Memangnya Boleh?

13 2 0
                                    

Max dan Tira sudah berada dilift yang sama, keduanya hanya diam tak saling bicara.

Ketika Tira sudah sampai di lantai 28 Max pun mengikutinya. Tira pikir CEO nya akan keruangan asistennya, tapi ternyata Max malah menarik kembali lengan Tira dan membawanya kembali kedalam lift dan menuju lantai 30, yaitu ruangannya.
Tira tiba-tiba teringat kejadian tadi pagi saat Max memperlakukannya dengan tidak baik.

"Apa yang bapak lakukan? Jika tidak ada urusan perihal pekerjaan, sebaiknya saya kembali keruangan saya saja pak." Kata Tira menegaskan.

"Apakah sikapmu pada semua lelaki memang seperti itu. Kau mencari laki-laki kaya begitu?". Max mendudukkan Tira diatas meja kerjanya.

"Saya tidak mengerti apa yang bapak katakan." Ucap Tira.

"Aku juga seorang CEO yang tentunya lebih hebat dan tiga kali lebih kaya dibandingkan dengan pemilik Wijaya Grub."

"Permisi, maksud bapak apa?". Tanya Tira mulai risih.

"Kau semakin menggemaskan saat marah, aku semakin menyukaimu." Ujar Max.

Tira yang hendak turun dari meja segera ditahan oleh Max. Dan tangan Max kini sudah menahan kepala bagian belakang milik Tira, lalu ia segera mencium bibir ranum milik Tira. Entah kenapa bibir Tira membuatmya begitu candu, ingin lagi lagi dan lagi.
Tira yang berusaha melepaskan diri mendadak punya ide.

"Buuugghhh." Suara tendangan Tira tepat di terpedo milik Max sehingga sang empunya pun mundur dan terjatuh. Yah, ini kali kedua Tira melakukan itu untuk membebaskan diri dari serangan seorang Max Zio Abraham.

"Ti-tira..aah.. apa yang kau lakukan?" Max mengerang sambil memegangi sang junior.

"Jangan sembarangan jika bicara yah pak. Dan saya juga tidak pernah berpikir akan ketemu bapak atau pun yang lainnya." Kata Tira sebelum pergi meninggalkan ruangan itu.

"Ceo MZA Corp semakin keterlaluan, seenaknya saja.. Dasar sampah.. benar-benar gila." Umpat Tira saat tiba dilantai 28, ia tidak sadar jika sedang berpapasan dengan Neo asisten Max.

"Apa yang kau katakan barusan nona Tira?" Kata Neo yang membuat langkah Tira terhenti.

"Siapa yang sampah? Dan siapa yang gila?" Lanjut Neo mendekati Tira.

"Ah.. anu.. maaf pak saya tidak bermaksud begitu.. anu maksud saya..."Kata Tira gelagapan.

"Apa tuan Max mengganggumu lagi?." Tanya Neo to the point.

"Jujurly, iya pak. Dan itu sangat menyebalkan sekali."Jawab Tira dengan kesal.

Mendengar itu Neo hanya menggaruk-garuk bagian tengkuk yang tidak gatal. Ia pikir Tira akan berpura-pura tidak terjadi apa-apa. Ternyata ia berani juga, begitu pikir Neo.

"Silahkan kembali keruanganmu." Kata Neo mempersilahkan.

Tira pun beranjak kembali keruangannya dengan wajah ditekuk berkali-kali lipat namun tidak membuat pesonanya memudar.

"Wah, sepertinya kau sangat menikmatinya sampai kau meringis keenakan seperti itu." Kata Neo menahan tawa melihat Max yang terlihat seperti sedang menahan rasa sakit disofa panjang didepan meja kerjanya.

"Diam kau." Bentak Max pada Neo.

Neo yang dibentak bukannya takut malah cekikikan sambil geleng-geleng kepala. Ah sungguh terlalu, sahabat sekaligus atasannya itu seperti orang yang sedang frustasi.

"Kenapa susah sekali mengambil hatinya? Apa aku kurang tampan? Bahkan aku lebih tampan dan juga lebih kaya dari Raka Wijaya. Benar-benar mengherankan." Celoteh Max.

Ku Kira Kita Ternyata KalianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang