55. Mas Suami?

10 1 0
                                    

"Aku ingin bertanya," ucap suamiku tiba-tiba.

Aku pun langsung menoleh ke arahnya. "Hemm?" tanyaku pada laki-laki yang berada di sampingku itu.

Ia terlihat serius, "Si Curut itu memang sering ke universitas kamu? Untuk apa dia ke sana?" tanyanya tiba-tiba dengan tatapan mengintimidasi.

"Oalah itu, Gus Rayhan namanya bukan curut, Mas," ucapku sembari tersenyum, lalu tanganku bergerak melanjutkan kegiatan memasak. "Dia menjemput Sidna, putri dari profesornya. Sidna itu dosen di universitas Ain Sham. Sepertinya mereka dijodohkan, jadi Gus Rayhan selalu mengantar-jemputnya," dugaku.

"Oh ...." Laki-laki yang ada di sampingku mengangguk, lalu ia memelukku dari belakang dan menempelkan kepala di bahuku. "Sayang," panggilnya.

"Hemm?" tanyaku. "Mas, benci sama Gus Rayhan, ya?" Aku melirik dan meraih pipi laki-laki itu.

Suamiku langsung menggeleng dan mencebikkan bibir, "Bagaimana, ya? Bawaannya kesel lihat Si Curut. Selalu ganggu momen--"

Tok! Tok! Tok!

Suara pintu diketuk tiga kali membuat sang penghuni yang hendak menikmati sarapan mengurungkan niatnya. Aku yang masih memasak di dapur menoleh ke Mas Suami yang sedang nyamannya menelisikkan kepala di leherku.

Sebenarnya pagi di hari libur seperti sekarang kami akan jogging. Aku dengan legging panjang warna hitam dengan Hoodie yang warnanya sama dilengkapi hijab instan pun sudah siap. Hanya saja sarapan pagi perlu diutamakan, jadi Mas Suami mempersiapkan kebutuhan untuk jogging. Sedangkan aku mengolesi roti tawar dengan selai selagi menunggu cap cay dan nasi matang untuk bekal di jalan nanti. Ya, piknik kecil kami rencanakan di jam makan siang nanti. Kemudian, mengakhiri hari ini dengan bersepeda. Aku pun sudah membuat adonan roti berisi selai nanas dan anggur yang kami bawa dari Amsterdam beberapa hari lalu.

Kembali pada yang mengetuk pintu, Mas Suami langsung ke depan untuk menyambut tamu. "Wait a minutes!" teriaknya sambil berjalan ke depan.

Ceklek!

Suara pintu terbuka, aku ikut memiringkan kepala untuk melihat siapa tamu di pagi buta seperti ini.

"Assalamualaikum Mister Agatha," sapa sosok yang suaranya tidak asing bagiku. Siapa lagi kalau bukan Gus Rayhan yang dengan cerianya.

Ah, aku hampir lupa jika laki-laki itu tinggal di seberang sana. Namun, ada urusan apa ke sini sepagi ini? Karena rasa penasaran aku mematikan kompor yang sudah mematangkan cap cay, lalu pergi ke depan.

"Curut ini lagi, astaga!" keluh suamiku dengan tatapan kesal.

"Lho Sydna? Prof?" tanyaku melihat dua orang lainnya berdiri di sana.

"Hehe, Ning, mau nyapa tetangga baru rencananya," ungkap Gus Rayhan yang membuatku nyengir sebagai reaksi atas kekonyolannya.

"Sepagi ini?" tanya suamiku yang geram.

"Saya minta maaf sebelumnya mengganggu aktivitas pagi kalian, tapi ada baiknya jogging bareng-bareng di weekend ini," ucap Profesor menengahi.

"Tapi, ini kepagian, kalian sudah sarapan? Ayo masuk dulu," ajakku yang tidak enak hati.

"Nah iya, Ning, saya belum sempat makan--"

"Wah, niat baik istri saya memang tidak bisa ditolak. Tapi, untuk jogging rasanya tidak perlu sarapan. Jadi, kita langsung berangkat saja, ya, Sayang? Kalian sudah minum minuman hangat? Makan roti? Atau yang lain untuk sekadar mengisi perut?" tanya suamiku dengan ramah.

"Ah, tidak perlu kami sudah menikmati teh pagi tadi dan roti dengan selai kacang. Mari berangkat jogging saja," ucap Profesor yang bijak.

"Baiklah, aku ambil sepatu dan bekal kita dulu, Mas." Begitu diangguki aku langsung mengemas nasi dan capcay di mangkok, lalu memasukkannya ke dalam keranjang yang sudah diisi roti, selai, minuman terutama susu, dan camilan ringan. Terakhir memakai sepatu sport warna putih, lalu bergegas keluar. "Sudah!" seruku.

Cinta Dari Masa LaluWhere stories live. Discover now