Part 27. Kemarahan Bunda

11 1 2
                                    

"Munafik kamu! Atas dasar apa putri saya harus memaklumi hubunganmu dengan adik sepupumu! Atas dasar apa kamu mengabaikan anak saya demi adikmu! Sebagai seorang laki-laki yang paham agama harusnya kamu paham batasan memperlakukan perempuan sesuai kedudukannya di hatimu!"

Amarah Bunda dilampiaskan secara bertubi-tubi. Aku pun tak pernah melihatnya semarah itu, apalagi sampai berteriak dan menangis histeris.

Sedangkan Gus Rayhan menatapnya dengan mata memerah.

"Bunda, udah," pintaku sembari menarik tangan Bunda.

"Bunda mau tanya, Nora pernah pelukan sama Rafael atau Rachel yang merupakan adik sepupumu? Enggak, kan? Karena bukan mahram, kalian saling menjaga. Kamu camkan Rayhan, keluarga kami memang tidak sealim kalian karena tinggal di Amsterdam. Tapi, kami paham agama ... saudara sepupu bukan mahram."

Bunda sepenuhnya benar tentang itu, kakek pun selalu mengajarkan kami tentang agama meski berbisnis di luar negeri.

"Bu Ranum, Rain mahram saya karena kami saudara sepersusuan," bela Gis Rayhan.

Bunda menarik napas dalam-dalam, aneh, aku yang terluka tapi ia yang marah.

"Tapi, Bunda tidak seharusnya menampar Gus Rayhan, meski ia memang salah," ucapku yang membuat Bunda menatap tajam.

"Nora membelanya? Kamu begitu mencintainya hingga tetap memaafkannya dalam hal ini?" tanya Bunda sembari mendekatiku yang menunduk takut melihat kemarahannya.

"Bun, Nora melihat mereka berpelukan, Gus Rayhan menyentuh pipi Ning Rain, sampai Nora ditinggalin sama mereka. Tapi, Nora enggak bisa bohong kalau mencintainya. Waktu itu Nora juga enggak tahu kalau dia adik sepupu Gus Rayhan," ungkapku yang semakin memperdalam memunduk.

"Asal kamu tahu, karena adik sepupu ayahmu. Kami bercerai, mengatasnamakan hubungan sepupu mereka berselingkuh, Nora. Ini alasan Bunda dan kamu hidup terlantar sebelum bisa kembali ke Amsterdam. Alasan kamu kecelakaan dan lupa ingatan. Alasan traumamu, alasan kamu diejek karena luka di wajahmu ...."

Bunda histeris menangis.

Sedangkan aku tersimpuh ke tanah sembari menatap lurus. Air mata tak terbendung. Sejauh itu yang aku alami dengan Bunda hanya karena perselingkuhan.

Hubungan adik sepupu, membayangkannya juga terjadi padaku saja berhasil menoreh luka begitu dalam. Aku bangkit mendekati Gus Rayhan.

"Pergi kamu! Pergi! Jangan kembali lagi! Pergi! Aku tidak peduli ayahku atau masa lalu dan lainnya! Bunda pernah bilang Nora tidak punya ayah, kan? Nora enggak punya ayah sejahat dia," ucapku sembari mendorong Gus Rayhan menjauh dari sana.

"Bu Ranum," panggil Gus Rayhan yang menghentikanku. Panggilannya dengan tatapan sendu dan berkaca-kaca pada Bunda membuatku ragu pada kenyataan itu. Ia mendekati Bunda secara perlahan, melewatiku.

"Adik sepupu Ustaz Ravi meninggal, almarhumah mengalami KDRT. Memang orang tua Ustaz Ravi memintanya merawat almarhumah bahkan mengasuh Gus Zaki. Saya tahu saya salah karena terlalu sayang dengan Rain dan rindu padanya hingga lupa jika dia bukan mahram saya. Tapi, ini berbeda dengan masalah Ustaz Ravi."

Aku menoleh ke Bunda dengan tatapan penuh tanda tanya. Di sini seakan hanya aku yang tidak mengerti cerita ini. Namun, tatapan tajam dan amarah Bunda terlihat jelas. Wibawa juga keanggunannya hilang oleh tangis histeris.

"Diam! Kamu tidak tahu apa-apa! Kamu tidak akan mengerti rasanya melahirkan sendirian di rumah. Saya masih bertahan saat dia memilih mengurus adik sepupunya. Hingga Nora berumur tujuh tahun dia masih pulang pergi mengurus adik sepupunya. Perempuan manja itu merampas semua waktunya dengan istri dan anaknya!"

Cinta Dari Masa LaluWhere stories live. Discover now