Part 14. Cinta Terbaik

7 1 0
                                    

"Gus Rayhan! Awas ya kalau macam-macam sama Mbak Nora!" Mendengar gelegar suara Nur, sontak kami melihat ke bawah sana. Gadis petakilan itu berlari menaiki tangga, sedangkan aku dan Gus Rayhan bersitatap keheranan.

Dengan posisi aku menempel ke pintu kamar layaknya cicak dengan wajah terperangah. Sedangkan Gus Rayhan mematung di posisinya yang seakan ingin menerkam aku.

"Astagfirullah!" kagetku saat Nur tiba-tiba merengkuh tubuhku.

"Gus jangan mentang-mentang di sini sepi, saya disuruh keluar, terus Ning Nora sakit. Gus malah mau menyentuh dia, saya enggak akan biarin!" bentak Nur sembari berkacak pinggang.

"Nur, bukan--"

"Udah Mbak Nora enggak usah ngebela Gus Rayhan, mentang-mentang Gus ganteng dan terkenal mau seenaknya sama Mbak Nora yang baru dateng ke sini. Saya tahu ya kalau Mbak Nora memang menolak Gus Rayhan, tapi jangan sembarangan, ya!" bentak Nur. Sulit untukku berkata-kata karena sekali ia membuka mulut tak ada jeda dalam bicaranya.

"Nur! Kamu berani bentak saya? Di mana takzimmu sebagai santri!" bentak Gus Rayhan tak kalah tingginya.

"Bagi saya lebih penting Mbak Nora daripada takzim kepada Gus Rayhan." Gus Rayhan yang kehilangan kesabaran mengepalkan tangan di udara, lalu mengusap wajah frustrasi.

"Kamu ngelunjak? Walaupun kamu dekat dan menjadi orang kesayangan Ning tak akan ada ampun saat kamu berani kepada saya! Kamu akan mendapat hukuman--"

"Stop!" teriakku yang tak tahan lagi mendengar perdebatan mereka.

"Kaki saya sakit berdiri terus kayak gini, kalian enggak lihat? Nur, kamu salah paham, jangan suuzan sebelum mengetahui kebenarannya. Gus juga udah tahu Nur salah paham bukannya menjelaskan malah marah-marah. Kalau ada santri atau orang lain yang denger akan ada masalah besar," tuturku. Nur menunduk sedangkan Gus Rayhan menghela napas panjang.

"Nur, minta maaf sama Gus Rayhan, saya yang jahil duluan sama Gus Rayhan tadi. Gus Rayhan cuma pengin lampiasin kekesalannya, tapi dia enggak berani nyentuh saya dari tadi," jelasku.

"Ma-maaf, Gus, abisnya saya khawatir karena dengar teriakan Mbak Nora," ucap Nur sembari menunduk. Gus Rayhan menghela napas.

"Gus yakin mau hukum, Nur? Dia cuma khawatir sama saya, rasa sayangnya lebih baik daripada Gus," sindirku.

"Hemm, saya maafin. Nur, saya peringatkan. Daripada kamu, rasa cinta dan sayang saya kepada Ning lebih besar. Jadi, tak ada sedikit pun di hati saya untuk membuatnya terluka. Kamu ngerti!" Nur menyikutku saat Gus Rayhan menegurnya penuh penekanan, aku hanya menghela napas resah.

"Udah, kan? Ayo Nur kembali," ajakku. Nur langsung membopongku untuk berjalan.

"Tunggu, Ning, besok jam sembilan ngisi materi di acara besok, ya? Ada universitas Islam yang akan datang soalnya." Aku menyanggupi, lalu ingin melanjutkan melangkah, tetapi Nur menghentikanku.

"Gus ini bantuin dong, bahaya kalau Mbak Nora jalan dibopong saya menuruni tangga," keluh Nur. Gus Rayhan pun langsung menggendongku ala brydal style.

***

"Alhamdulillah akhirnya kita sampai di penghujung acara, setelah seminar yang disampaikan oleh Universitas Islam Nurul Hidayat yang bertema Pentingnya Pendidikan Kuliah untuk Memperdalam Ilmu Agama. Serta terima kasih atas humor Gus Zaqi ...."

"Ceramah, Gus," protes Gus Zaqi yang berada di sampingku. Seketika para santri yang berada di lantai aula tertawa. Ya, sedangkan aku, Gus Rayhan, para tamu dari universitas duduk di lantai yang lebih tinggi dari para santri.

Cinta Dari Masa LaluTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang