Part 23. Pasar Malam

4 0 0
                                    

"Nora," panggil Nazil saat di dalam mobil.

"Kak Nola," panggil Aletta yang ada di pangkuanku. Pasalnya aku menutupi mata dengan lengan dan terisak.

"Nazil, sakit, aku rindu ayahmu dan bunda. Hiks, apa salahku sampai mereka mengabaikan dan meninggalkanku hanya karena sudah bertemu putri yang diinginkan. Apa aku seburuk itu untuk dibuang dan dilupakan setelah yang lebih baik datang," isakku.

Nazil tak mengeluarkan sepatah kata pun. Ia menarikku ke pelukannya.

"Enggak Nora, kamu ratu dan putri kesayangan di rumahmu sendiri dan di keluargaku. Kamu aset berharga Nuarta dan Az-Zahra, kamu tidak terganti," ungkapnya sembari membelai punggungku.

"Papa lepasin, ini Aletta kesempitan tauk!" protes Aletta yang terimpit pelukan kami.

Aku dan Nazil tidak bisa menahan tawa, lalu kami mundur memberi ruang untuk gadis kecil itu.

"Papa, Aletta punya ide, sini!" seru Aletta yang membuat Nazil mendekatkan telinga, ia berbisik hingga aku tidak bisa mendengar.

"Ide bagus, anak papa memang pinter!" sorak Nazil sembari mencubit hidung Aletta.

"Kalian apaan sih? Aku kan jadi enggak tahu," protesku sembari mengusap air mata.

"Udah kamu itu ikut aja," omel Nazil yang langsung melajukan mobil di jalanan sore kota Malang.

Pandanganku terarah keluar jendela mobil meski memangku Nora. Memutar kembali kebersamaan dengan Gus Rayhan. Air mata perlahan mengalir, hingga tiba-tiba cahaya warna-warni mengalihkan pikiranku. Mobil pun berbelok ke arah sana.

"Pasar malam?" tanyaku dengan antusias sembari menoleh ke arah Nazil.

Aletta yang ada di pangkuanku pun memunculkan kepalanya. Menunjuk ke arah pasar malam dengan girang, "Papa, mau sampai!"

"Iya, Sayang, idenya Aletta tuh," ungkap Nazil yang membuatku mengecup gadis kecil itu.

"Paling ngerti kakak deh pokoknya," ucapku.

Nazil memarkirkan mobil, lalu mematikan mesinnya. "Udah, ayo turun," ajaknya setelah keluar lebih dulu dan membukakan pintu untukku.

"Makasih," ucapku yang memperbaiki posisi Aletta, tetapi Nazil langsung merebutnya dari pelukanku. Lalu, ia mengulurkan tangan untuk membantuku turun. "Tumben," cetusku.

"Enggak, cuma karena Nora pakai gamis aja, biasanya pakai celana," ungkap Nazil yang menyulut emosi.

Aku menerima uluran tangannya dan turun. Setelah itu, langsung menuju pasar malam. Wahana pertama yang kupilih adalah komedi putar. Aletta pun bersemangat dengan atraksi kuda-kudaan.

"Nazil, naik itu, ya?"

"Iya, Aletta boncengan sama Papa, ya?" Aletta menarik tangan Nazil, mau tak mau laki-laki berjas itu menuruti kemauannya.

"Ah serasa ngasuh dua anak deh," desah Nazil yang menaikkan Aletta, sedangkan aku yang di sampingnya tertawa.

"Yakin sama-sama anaknya?" godaku.

"Eh, enggak deng, satunya istri yang gemesin," ungkap Nazil sambil naik ke komedi putar.

Aku hanya menggeleng, lalu menaiki kuda di samping Nazil.  Tak lama, tawa pun pecah saat wahana yang kami naiki berputar.

Setelah tiga putaran selesai, tatapanku jatuh ke kembang gula yang tak jauh. Begitu turun, aku menarik lengan Nazil.

"Nazil, ayo beli kembang gula," ajakku sembari menunjuk penjualnya. Tak menunggu Nazil yang menggendong Aletta dan kebingungan menatap sang penjual, aku langsung berlari ke sana.

Cinta Dari Masa LaluWhere stories live. Discover now