Part 40. Pengobat Hati

6 0 0
                                    

Ternyata obat tak selalu berupa pil, bisa jadi itu, Gus Rayhan.


[Assalamualaikum, Ning]

اوووه! هذه الصورة لا تتبع إرشادات المحتوى الخاصة بنا. لمتابعة النشر، يرجى إزالتها أو تحميل صورة أخرى.

[Assalamualaikum, Ning]

Deg!

Suara bariton dari seberang sana menggetarkan hatiku. Perempuan mana yang tak luluh pada sosok Gus Rayhan, nyatanya perasaanku masih ada untuknya walau tak pernah kutunjukkan. Tenangkan hati sebelum menjawabnya.

"Waalaaikumsalam, Gus," jawabku lembut sembari tersenyum. Bangkit dari kegiatan menata baju dan barang ke koper. Kini, aku berjalan ke arah balkon merasakan angin malam Dubai yang masih dingin. Sambil memeluk diri dan mengusap lengan berkali-kali aku berbicara dengan sosok hangat dari telepon.

[Alhamdulillah, bagaimana kabar Ning di sana?]

"Alhamdulillah saya baik, bagaimana kabar Gus di Kairo?"

[Alhamdulillah baik, Ning. Saya dengar dari Umi, kalian sudah melaksanakan ibadah haji. Bagaimana perasaan Ning?]

"Ehm ... alhamdulilah bisa ke tanah suci, sudah lebih tenang Gus."

[Syukurlah kalau begitu, saya senang dengar Ning mulai mendekatkan diri kepada Allah seperti keinginan Mas Nazil. Sekarang Ning sedang apa?]

Pertanyaan ini, aku mungkin harus sedikit berbohong tentang Dubai dan rencananya ke Kairo.

"Saya sedang mengemasi barang Gus, ya begitulah saat tiba di Amsterdam sendiri dan memilih apartemen di pusat kota. Bagaimana dengan Gus Rayhan? Tidak sibuk?" tanyaku dengan antusias dan nada ceria.

[Saya ada di Dubai bersama profesor, tadi kami mampir ke Museum of The Future yang sangat ingin dikunjungi Ning Nora.]

"Benarkah?" Aku berpura-pura bersemangat, lalu bertanya, "Sebentar, bagaimana Gus Rayhan bisa tahu?"

[Mas Nazil mengatakannya pada saya saat serius ingin belajar membaca Al-Qur'an dan menghafal surat Ar-rahman.]

"Ah iya, soal itu saya ingin mendengarkan cerita bagaimana Nazil menghapal surah Ar Rahman jika Gus Rayhan punya waktu," pintaku.

[Baiklah, saya akan menceritakan keseruan kami ....]

"Ekhem! Gus!" panggil Nazil dengan angkuhnya sambil menyenggol sikut Gus Rayhan yang serius menata Al-Qur'an di mushola milik pondok pesantrennya.

Sosok yang tampak serius itu pun menatap sinis laki-laki berjas di sampingnya, "Apa?" tanyanya dengan nada tinggi.

"Kita saingan ... tapi sesama laki-laki dan demi kebahagiaan Nora, Gus harus bantu saya," ungkap Nazil masih dengan nada angkuh dan tak menatap Gus Rayhan.

"Bantu apa?" tanya sang Gus masih dengan nada tinggi dan melanjutkan menata kitabnya.

"Soal meminang Nora, selain berupa harta ... baiknya menurut agama apa, Gus?" tanya Nazil ragu-ragu.

Cinta Dari Masa Laluحيث تعيش القصص. اكتشف الآن