Part 18. Ingatan

6 0 0
                                    

"Maaf, Gus, tapi sebelum khitbah Gus saya terima perasaan saya belum sepenuhnya untuk Gus. Saya mohon, jangan menaruh harapan besar pada saya," pintaku sembari menundukkan pandangan.

"Es klim! Aletta mau es klim pokoknya! Kak Nola enggak boleh gitu, ayo makan es klim!" racau Aletta yang seakan tak senang melihat wajah Gus Rayhan berubah sedih.

"Iya, anak kesayangan ayah, taruh tas belanjaan dulu di mobil. Ini Ning kuncinya, kita jalan aja ke toko es krim depan mal tadi." Ada rasa sedih, tetapi tak bisa kupikirkan berkepanjangan. Perasaan ini, gejolak di hati, dan kecemasan tanpa alasan karena setiap frasa yang diucapkan Gus Rayhan.

Hingga aku pun selesai meletakkan tas belanjaan, lalu mengikutinya. Kini, kami berada di Confetti Ice Cream, salah satu toko es krim favoritku dan Bunda. Apa Gus Rayhan tahu? Mungkin hanya kebetulan. Aku segera menyusulnya yang memilih salah satu meja di luar kafe--area outdoor.

Saat ke toko es krim pun aku selalu memilih tempat ini, dekat dengan jalan raya yang menyuguhkan pemandangan kota yang sibuk. Selagi aku mengedar pandangan ke sekitar, memastikan tempat ini masih sama setiap aku ke sini. Hanya ada pembaruan tata letak tanaman sedari terakhir ke sini bulan lalu.

Tiba-tiba Gus Rayhan mendudukkan Aletta di pangkuanku. Sontak aku menatapnya dengan rasa bersalah, "Ah iya, maaf, Gus." Pasti ia akan memesan es krim, menarik buku pemesanan di meja, lalu melihat menu yang ada.

"Ning mau pesan apa?" tanyanya sembari menyodorkan buku pemesanan.

"Aletta biasanya ice cream euphoria, aku paulinette sama con amore, kalau Gus mending rocky road." Gus Rayhan hanya bisa melongo sedangkan pelayan yang datang menggaruk tengkuk untuk mencatat pesanannya.

"Con amore itu kue es krim, lho, Ning. Yakin?" tanyanya.

"Biasanya tuh Kak Nola sama Aletta abisin kue es klim beldua," ungkap Aletta yang langsung kubungkam.

Kutampilkan gigi rapi, "Bisa kita makan bertiga kok Gus, bisa dibawa pulang kalau enggak habis. Saya suka soalnya, makanannya Gus aja yang pilih."

"Waffle caramel sauce tiga, Mbak. Sama yang dibilang tadi, udah itu aja."

"Ini Mbak Nora yang sering ke sini sama Bu Ranum, kan? Ini suaminya, Mbak?" tanya pelayan yang memang akrab dengan keluargaku karena terlalu sering bertemu dan melayani aku serta bunda saat ke sini.

"Aletta mau es klim!" seru Aletta yang tiba-tiba kesal dan memukul meja.

"Anaknya udah sebesar ini, cantik pula, saya enggak diundang ke nikahannya, Mbak?" tanya pelayan itu.

"Mbak Fit, tolong es krimnya dulu, ya? Ngobrolnya nanti, kasihan Aletta," pintaku.

"Eh iya, Mbak, siap!" Pelayan yang bernama Fitrah Kania itu bergegas masuk ke dalam.

"Aletta sabar, ya?" bujukku.

"Sedari tadi orang ngira kita keluarga, ya? Mungkin saya terlalu berharap, tapi ini keluarga yang saya impikan," ungkap Gus Rayhan sembari menatap ke arahku.

Tak bisa berkata-kata, mulutku hanya terbuka tanpa mengucapkan apa pun.

"Yaudah, Ning, saya ambil mobil dulu kasihan Aletta nanti kalau harus nyeberang." Aku menggangguk menyetujui, Aletta pun turun dari pangkuan dan memilih duduk di kursi Gus Rayhan tadi.

Aku membantunya, tak lama kemudian es krim pesanan kami diantarkan oleh seorang pelayan, bukan Fitrah.

"Con Amore-nya, ditunggu, ya, Mbak." Aku pun mengangguk, lalu mendekatkan es krim euphoria ke Aletta, serta menarik es krim Paulinette dan Rocky Road ke dekatku. Namun, suara seorang gadis kecil dari arah jalan menarik perhatianku.

Cinta Dari Masa LaluTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang