VIP ROOM

40 1 0
                                    

Mereka melakukan segala cara untuk menghancurkan Tira, kebetulan sekali tadi siang mereka bertemu dengan Silvi yakni orang terdekat Tira. Banyak laki-laki dikampus menyukai Tira, termasuk Revan yang notabenenya most wanted oleh gadis-gadis dikampus. Sayangnya Revan sulit didekati kecuali oleh Tira saja.

"Tidak baik kau berada disini, sebaiknya kau pulang saja." Ajak Raka.

"Mumpung kakak disini, gimana kalau kak Raka temenin aku bentar."

"Tidak Arleta, aku masih ada meeting yang belum selesai. Ayo pulang."

"Bukankah kita baru bertemu lagi saat dewasa, gimana kalau kita bersenang-senang dulu kak. Uda gak usah kaku kayak kanebo kering gitu."

Silvi menarik tangan Raka untuk duduk disebelahnya. Mona, Deva dan Sesil saling pandang melihat kedekatan Silvi dan laki-laki yang dia sebut dengan kakak itu.

Setelah berkenalan dengan Raka, ketiga teman Silvi pamit pergi meninggalkan mereka berdua.

Silvi mengambil sloki yang berisi minuman beralkohol yang tadi sudah dimasukkan cairan bening oleh temannya. Namun, Raka melarangnya dan mengambil minuman itu.

"Kau sepertinya sudah banyak minum, ayo kita pulang."

"Ini enak banget kak, Tira gak pernah tuh ngajakin aku ketempat kayak gini. Sini biar aku yang minum kak." Silvi mau mengambil minuman disloki yang ada di tangan Raka namun dengan cepat Raka langsung minum.

Silvi mendengus kesal dan menambah minuman lagi, minuman yang dipesan oleh ketiga temannya tadi kadar alkohol yang cukup tinggi. Silvi sudah terus meracau tak jelas.

Raka sudah mulai gerah, ia merasa aneh dengan tubuhnya. Ada sesuatu yang bergejolak dibawah sana. Melihat Silvi yang sudah mabuk, Raka berusaha untuk sadar.

"Shiiiittt... Kepalaku sakit sekali." Raka berkali-kali menggelengkan kepala untuk mengembalikan kesadarannya namun nihil.

Silvi meracau lalu ia duduk dipangkuan Raka. Ia memeluk dan melumat bibir Raka. Keduanya sama-sama tak meyadari perbuatan mereka. Raka yang kena efek cairan untuk meningkatkan libido itu pun tidak bisa berbuat apa-apa dengan serangan Silvi. Ia melihat yang ada dihadapannya saat ini adalah Tira.

Tanpa mereka sadari hal itu terlihat oleh Revan yang juga sedang berada disana bersama teman-teman mogenya. Awalnya ragu apakah ia harus memberi tahu Tira atau tidak. Sebab demi persahabatan Tira dan Silvi.

Sayangnya, Revan lebih menyayangi Tira. Ia menghubungi dan mengirimkan video pada Tira. Ia tinggal menunggu kedatangan Tira saja.

Akhirnya Raka meminta waiters memesankan VIP Room, ia membawa gadis yang ia lihat sebagai Tira itu kelantai tiga dengan nafas menderu. Saat menuju Lantai tiga tanpa disadari ada Tira yang ternyata menyaksikan kelakuan mereka tanpa mereka ketahui.

*Flashback Off*

Raka teringat Tira, ia baru ingat dia belum memberikan kabar sama sekali. Ia belum mendengar suara sang kekasih sejak kemarin bahkan ia lupa dimana telepon genggamnya berada.

Raka segera bergegas menyelesaikan mandinya, ia mengeringkan badan dan melilitkan handuk dipinggangnya. Ia mengenakan kembali pakaian yang terakhir dikenakan oleh badannya.

Ia tidak perduli dengan Silvi yang masih menangis sesenggukan ditempat tidur. Raka segera mencari dan menyalakan telepon genggamnya.

Banyak panggilan masuk dan pesan dari Tira, Rio, juga sang mommy. Yang ada dalam benaknya kini hanya Tira, entahlah. Semua menjadi kacau begitu saja.

Raka menatap Silvi sebentar, lalu ia pergi berlalu meninggalkan Silvi sendirian diruangan itu.

Raka segera kekantor, ia menghubungi Rio untuk menyusul kekantor secepatnya.
Setibanya dikantor ia menghubungi Tira berkali-kali namun nomornya tidak bisa dihubungi.

Tak sampai satu jam Rio tiba dikantor, dan segera masuk keruangan Raka. Ia heran melihat Raka masih mengenakan pakaian kemarin.

"Apa yang sebenarnya terjadi? Tidak biasanya kau seperti ini." Tanya Rio.

Raka pun menceritakan semua yang terjadi sejak ia meninggalkan meeting. Rio terkejut, ia tidak menyangka hal seperti ini akan terjadi. Ia menyesali bahwa ia teledor tidak menjaga sahabat sekaligus atasannya itu dengan baik.

"Sebaiknya kau segera ganti baju diruanganmu, aku akan siapkan sarapan untukmu."

"Dan kau ingin bagaimana?".

"Bisakah kau bantuku mengurus Arleta? Dia masih ditempat laknat itu."

"Ckckck.. baiklah, kau tidak perlu memikirkan itu. Aku akan segera melihatnya."

Rio meninggalkan Raka, ia segera melakukan apa yang Raka minta.
Sementara Raka ia segera mengganti pakaiannya, ia tidak tahu bagaimana harus menghadapi Tira.

Raka sangat mencintai gadisnya itu. Ia meremas rambutnya dengan kedua tangannya, benar-benar frustasi.

Ia terus mencoba menghubungi Tira, namun nihil.

****

Silvi yang masih dalam keadaan kacau, ia mengingat kejadian semalam. Suara pintu diketuk dari luar mengagetkannya. Dengan menahan rasa sakit dibagian bawah ia mencoba berdiri.

"Rio..". Kepala Silvi muncul dari balik pintu.

"Maaf mengganggu nona Arleta, saya diminta tuan Raka untuk membawakanmu pakaian ganti." Rio menyodorkan sebuah paper bag pada Silvi.

"Terimakasih." Silvi menerima paper bag itu.

"Jika nona membutuhkan sesuatu, nona bisa menghubungi saya." Ucap Rio tanpa respon dari Silvi.

"Kalau begitu saya permisi dulu nona." Rio  meninggalkan tempa itu.

Silvi menatap paper bag itu lamat-lamat. Ia segera membersihkan diri ke kamar mandi.  Dengan perasaan campur aduk Silvi meninggalkan tempat itu.

Mendekati Raka hanya untuk mengerjai Tira, kini malah ia terjebak dengan permainannya sendiri. Ya, ia ingin Tira merasakan apa yang ia rasakan.

Diabaikan oleh orang yang dicintai, ternyata kini malah dirinya mengalami kesulitan. Bagaimana bisa ia sampai melakukan hal ini dengan Raka, kehilangan sesuatu yang selama ini ia jaga. Apa yang harus ia lakukan?

Haruskah ia meminta Raka untuk menikahinya, sementara Raka tidak mencintainya. Dan hatinya juga masih bersama Revan.

Menyesal? Untuk apa, semua sudah terjadi. Haruskah ia bersikap seolah tidak terjadi sesuatu.

"Bagaimana jika sampai hamil?" Gumam Silvi.

"Ah, tidak..tidak mungkin." Silvi menggelengkan kepalanya. Hati dan pikirannya berperang.

"Wah, semalam mama dan papa menghubungimu tapi nomormu tidak bisa dihubungi." Sesampainya dirumah, Silvi disambut oleh sang mama.

"Kau tidur dimana semalam nak?" Tanya Kesya.

"Emmm anu ma.. kemarin Arleta bertemu dengan teman lama. Kebetulan dirumahnya sedang mengadakan party. Arleta mendadak diajak bergabung ma."

"Tapi kau baik-baik saja kan nak?"

"Iya ma, Arleta baik-baik saja."

"Ya sudah, kau istirahat saja dikamar. Kalau perlu sesuatu minta bantuan bi Ina ya."

"Loh, memangnya mama mau pergi kemana?"

"Mama pergi arisan dulunya, nanti sore mama sudah ada dirumah."

"Oo okay ma." Kesya mencium pipi kiri dan kanan putri semata wayangnya itu kemudian pergi meminggalkan Silvi.

Silvi merebahkan diri ditempat tidurnya, perasaannya yang masih kacau tak bisa dibendung. Dipikirannya wajah Revan terus menghantuinya, ia mencintai Revan. Tapi tidur dengan Raka.

Apa yang harus dikatakan pada orangtuanya, ini terlalu mendadak sekali. Lelah, ia Silvi lelah sekali. Badannya masih terasa remuk. Ia masih mencoba mengingat kejadian tadi malam. Sedikit demi sedikit  bayangan itu muncul bagaimana ia melumat bibir Raka dengan brutal.

Memalukan, ya sungguh memalukan pikirnya. Ia menghentak-hentakan kakinya ditempat tidur. Menutup wajahnya dengan keras.

Ku Kira Kita Ternyata KalianWhere stories live. Discover now