Iris mata abu-abu, bibir tipis, dengan rambut pirang, tak lupa hidung lancip dan mungilnya. Beberapa suapan sudah kuterima, tapi kukunyah perlahan untuk menikmati wajah tampan suamiku itu lebih lama.

"Suamiku makin tampan deh kalau gini, sayang istri," godaku sembari memangku tangan untuk menyangga wajah agar bisa bertahan dalam posisi itu dengan nyaman.

Senyum kecil terlukis di wajahnya, "Mau gimana lagi kalau istrinya selevel sama bidadari, pantas buat diratukan, kan?" godanya sembari menaikkan satu alis.

Aku langsung menegakkan tubuh, "Gombal," cetusku. "Cowok yang udah lihai meratukan cewek dan kata-katanya manis kayak gini pasti berpengalaman," sindirku sembari memicingkan mata.

"Astaga, kamu yang pertama Nora Vivian Az-Zahra," ucapnya penuh penekanan sambil mencubit pipi, lalu meletakkan mangkok di meja dan menarik kursiku untuk lebih dekat dengannya. Untuk meyakinkan ia memegang kedua lenganku, "Aku bilangin, nih, ya. Di Amsterdam aku menganut Islam,m sendiri, jadi bagaimana pun aku dikucilkan. Pacaran juga tidak diperbolehkan, Sayang. Ehm, mungkin juga ketampanan ini sudah lazim di sana," ungkapnya.

Karena gemas aku mencubit hidungnya, "Mas Suami sejak kapan punya kepribadian ganda?" tanyaku yang penasaran.

Kebahagiaan di wajahnya langsung sirna berganti raut serius, "Soal itu sejak kecelakaan yang dialami adikku--"

Cinta Dari Masa LaluWhere stories live. Discover now