Part 5. Cahaya dalam Hidupku

30 3 0
                                    

"Nora!" teriak seseorang dari belakang saat aku masih tenggelam memikirkan ucapan Gus Rayhan, pria itu juga belum sempat menjawab. Sedangkan Nazil berlari dari arah belakang, menghanpiriku dengan napas terengah.

"Kenapa ...." Belum sempat menyelesaikan kalimatku, Nazil sudah memelukku erat untuk melampiaskan semua perasaannya.

"Aku mencintaimu," bisiknya yang membuatku membeku, tetapi ia langsung melepaskan pelukannya dan memberikan kantong tas kepadaku.

"Ini?"

"Kau harus menjawabku bukan setelah pulang dari pondok? Aku akan menjemput jawaban itu," jawabnya sembari menepuk bahuku, lalu melangkah pergi. Tatapanku berubah sendu, bodoh jika ia tak menyadari perasaanku selama ini.

"Kau sudah tahu jawabannya, aku akan menunggumu satu bulan lagi!" teriakku yang membuatnya berhenti, senyum terkembang di bibir kami saat Nazil berbalik dan menatapku. Tangan saling melambai untuk mengucapkan selamat di balik selamat tinggal yang sementara.

Ia dengan cepat berjalan mundur dan tertawa kegirangan, lalu berlari kencang kembali ke kantor. Di saat Nazil mulai hilang, bibirku baru bisa berkata, "Aku juga mencintaimu."

Sebelum panggilan, 'Ning' dengan nada bergetar mengetuk hatiku. Perlahan senyumku hilang, lalu berbalik ke belakang mendapati raut wajah sendu Gus Rayhan.

"Mari, Ning," ajaknya sembari membukakan pintu mobil, aku mengangguk dan masuk duduk di depan, di samping sopir yang tak lain adalah Gus Rayhan sendiri.

Di perjalanan kami diselimuti kecanggungan, sampai kuberanikan diri untuk menoleh ke arahnya sekadar memeriksa. Namun, malah bertemu dengan matanya yang selalu memancarkan aura positif, seketika gugup kembali merasuki.

"Ning ... Ning, tak ada yang berubah," ungkapnya sembari tersenyum dan menggeleng, tetapi tetap fokus menyetir.

"Aku bukan Ningmu!" cetusku dengan geram, tetapi malah membuatnya menatapku, lalu tertawa.

"Baiklah, apa saya harus memanggil Anda Nona?"

"Berhenti menggodaku!" tegasku dengan raut wajah kusut karena kesal. Berani-beraninya ia terus tertawa dan membuatku kesal.

"Oh iya, tentang ibu Ning ... Nona ...."

"Panggil saja Nora," ucapku untuk menghentikan kebingungannya.

"Baiklah, apa ibu anda namanya Ranum Vidya? Apa anda sama sekali tak mengingat Ravi Ukhrawi Nazaruddin?" tanyanya tiba-tiba yang membuatku semakin bingung dan tertarik untuk berbicara dengannya.

"Gus Rayhan mengenalku sebelumnya? Atau jangan-jangan Gus menguntitku diam-diam!" tuduhku sembari menuding dan mengintimidasinya, tetapi ia malah tertawa karena tingkahku. Namun, sedetik kemudian mobil menepi dan direm begitu saja, baru saja aku terkejut, wajahnya sudah berada tepat di depan mataku.

"Jawab aku, Ning," pintanya dengan nada dingin, sontak aku mundur sembari menunduk. Tatapan senduku terarah ke depan, memandang langit di luar kaca mobil.

"Kau benar tentang ibuku, tetapi Ravi Ukhrawi siapa dia? Sudah kubilang jika aku tidak tahu tentang ayahku, berhentilah menanyakan tentang masa laluku. Aku bersyukur amnesia, jadi jangan pernah membahasnya, itu akan membuatku terluka."
Seketika hawa dingin menyelimuti, Gus Rayhan pun kembali fokus menyetir mobil.

"Dan lagi, Gus, bukankah seperti ini akan menimbulkan fitnah dan zina. Kamu sendiri sangat memahami agama, jadi aku mohon ...." Gus Rayhan langsung melajukan mobilnya tanpa menoleh atau memberi jawaban. Walau aku sendiri tak begitu memerhatikan jarak saat berhubungan dengan seorang pria terlebih Nazil, tetapi aku tahu bagaimana sosok Gus Rayhan seharusnya.

Cinta Dari Masa LaluTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang