Part 25. Kebenaran

7 0 0
                                    

"Gus Rayhan?" gumamku saat nama itu tertera di layar ponsel. Aku langsung menoleh ke Nazil dan memperlihatkan layar ponsel.

"Terima aja gapapa, mojok sana dulu kalau terima telepon," cetus Nazil yang membuatku merengut. Ada nada mengejek, apa mungkin juga cemburu? Namun, dari sikap tak pedulinya yang memilih melanjutkan makan dengan santai membuatku kesal.

Hingga aku memandang wanita paruh baya, yaitu nenek Nazil yang menunggu jawabanku.

"Terima saja teleponnya dulu, Nak," ucap nenek dengan lembut. Aku menerima telepon tersebut, lalu langsung meletakkannya di atas meja dengan posisi terbalik sehingga orang lain mengira aku menutup telepon. Nazil pun memandangku dengan tatapan tak percaya.

"Nora tadi hanya terkejut dengan pernikahan yang terlalu mendadak. Satu bulan belum mengurus dokumen dan lain sebagainya, apalagi disibukkan dengan urusan kantor--"

"Hei, calon menantu Nuarta kenapa masih harus bekerja. Satu tahun cuti untuk pengantin baru, ya, kan?" Tawa ayah Nazil menggema membuat Nazil reflek menatap tajam.

"Aish, ayah," keluh Nazil yang membuatku tertawa.

"Ah iya, Nora kan putri ayah kenapa tidak setuju pernikahan kami bulan depan?" tanyaku dengan nada yang tak kalah antusias sembari menatap ayah Nazil.

"A-apa? Artinya Nora setuju menikah di hari ulang tahunku?" tanya Nazil yang tak menyangka.

"Tapi aku enggak mau ditagih kado lagi, kan udah ada kado spesial ...."

"Nazil, eh mau peluk-peluk sembarangan aja? Belum halal!" tegur bunda saat Nazil merentangkan tangannya untuk memelukku.

Tawa pun pecah, aku hanya melirik ponsel yang entah sudah dimatikan atau belum teleponnya oleh orang di seberang sana.

"Oh iya, bagaimana dengan Gus Rayhan? Acaranya?" tanya Nazil yang cemas.

"Masih jam dua belas juga, aku tampilnya aja jam dua siang," gerutuku. Lalu, aku menoleh ke sekeliling. "Lagian aku senang di sini, lihat paman dan bibimu dengan couple putih dan cokelat susu sangat cocok. Elegan."

"Pasangan paling introvert dan paling serasi di keluargaku. Paman dosen, bibi dokter cocok!" ungkap Nazil.

Aku memandangi laki-laki dengan pantsuit cokelat susu dan kemeja putih dilengkapi kacamata itu paman Nazil. Di sampingnya sang istri memakai gamis putih dan hijab kapucino. Terlihat sederhana dan serasi, mereka pun hanya mengangguki pujianku. Pandanganku beralih ke seorang pria gagah dengan pantsuit biru tua dan jas senada, lalu kemeja putih. Tampak gagah dan berkharisma.

"Itu anak paman dan bibi, jauh sama orang tuanya yang kalem mah. Dingin, kulkas, dan angkuh banget Kak Dirga tuh."

Mata elang sosok bernama Dirga itu menatap tajam Nazil yang membicarakannya.

"Tipeku," kagumku sembari menatapnya.

"Kamu cantik, tapi sukanya malah Nazil yang jauh dari tipemu." Menusuk, tapi ada yang lebih sakit dari aku.

Sontak aku menatap Nazil yang mengepalkan tangan dan menatap geram kakak sepupunya itu.

"Abang memang tipenya, tapi jatuh cintanya sama aku. Yang idaman bakalan kalah sama perasaan," ucap Nazil sambil memicingkan mata.

"Kamu cuma beruntung, aku bisa rebut dia," balas Kak Dirga tak kalah sengit.

"Halo Guys, selamat datang di dunia Wattpad ... silakan menyaksikan perdebatan dua laki-laki idaman ini. Simak sampai akhir, ya." Tatapanku langsung berganti tajam setelah berakting ala presenter. "Nek, ini mereka memang enggak akur atau bagaimana sih?" tanyaku.

Cinta Dari Masa LaluTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang