Part 31. Masa Kecil

7 1 0
                                    

Jika melupakanmu hal yang mudah
Ini takkan berat, takkan membuat hatiku lelah
Panjang perjalanan yang harus kulalui
Merelakanmu

Jika aku bisa, ku akan kembali
Ku akan merubah takdir cinta yang kupilih
Meskipun tak mungkin, walaupun ku mau
Membawa kamu lewat mesin waktu, ho-uh-oh
Wo-uh-oh

Senandung lagu 'Mesin Waktu' terdengar di kamar dengan pencahayaan redup dari jendela kayu, aku berdiri menatap langit malam sambil memegang tepi bawah jendela tersebut. Sesekali aku menghela napas untuk mengurangi rasa gundah di hati.

"Kalau gelisah dengerin sholawat, Ning," ucap seseorang dari belakang yang langsung mematikan musik yang terputar di sampingku.

Aku langsung menoleh, mendapati senyuman dari Gus Rayhan.

"Saya enggak tahu Gus, kenapa hati saya merasa sedih dan ada yang hilang dari sana belakangan ini," ungkapku yang berbalik memandang Gus Rayhan.

"Dengarkan saya, Shalaatullaah Salaamullaah ‘Alaa Thaaha Rasuulillaah. Shalaatullaah Salaamullaah ‘Alaa Yaa Siin Habiibillaah ...."

Lantunan merdu dari Gus Rayhan yang memejamkan mata menikmati senandung sholawat tersebut. Tak lupa tangan yang bergerak mengiringi setiap nadanya.

Pemandangan itu berhasil mengalihkan duniaku yang terkagum menatap Gus Rayhan hingga senyum terkembang di bibir. Namun, tak berapa lama kemudian aku menunduk dan tersipu malu.

"Tawassalnaa Bibismillaah Wabil Haadi Rasuulillaah. Wakulli Mujaahidin Lillaah Bi Ahlil Badri Yaa Allaah ...." Aku melanjutkan sholawat Gus Rayhan berhasil membuatnya membuka mata dan menatap takjub.

"Masyaallah, Ning tahu sholawat badar?" tanya Gus Rayhan dengan antusias.

Dengan cepat aku menggeleng, "Saya tidak tahu, Gus, tapi terasa familiar--"

"Masyaallah suara kalian merdu sekali, Ummi bahagia kalau ada lantunan indah kalian lagi di rumah ini," ungkap Ummi yang berdiri di ambang pintu, lalu ia menghampiri Gus Rayhan yang duduk di tepi ranjang.

Aku masih berdiri sembari tersenyum dan menunduk.

"Ini yang mengajari Ning Nora sholawat saat kecil," ungkap Gus Rayhan sembari menunjuk Ummi.

Perlahan Ummi mendekat, menarikku ke dalam pelukannya. Perlahan, tapi pasti air matanya menetes membasahi pipi.

"Shalaatullaah Salaamullaah ‘Alaa Thaaha Rasuulillaah. Shalaatullaah Salaamullaah ‘Alaa Yaa Siin Habiibillaah," lantunnya sembari mengusap kepala yang ada di balik hijab dengan lembut.

Perlahan ingatan merambah, momen tak asing itu terputar seperti film dalam pikiranku.

"Ning ning ning ning ning," ucap laki-laki kecil yang membunyikan bel sepedanya seiring dengan kaki yang mengayuh pedal.

"Gus diem, ya!" kesal gadis kecil yang bermain bunga di rerumputan. Ia duduk memangku keranjang kecil berisi kelopak bunga warna-warni.

Keduanya berada di taman diawasi wanita paruh baya yang duduk tak jauh dari sana sambil meneguk tehnya. Senyum terkembang di bibirnya saat menatap sepasang anak kecil itu.

"Lehan enggak manggil Ning, ya, selu tahu main sepeda!" seru laki-laki kecil yang sedari tadi mengayuh sepeda mengelilingi gadis kecilnya.

"Belisik tahu! Gus Lehan belisik!" bentak gadis kecil yang langsung bangkit dan membanting keranjang kecil di tangannya, bunga berserakan di rerumputan.

Cinta Dari Masa LaluWhere stories live. Discover now