52. Deep!

7 0 0
                                    

Ia tahu segalanya ....

"Ning Zahra," panggil seseorang yang menghentikanku memasuki universitas Ain Sham. Suara itu sangat kukenal, tidak lain Gus Rayhan.

Aku berbalik usai menyincing sedikit gamis putih dilengkapi blazer panjang warna kapucino senada dengan cadar dan hijab segiempatku. Mataku tak sengaja bertemu dengan netra laki-laki dengan baju Koko dan celana hitam yang memberi kesan sederhana itu. Menyadari situasiku dengan Gus Rayhan, aku pun segera menunduk.

Gus Rayhan tersenyum dan menunduk sejenak, "Cincin di tangan kanan dan kirimu sangat indah. Cincin berlian putih itu sama berharganya denganmu pastinya," ungkapnya lembut dan santun.

Terdengar manis memang, tetapi mengiris mengetahui kenyataan cincin berlian itu dari Suamiku. Sementara cincin emas berhias berlian kecil itu dari almarhum Nazil.

Di balik cadar aku tersenyum, "Maaf, Gus, saya ada mata kuliah pagi ini," ungkapku yang hendak undur diri.

"Berbicara lima menit tidak membuatmu terlambat, Ning," tahannya sembari mencekal tanganku.

Jantungku berdegup kencang merasakan eratnya genggaman itu dari balik lengan pakaianku. Dengan cepat aku menarik tangan dan mengurungkan niat untuk kembali dan memilih menghadapi Gus Rayhan, "Maaf, Gus, saya sudah bersuami." Tanpa ragu aku mengungkapkan itu seperti yang sudah aku dan Agatha diskusikan.

Laki-laki yang mencintaiku itu hanya tersenyum tipis. Situasi ini, saat aku dan ia berdiri berhadapan membuat debar jantungku tak karuan.

"Ning, selama bertahun-tahun saya belum pernah jatuh cinta pada seseorang selain perempuan bernama Naura Vivian Az-Zahra saat berumur tujuh tahun silam. Perasaan saya akan tetap sama sampai kapanpun," ungkapnya yang membuatku langsung menatap tajam.

"Gus, tapi--"

"Saya tidak peduli, saya hanya ingin memberi tahu jika Ning lelah dan menyerah, selain Allah saya juga ada untuk Ning. Ning bisa pulang dan kembali kepada saya saat Ning tidak bisa lagi menghadapinya. Melihat Ning menangis dan terluka bukan hal yang saya mau," ungkapnya dengan tulus.

Mataku memerah saat bertemu netra sendunya yang penuh kesungguhan. Urat lehernya terlihat saat mengutarakan isi hatinya dengan penuh kesungguhan.

Dengan tegar aku mencoba mengatakan, "Gus tidak perlu khawatir, saya baik-baik saja dan bahagia bersama suami saya sekarang. Dan ingat, selamanya saya akan seperti--"

"Bohong!" Tatapan matanya berubah menjadi tajam dan tegas. "Agatha Maheswari memiliki temperamen, suami Ning itu ingin membunuh Ning kemarin. Jika saya tidak datang ...."

Aku langsung memicingkan mata, "Gus tahu kejadian itu?" tanyaku.

"Saya menyewa rumah di seberang rumah kalian, hari itu saya tidak sengaja lewat dan mendengar keributan. Kenapa Ning tidak ... Ning!"  Ia panik saat melihatku memegangi dada dan langsung duduk di kursi yang tersedia dengan napas tercekat.

Serangan panik membuatku merasa sesak secara tiba-tiba. Adegan itu terputar kembali seperti film lama. Aku ingat terakhir melihat suamiku menegang seakan ada yang memukulnya dari belakang. Mungkin saat itu kami memang terbaring bersama, tetapi aku tak melihat semuanya.

"Apa Gus memukul Agatha sampai pingsan?" tanyaku langsung saat laki-laki itu duduk di sampingku.

Ia yang tadinya khawatir tiba-tiba diam dan membeku, lalu melihat lurus ke depan dengan helaan napas yang panjang.

"Melihat Ning disakiti saya tidak bisa diam meski laki-laki itu suami Ning. Maaf jika saya lancang mencampuri urusan rumah tangga kalian," ujarnya dengan penuh rasa bersalah.

Cinta Dari Masa LaluTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang